Seputar Zakat Fitrah di Bulan Ramadhan

Opini621 Views

 

 

 

Oleh:  Mala Oktavia, Mahasiswi

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Zakat fitrah merupakan zakat yang wajib dikeluarkan ketika bulan Ramadhan. Hukumnya ialah wajib bagi setiap umat Muslim, baik dia laki-laki atau perempuan, kecil atau besar, merdeka atau budak. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad yang disampaikan oleh Ibnu Umar yang menyatakan:

“Rasulullah s.a.w. telah mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas budak dan orang yang merdeka, laki-laki dan perempuan, kecil dan besar dari kaum muslimin, dan beliau memerintahkan agar zakat itu dibayarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat (shalat Idul Fitri)” (HR Al-Bukhari nomor 1503 dan Muslim nomor 984).

Atas dasar inilah setiap Muslim yang merdeka dan memiliki kelebihan harta dari harta pokoknya di malam hari raya, maka ia wajib mengeluarkan zakat fitrah. Ia wajib membayar zakat atas dirinya dan orang-orang yang dia nafkahi, misalnya anaknya, istrinya, atau yang lain. Dinukil dari kitab Jami’ Ahkam an-Nisa’, jumhur ulama seperti imam Malik, Syafi’i, al-Laits, Ahmad, dan Ishaq, berpendapat bahwa suami membayarkan zakat fitrah atas istrinya, karena ia bertanggung jawab atas nafkahh istrinya. Sementara jumhur ulama lain seperti Abu Hanifah, ats-Tsauri, Ibnul Mundzir, dan Ibnu Hazm, berpendapat bahwa seorang istri harus mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya sendiri karena keumuman hadits dari Ibnu Umar di atas, “Rasulullah s.a.w. mewajibkan zakat fitrah…atas setiap muslim yang merdeka, atau hamba sahaya, laki-laki atau perempuan…”.

Ada pula beberapa tambahan yang disampaikan oleh Syaikh Abu Malik Kamal ibn as-Sayyid Salim dalam kitabnya Fiqh an-Nisa’, beliau mengutip dari kitab yang sama pula, yakni kitab Jami’ Ahkam an-Nisa’, bahwa (1) seorang laki-laki tidak wajib membayarkan zakat fitrah bagi istrinya yang belum ia gauli, alasannya ialah karena ia belum memiliki kewajiban untuk menafkahinya. (2) Jika seorang wanita berbuat durhaka kepada suaminya pada waktu pembayaran zakt fitrah, maka zakat fitrahnya harus ditanggung oleh dirinya sendiri dan bukan oleh suaminya. (3) Jika istrinya adalah seorang ahli kitab, maka seorang suami tidak perlu mengeluarkan zakat fitrah baginya, karena Nabi s.a.w. bersabda, “…dari kamu muslimin…”.

Lantas, apa saja yang perlu dikeluarkan oleh umat muslimin pada zakat fitrah? Sebagaimana hadits Rasulullah di atas, bahwa yang wajib dikeluarkan oleh setiap invividu adalah satu sha’ gandum (satu sha’ = empat mudd = kurang lebih dua liter) atau satu sha’ kurma. Ulama berpendapat juga bahwa bisa dengan satu sha’ anggur kering (kismis), atau beras, atau jagung, atau jenis bahan makanan pokok lainnya.

Dari Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Kami biasa mengeluarkan zakat fitrah berupa satu sha’ makanan atau satu sha’ gandum, atau satu sha’ kurma, atau satu sha’ keju, atau satu sha’ kismis.” (HR Al-Bukhari nomor 1506 dan Muslim nomor 985).

Waku pembayaran zakat fitrah berdasarkan hadits yang disampaikan Ibnu Umar, “Rasulullah s.a.w memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah sebelum orang-orang keluar untuk shalat Idul Fitri.” (Muttafaqun ‘alaih).

Maka ketika waktunya telah datang, wajib bagi setiap individu Muslimin membayar zakat fitrah.

Zakat yang telah dibayarkan bukanlah diberikan kepada setiap orang, tetapi kepada orang-orang miskin atau orang yang berhak menerima zakat.

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (QS at-Tawbah [9]: 60)

Zakat apapun, baik zakat hewan ternak, hasil pertanian dan buah-buahan, uang, dan barang dagangan, dibayarkan kepada Khalifah atau orang yang mewakilinya di antara para wali dan amil, atau orang yang ditunjuk Khalifah dari para as-su’âtu dan al-‘âmilîna atas zakat.

Rasulullah s.a.w. dahulu menunjuk para wali, amil, as-su’âtu atas zakat, untuk mengambilnya dari para pemilik harta.

Sebagaimana Rasulullah s.a.w. juga menunjuk para penaksir hasil pertanian untuk menaksir kurma dan anggur. Orang-orang pada masa Rasulullah s.a.w. membayar zakat kepada beliau, atau kepada orang yang beliau tunjuk di antara para wali, amil, dan as-su’âtu atas zakat.

Kondisinya berlangsung menurut yang demikian setelah beliau. Jadi, zakat dibayarkan kepada para Khalifah dan wali-wali mereka.

Terdapat riwayat-riwayat dari para sahabat dan tabiin atas bolehnya seseorang melakukan sendiri pendistribusian zakat dan meletakkannya pada tempatnya, pada harta-harta ash-shâmitah yakni uang.

Abu Ubaid telah meriwayatkan bahwa Kaysan datang kepada Umar dengan membawa 200 Dirham zakat. Dia berkata kepada Umar,

«يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ، هَذِهِ زَكَاةُ مَالِيْ»، فَقَالَ لَهُ عُمَرٌ: «فَاذْهَبْ بِهَا أَنْتَ فَاقْسِمْهَا»

“Ya Amirul Mukminin, ini zakat hartaku.” Umar berkata kepadanya, “Pergilah dan bagikanlah.”
Abu Ubaid juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata,

«إِذَا وَضَعْتَهَا أَنْتَ فِيْ مَوَاضِعِهَا، وَلَمْ تَعُدَّ مِنْهَا أَحَداً تَعُوْلُهُ شَيْئاً، فَلاَ بَأْسَ»

“Jika engkau letakkan zakat pada tempat-tempatnya dan tidak engkau kembalikan sedikit pun kepada seorang pun yang menjadi tanggunganmu, maka tidak apa-apa.”

Abu Ubaid juga meriwayatkan dari Ibrahim dan al-Hasan, keduanya berkata,

«ضَعْهَا مَوَاضِعَهَا، وَأَخْفِهَا»
“Letakkan zakat pada tempat-tempatnya dan sembunyikan.”

Ini pada ash-shâmitu yakni uang. Orang yang berzakat membayarkannya kepada Khalifah dan walinya, atau dia distribusikan sendiri. Ini berkaitan dengan uang, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.

Adapun hewan ternak, hasil pertanian dan buah-buahan—az-zurû’ wa ats-tsimâr—, maka harus dibayarkan kepada Khalifah atau orang yang ditunjuk khalifah. Adapun jika khalifah tidak ada, maka muzaki (orang yang berzakat) boleh mendistribusikannya kepada orang yang berhak atas zakat, yaitu mereka yang disebutkan di dalam surah At-Tawbah ayat 60.

Jadi, bagaimanapun kondisi dan situasi saat ini, menjalankan kewajiban zakat adalah suatu keharusan. Meskipun belum adaya Khalifah yang memimpin, tetapi pada akhirnya kita tidak boleh melalaikan perintah Allah SWT.
Wallahu ‘a’lam bii ash showab.[]

 

Comment