Sherly Agustina M.Ag*: Kampanye No Hijab Day: Mantra Feminisme Yang Menyesatkan

Opini1062 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Dipelopori oleh Yasmine Mohammad , kampanye “No Hijab Day” digelar melalui media sosial. Kampanye hari tanpa hijab ini dirayakan setiap 1 Februari.” (http://mysharing.co/hijrah-indonesia-gelar-kampanye-no-hijab-day/)

Feminisme Racun Yang Menyesatkan

World Hijab Day yang diperingati setiap tanggal 1 Februari jadi sebuah gerakan solidaritas wanita muslim untuk melindungi hak wanita berhijab. Perayaan ini dilakukan oleh banyak muslimah dari penjuru dunia. Ide gerakan ini muncul karena di beberapa negara masih terjadi diskriminasi terhadap wanita berhijab, mulai dari perlakuan di jalanan hingga hak untuk mendapatkan pekerjaan.

Gerakan tersebut tiba-tiba saja ditentang oleh kampanye #Nohijabday. Isi tagar ini didominasi oleh video dan foto para wanita yang melepas hijab yang ia pakai. Tak hanya melepas hijab, sebagian dari mereka membakar hijab tersebut. Sebuah video aksi lepas hijab oleh Yasmin Mohammed mendapatkan hampir 16 ribu likes dan 7.830 retweets. Namun sekarang twit tersebut sudah dihapus. (m.detik.com, 06/02/18)

Dipelopori oleh Yasmine Mohammad , kampanye “No Hijab Day” digelar melalui media sosial. Kampanye hari tanpa hijab ini dirayakan setiap 1 Februari.

“Meskipun Hijrah Indonesia tidak selalu sepakat dengan pandangan-pandangannya mengenai KeIslaman, tetapi kami memahami keresahannya dalam hal hijabisasi dan niqabisasi di seluruh Dunia Muslim”, kata Admin Fan Page Hijrah Indonesia di Facebook.

Hijrah Indonesia membuatkan laman acara “No Hijab Day” di media sosial terbesar di dunia tersebut. Dalam penjelasan acara, Hijrah Indonesia menulis “Karena itulah, Hijrah Indonesia mengajak Anda para perempuan Indonesia baik Muslim maupun bukan Muslim untuk meramaikan #NoHijabDay dengan menayangkan foto foto Anda berbusana dengan nuansa Indonesia dengan memperlihatkan kepala Anda tanpa memakai hijab/jilbab/ niqab/cadar/ kerudung dan semacamnya di akun media sosial Anda, baik instagram, facebook, maupun twitter dan blog Anda dengan hashtag #NoHijabDay dan #FreeFromHijab pada 1 Februari 2020”.

Adapun alasan diadakannya kampanye ini menurut Hijrah Indonesia adalah: (1) Hijabisasi baru marak tiga dekade terakhir; Niqabisasi marak satu dekade terakhir. (2) Tidak semua ulama, tarekat dan sarjana KeIslaman mendakwahkan dan bersetuju dengan hijabisasi maupun niqabisasi.

Pandangan mengenai batasan aurat berbeda-beda. (3) Kita berdiam di rumah, berada di habitat, berkebutuhan, bekerja, dan atau memiliki fisik, yang kesemuanya berbeda-beda. (4) Kebutuhan vitamin D, terutama yang mendesak.

Hijrah Indonesia juga mengutip ayat-ayat Alquran, yaitu: Albaqarah 59, Almaidah 32, Ali Imran 24-25, Albaqarah 62, Almaidah 59, Albaqarah 9-13, Alhujurat 10-13, Albaqarah 80-81, Annisa 123-124, Almaidah 69, dan Alhajj 16-17.

Bahkan digelar sayembara melepas jilbab, hijab, niqob atau cadar dan menggunakan adat ndonesia dengan syarat-syarat tertentu. Bagi pemenang akan diberikan hadiah oleh panitia yang mengadakan acara ini. (http://mysharing.co/hijrah-indonesia-gelar-kampanye-no-hijab-day/)

Kampanye ‘No Hijab Day’ ini adalah bagian dari mantra feminisme. Gerakan feminisme dimulai sejak akhir abad ke-18 dan berkembang pesat sepanjang abad ke-20 yang dimulai dengan penyuaraan persamaan hak politik bagi perempuan.

Tulisan Mary Wollstonecraft yang berjudul A Vindication of The Rights of Woman dianggap sebagai salah satu karya tulis feminis awal yang berisi kritik terhadap Revolusi Prancis yang hanya berlaku untuk laki-laki namun tidak untuk perempuan.

Walaupun pendapat feminis bersifat pluralistik, namun satu hal yang menyatukan mereka adalah keyakinan mereka bahwa masyarakat dan tatanan hukum bersifat patriaki.

Aturan hukum yang dikatakan netral dan objektif sering kali hanya merupakan kedok terhadap pertimbangan politis dan sosial yang dikemudikan oleh idiologi pembuat keputusan, dan idiologi tersebut tidak untuk kepentingan wanita.

Patriaki dalam masyarakat dan ketentuan hukum merupakan penyebab ketidakadilan, dominasi dan subordinasi terhadap wanita, sehingga sebagai konsekuensinya adalah tuntutan terhadap kesederajatan gender. Kesederajatan gender tidak akan dapat tercapai dalam struktur institusional ideologis yang saat ini berlaku.

Feminis menitikberatkan perhatian pada analisis peranan hukum terhadap bertahannya hegemoni patriaki. Segala analisis dan teori yang kemudian dikemukakan oleh feminis diharapkan dapat secara nyata diberlakukan, karena segala upaya feminis bukan hanya untuk menghiasi lembaran sejarah perkembangan manusia, melainkan lebih kepada upaya manusia untuk bertahan hidup.

Timbulnya gerakan feminis merupakan gambaran bahwa ketentuan yang abstrak tidak dapat menyelesaikan ketidaksetaraan. (Wikipedia)

Perempuan Sebelum Islam datang

Setidaknya ada 3 klasifikasi perempuan dalam peradaban Yunani Kuno. Pertama, para perempuan yang bertugas hanya sebagai pemuas hawa nafsu laki-laki. Kedua, para perempuan yang bertugas menjadi selir dan merawat tubuh tuannya. Ketiga, para isteri yang bertugas merawat dan mendidik anaknya layaknya seorang pengasuh bukan layaknya seorang ibu.

Kedudukan perempuan kurang lebih hanya berputar pada hal-hal tersebut saja. Dalam peradaban Romawi, perempuan dianggap sebagai seorang balita atau anak remaja yang harus selalu diawasi. Dalam peradaban Romawi, jika perempuan sudah menikah maka kekuasaan sepenuhnya berada di tangan suami. Termasuk ketika seorang perempuan melakukan kesalahan, maka suami bebas memberikan hukuman apa saja.

Bahkan dalam tradisi masyarakat Romawi, perempuan dianggap tidak ada dan tidak masuk hitungan dalam berbagai penyelesaian masalah dalam kehidupan. Hal tersebut muncul, karena perempuan dianggap lebih rendah dari pada laki-laki.

Di kalangan masyarakat Kristen di zaman dahulu, perempuan juga mengalami penindasan. Salah seorang sejarawan Kristen terkenal yang bernama Lecky, mengungkapkan bahwa kemarahan penulis-penulis Kristen membentuk suatu tulisan yang lucu, yaitu bahwa perempuan adalah derita manusia, dan perempuan harus menjalani hukuman selama hidupnya, sesuai dengan kutukan yang dibawanya ke dunia.

Dalam peradaban India, peraturan yang berhubungan dengan hak waris hanya diturunkan kepada kaum laki-laki saja dan tidak pada perempuan.

Pada masa itu, perempuan dianggap sebagai sumber dosa dan sumber dari kerusakan akhlak dan agama. Bahkan seorang istri di India, terbiasa memanggil suaminya dengan sebutan yang mulia atau tuan.

Begitu juga dengan masyarakat Yahudi. Beberapa kepercayaan Yahudi memandang wanita makhluk yang lebih rendah dari laki-laki.

Bahkan, lebih rendah dibawah seorang pembantu laki-laki. Dalam hak waris, perempuan juga tidak mempunyai hak warisan apapun dari orang tuanya, selama masih memiliki saudara laki-laki. Perempuan tidak mempunyai hak untuk membela dirinya, dari berbagai tindak kekerasan, sekalipun itu berasal dari suaminya.

Di kalangan masyarakat Persia, sebelum datangnya Islam. perempuan dilarang menikah dengan laki-laki yang tidak memiliki berbagai macam baju besi. Bahkan dalam kondisi haid, perempuan dilarang berada ditempatnya dan harus hijrah ke tempat yang jauh, dan tidak boleh dijenguk kecuali yang memberi makanan saja.

Perempuan di masa masyarakat Arab pra Islam, atau yang sering disebut Arab Jahiliyah, juga memandang begitu rendah kaum perempuan. Bahkan bagi orang Arab waktu itu, ketika mempunyai atau melahirkan seorang anak perempuan wajib dikubur hidup-hidup. Karena mempunyai anak perempuan adalah aib besar pada waktu itu.

Tradisi Arab pra Islam, sejatinya mempunyai dua cara dalam menerima kehadiran seorang perempuan. Mayoritas mereka mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka, dan yang lainnya tetap membesarkannya.

Sebelum datangnya Islam, kedudukan perempuan di beberapa peradaban hampir sama. Jika sampai saat ini nasib perempuan tidak jauh beda dengan pra-Islam, lalu apa bedanya kita dengan peradaban jahiliyah itu? (Islami.co, 5/12/18).

Hanya Islam Yang Memuliakan Perempuan

Firman Allah Swt:
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. Al Baqarah: 257).

Di dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, Allah menceritakan bahwa Dia memberi petunjuk orang yang mengikuti jalan yang diridai-Nya ke jalan keselamatan. Untuk itu Dia mengeluarkan hamba-hamba-Nya yang mukmin dari kegelapan, kekufuran, dan keraguan menuju kepada cahaya perkara hak yang jelas lagi gamblang, terang, mudah, dan bercahaya. Orang-orang kafir itu penolong mereka hanyalah setan.

Setanlah yang menghiasi mereka dengan kebodohan dan kesesatan. Setan mengeluarkan mereka dan menyimpangkan mereka dari perkara yang hak kepada kekufuran dan kebohongan.

Sekretaris Umum Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh menegaskan hukum menutup aurat bagi laki-laki dan perempuan adalah wajib. Sarana untuk menutup aurat pun, menurutnya beragam.

“Islam mewajibkan setiap muslim untuk menutup aurat, aurat laki-laki dan perempuan berbeda, jadi yang diperintahkan adalah menutup aurat,” kata Asrorun.

Dan aurat bagi perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. (Republika.co.id, 22/01/20).

Islam sebagai aturan dari sang pencipta manusia datang untuk memuliakan perempuan dari kehinaan yang begitu gelap. Mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya iman, Islam mengatur kewajiban wanita baik yang masih single ataupun yang sudah menikah. Bagi yang masih single, kewajibannya adalah birrul walidain sementara yang sudah menikah dan punya anak taat kepada suami menjadi ummun wa rabbat al bait (ibu dan pengatur rumah tangga).

Bentuk lain Islam memuliakan wanita, sebagai anak diurus dengan baik oleh kedua orang tuanya. Setelah menikah menjadi tanggung jawab suaminya. Sebagai ibu, dalam sebuah hadis disampaikan Islam memuliakan seorang ibu dengan menyebutnya 3 kali, setelah itu baru bapak. Bahkan seorang anak lelaki harus mengutamakan ibunya lalu istrinya.

Islam mengatur wanita untuk menutup aurat ketika keluar rumah, dalil menggunakan Khimar/kerudung adalah Q.S. Annur ayat 31. Dan dalil untuk mengenakan jilbab ketika keluar rumah adalah Q.S. Al-Ahzab ayat 59. Perintah dan kewajiban ini jelas tidak ada ikhtilaf atau perbedaan di antara ulama. Dan kewajiban ini bukan untuk mendiskriminasikan kaum wanita tetapi memuliakan kaum wanita.

feminisme berdalih bahwa kehidupan patriarki saat ini yang didominasi kaum lelaki mengakibatkan kaum wanita menjadi nomor dua. Sadarkah mereka bahwa lahirnya sistem patriarki saat ini adalah ketika Islam tidak lagi memimpin dalam sebuah negara di dunia, feminisme ini lahir sebagai protes dari kebijakan terhadap Revolusi Perancis.

Jadi bukan aturan Islam yang melahirkan patriarki saat ini. Kondisi tersebut sama ketika Islam belum datang untuk memuliakan wanita. Wanita diperlakukan nomor 2 bahkan semena-mena dari sejak Yunani kuno, Romawi kuno, Persia, India, Krsten dan Yahudi.

Jadi kampanye ‘No Hijab Day’ yang disuarakan saat ini oleh feminisme sebagai racun yang menyesatkan adalah seperti mengajak para wanita ke masa abad jahiliyah yang penuh dengan kegelapan. Karena sejatinya menuju cahaya hanya dengan Islam dan patuh kepada aturan sang pencipta manusia. Jika melawan aturan sang pencipta maka yang ada adalah dari cahaya menuju kegelapan.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Maisarah, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abu Usman, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Ayyub ibnu Khalid yang mengatakan bahwa kelak seluruh umat manusia akan dibangkitkan; maka barang siapa yang kesukaannya adalah iman, maka fitnah (ujian)nya tampak putih bersinar, sedangkan orang yang kesukaannya adalah kekufuran, maka fitnahnya tampak hitam lagi gelap. Lalu ia membacakan firman-Nya: Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Q.S. Al Baqarah: 257). Allahu A’lam bi Ash Shawab.[]

Comment