Sistem Islam Akhiri Tindak Kekerasan

Opini695 Views

 

 

 

Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S, Aktivis Dakwah dan Penulis Buku

_________

RADARNDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pandemi yang tak berkesudahan sungguh memukul seluruh sektor kehidupan manusia. Tak hanya perekonomian yang tumbang, mental pun terkena imbasnya. Betapa tidak, hantaman pandemi telah merenggut hampir sebagian besar penghasilan masyarakat seiring dengan kolapsnya satu per satu perusahaan, termasuk gerai-gerai ritel. Tak hanya itu, wirausahawan kelas teri pun cukup dibuat megap-megap oleh pandemi, sebab modal tak seberapa sementara penghasilan merosot drastis.

Oleh karena itu, benarlah adanya jika pandemi memukul mental sebagian besar masyarakat negeri ini. Sebagian mereka stres, depresi, bahkan sampai bunuh diri. Adapun salah satu implikasi dari stres adalah emosi yang tidak stabil. Mudah marah dan mudah tersinggung.

Dengan demikian, tak heran jika selama pandemi aksi kekerasan kian banyak terjadi, mulai dari tawuran antarpelajar hingga bentrok antarkelompok masyarakat. Sebagaimana yang terjadi di Depok, Jawa Barat pada 5 Oktober lalu, yakni adanya aksi saling bacok antarremaja. Atas kejadian tersebut, seorang pelajar SMA kelas XII mengalami luka berat di bagian punggung akibat sabetan benda tajam. (Tempo.co/22-11-2021)

Sementara di Tangerang, viral di media sosial video yang memperlihatkan seorang pria tewas di pinggir jalan Sepatan Jaya, Kabupaten Tangerang. Diduga pria tersebut adalah korban dari tawuran antarkelompok warga. (Tangerangnews.com/22-11-2021)

Akar Tindak Kekerasan

Tindak kekerasan kerap terjadi sebagai pelampiasan emosi seseorang. Hal tersebut merupakan manifestasi dari naluri mempertahankan diri yang telah dikurniakan Allah terhadap diri manusia. Namun, tindak kekerasan yang tidak berlandaskan pada aturan Ilahi jelas tak bisa dimaklumi. Apalagi jika tindak kekerasan terjadi hanya karena tersulut emosi.

Islam memiliki seperangkat aturan bagi kehidupan manusia, termasuk dalam menyikapi bara amarah. Sejatinya, api amarah berasal dari setan, maka harus segera dipadamkan agar tidak membesar dan membahayakan orang lain.

Rasulullah saw memerintahkan kepada siapa saja yang marah agar mengubah posisinya. Jika ia dalam keadaan berdiri, maka dianjurkan untuk segera duduk. Jika ia dalam posisi duduk, hendaklah ia segera berbaring. Jika sudah berbaring, amarahnya masih menyala, maka Rasul memerintahkan untuk segera berwudhu lalu salat. Begitulah cara Islam meredam amarah.

Namun, sayangnya hal tersebut sepertinya amat sulit diterapkan dalam kehidupan hari ini. Betapa tidak, banyak orang yang terjauhkan dari agamanya sendiri, sehingga krisis iman kerap kali menyergap diri. Bercokolnya sekularisme telah menjauhkan seorang muslim dari ajaran Islam yang sempurna. Bukan hanya tak menerapkan aturan Islam dalam kehidupannya secara sempurna, namun juga tak meresapi nilai-nilai Islam itu sendiri di dalam jiwanya. Akibatnya, mentalnya rapuh dan mudah terbawa arus.

Ditambah lagi dengan bercokolnya sistem kapitalisme di negeri ini, pemerintah seringkali tak memihak kepada rakyat dalam segala kebijakannya. Sudah menjadi watak sistem kapitalisme, menjadikan pemodal (para korporat) sebagai tuan yang harus diikuti kehendaknya dan diberi karpet merah. Urusan rakyat nomor sekian. Akhirnya, rakyat kian terpuruk dalam kubangan derita. Tercekik berbagai kebutuhan hidup, ditambah beban pajak di sana-sini. Kalau sudah begitu, bagaimana mungkin rakyat tak tertekan sehingga mudah tersulut emosi?

Akhiri Tindak Kekerasan dengan Sistem Islam

Jika kapitalisme sekuler menumbuhsuburkan tindak kekerasan, sistem Islam justru mampu menghadirkan suasana kehidupan yang kondusif. Bagaimana tidak, sistem Islam sebagai institusi penerap syariat Islam akan senantiasa mampu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyatnya. Dengan penerapan aturan yang berasal dari Sang Pencipta manusia, penguasa dalam sistem Islam akan mampu menjalankan roda pemerintahan berasaskan pada ketakwaan, bukan semata ladang memperkaya diri.

Hal tersebut tercermin dari kebijakan para Khalifah di masa kejayaan peradaban Islam. Pada masa Umar bin Khattab menjabat sebagai pemimpin, beliau sangat berhati-hati dalam menggunakan fasilitas negara. Bahkan beliau tidak mau menggunakan listrik untuk kepentingan pribadinya. Beliau rela berkeliling demi memastikan tidak ada rakyatnya yang kelaparan. Begitulah penguasa dalam Islam, mengenggam amanah jabatan dengan penuh ketakwaan kepada Allah.

Dengan model kepemimpinan semacam itu, tentu saja pemeliharaan urusan rakyat akan terlaksana dengan sempurna. Rakyat pun akan hidup penuh ketenangan dan kesejahteraan. Tak hanya itu, sistem Islam akan menjaga akidah rakyatnya, sehingga rakyat yang hidup di bawah naungan sistem Islam adalah mereka yang kuat kepribadiannya. Demikianlah cara sistem Islam mampu mengakhiri segala bentuk tindak kekerasan dengan tuntas dan sistemis.[]

Comment