Kondisi ini menjadi tantangan bagi Serikat Pekerja Elektronik Elektrik Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE FSPMI). Demikian disampaikan Ketua Umum SPEE FSPMI Judy Winarno dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Sentul, Bogor, tanggal 8 – 10 Mei 2017.
“Perusahaan besar bahkan tutup,” kata Judy. Dia kemudian mencontohkan Toshiba dan grup Panasonik. “Tutupnya perusahaan besar itu membuktikan bahwa buruh membutuhkan serikat pekerja. Sebab dengan serikat pekerja, buruh memiliki payung untuk melindungi hak-haknya.”
Judy menjelaskan, di tengah situasi sulit tersebut, SPEE FSPMI akan tetap fokus terhadap pengembangan organisasi dan penambahan jumlah anggota. Oleh karena itu, organisasi akan menggalakkan pendidikan dan pembelaan.
Jika SPEE kuat, maka akan menopang federasi (FSPMI). Jika FSPMI kuat, bisa menopang konfederasi (KSPI). Pada akhirnya bisa memperkuat gerakan buruh Indonesia. “Kita akan memperkuat diri dengan belajar,” tegas Judy.
Sementara itu, Deputi Presiden FSPMI Obon Tabroni mengingatkan agar kader-kader FSPMI untuk tidak putus asa.
“Kita akan terus bergerak. Hari Rabu tanggal 10 Mei nanti kita akan kembali turun ke jalan untuk menolak kenaikan tarif dasar listrik di DPR RI. Ini adalah bentuk kontrol sosial dari kaum buruh terhadap kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil,” kata Obon dalam rilis yang dikirim melalui siaran pers ke redaksi, Senin (8/5).
Menurut Obon, kaum buruh begitu bersemangat karena gerakan. Sebab hanya dengan gerakan kaum buruh bisa melakukan perubahan. Rakernas SPEE FSPMI ini dibuka oleh Sekretaris Jenderal FSPMI Riden Hatam Aziz.
FSPMI berfiliasi ke KSPI yang dipimpinan Said Iqbal ini memiliki 6 serikat pekerja anggota, yaitu: Serikat Pekerja Elektronik Elektrik, Serikat Pekerja Automotif Mesin dan Komponen, Serikat Pekerja Logam, Serikat Pekerja Perkapalan dan Jasa Maritim, Serikat Pekerja Aneka Industri, dan Serikat Pekerja Dirgantara dan Transportasi.[KSC]
Comment