RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – “Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah hingga ia fasih (berbicara). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” Hadits ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabir.
Benar yang disampaikan hadis di atas bahwa manusia lahir ke dunia dalam keadaan firah. Fitrah di sini ada yang menjelaskan seperti kertas putih bersih, memiliki kecondongan pada Allah Swt. Misalnya seperti pendapat Ibnu Katsir, yang membahas surah al-A’raf ayat ke-172:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”
Menurut pakar ilmu tafsir Alquran itu, ayat tersebut menjelaskan, setiap anak cucu Nabi Adam AS telah memberikan kesaksian sebelum mereka dilahirkan ke dunia. Kesaksian itu pada intinya menegaskan, Allah SWT adalah Rabb, Malik, dan Ilah-nya. Tidak ada satu zat pun yang berhak disembah selain Allah saja.
Dari penjelasan Ibnu Katsir itu, dapatlah dipahami setiap manusia memiliki fitrah bertauhid. Allah SWT memerintahkan kepada umat manusia untuk tetap berada dalam fitrah tersebut. Caranya dengan manusia itu mengikuti agama Allah yang lurus (Islam).
Hal itu sudah ditunjukkan oleh Sang Pencipta, melalui misalnya surah ar-Rum ayat ke-30.
” Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Maka di dalam Islam, sebagai orang tua menjaga kefitrahan tersebut. Dimulai sejak membentuk bahtera rumah tangga calon suami dan istri membekali dengan keimanan.
Dan ketika sudah diamanahi anak menjaga dan mendidiknya dengan baik sesuai dengan Islam. Ibu sebagai pendidik pertama dan utama membekali sang buah hati dengan akidah yang kuat karena akidah adalah bekal untuk mengarungi kehidupan bukn saja di dunia tapi juga menuju kehidupan akhirat. Dan self kontrol ketika orang tua tak lagi membersamai mereka.
Maka sngat miris jika dalam keseharian seorang anak jauh dengan ibunya, tak ada perhatian, sibuk dengan urusan sang ibu sehingga anak tidak terkontrol dengan baik.
Makannya apa, bermain dengan siapa, apa yang ditonton, curhat dengan siapa, lost control. Jangan heran jika sang anak menjadi pribadi yang tak biasa, yang tidak dikenal seperti biasanya oleh sang ibu.
Jagan heran pula jika anak banyak meniru apapun yang tidak baik di sekitarnya yang tak pernah diajarkan ibunya. Fase tamyiz saat usia anak di bawah 7 tahun adalah fase di mana anak banyak meniru apapun yang diindra. Di sinilah sebenarnya tugas sang ibu yang lumayan berat. Karena membekali sang anak agar siap ketika sudah masuk usia baligh.
Ciri baligh di dalam Islam, jika anak laki-laki sudah ihtilam (mimpi jinak) dan anak perempuan sudah haidh, atau bagi keduanya sudah sempurna usia 15 tahun. Ketika sudah baligh, maka anak terkena taklif (beban) hukum. Baginya menanggung dosa atas perbuatan yang dilakukan jika melanggar hukum Islam. Bukan hal yang mudah, karena sang ibu harus ekstra sabar menghadapi dan mendidik anak dengan berbagai karakter dan tantangan zaman.
Selain pendidikan di keluarga yang sangat penting, butuh lingkungan yang kondusif bagi sang anak agar bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Idealnya ada kontrol masyarakat ketika di tengah-tengah masyarakat ada penyimpangan atau pelanggaran syariah.
Jika pendidikan di keluarga terjaga dengan baik, masyarakat mendudukung begitu pun negara, fenomena bullying akan teratasi, lost kontrol hingga terjadi pembunuhan sadis di usia remaja bisa tertangani. Anak harus dekat dengan Allah Swt, dengan orang tuanya dan orang-orang Sholih. Sehingga keimanan dan ketakwaan bisa terjaga dengan baik.
Anak fokus berbakti pada orang tua, belajar dan berprestasi dengan baik, mengabdi di tengah-tengah masyarakat dan negara. Bukan generasi yang hopless, tawuran, melakukan bullying, membunuh dengan sadis, dan sebagainya. Anak titipan Allah SWT maka sayangilah, didik dan bekali dengan ilmu agama terlebih dahulu sebagai pondasi, ilmu-ilmu syariah bekal jika suatu saat nanti mereka menjadi mujtahid yang dicintai umat dan ilmu-ilmu kehidupan sains dan teknologi sehingga bisa menjawab tantangan zaman di era millenil saat ini.
Ingat sabda Nabi Saw:
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Anak Sholih dan sholihah harapan bagi para orang tua di manapun berada, karena ketika terputus kehidupan di dunia, merekalah harapan satu-satunya yang bersama-sama mengantarkan ke jannahNya. Allahu A’lam Bi Ash Shawab.[]
*Revowriter Waringin Kurung)
Comment