Senyum Naila (Cerbung Part 2)

Sastra254 Views

Oleh: Dewi Nila Kencana, Siswi SMPN 1 Simpang Empat, Tanah Bumbu

_________

Setelah percakapan itu aku masuk ke kamar, mengganti baju, dan mengerjakan PR yang diberikan guru saat di sekolah. Kakakku mengikuti, mulai mengganggu dan menjahiliku.

“Rajin banget sih mau nyaingin kakak ya kamu?” kakakku berkata mendaratkan tubuhnya di kursi.

“Kalau iya memangnya kenapa? takut kalah saing?” gurauku

“Ih apa sih, nggak level tahu saingan sama kamu,” balasnya.

Kami pun memulai adu mulut tanpa henti, seperti kakak dan adik pada umumnya yang sering ribut jika bersama, sampai akhirnya ibu datang.

“Sudah dong, kalian ini nggak bisa akur ya satu hari aja, kayak anak kecil tau!” ucap ibu.

Kakak pun keluar dari kamarku sambil tertawa dan menatap ke arahku. Hubunganku dengan kakakku sangat baik walaupun aku kadang iri dengannya namun kakakku selalu memberi dukungan dan motivasi kepadaku.

Pagi hari ini aku bangun agak siang karena hari ini adalah hari Minggu. Aku keluar kamar dan mencari kakakku

“Kak Gina mana Bu?” tanyaku
“Nggak tahu, katanya dia lagi ada acara organisasi gitu di kampus” jawab ibu

Kak Gina juga sangat aktif dalam berbagai organisasi. Ia tidak kenal lelah, semuanya diikuti mulai dari lomba sampai organisasi.
Saat aku tidur dia sudah tidak ada di rumah entah kemana.

Aku memutuskan menggunakan hari mingguku untuk pergi ke cafe bersama Tari sambil mengerjakan tugas diskusi kami. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul enam sore. Setelah aku pulang ke rumah ayah memarahiku.
“Ngapain saja kamu keluar sampai sesore ini tanpa memberi kabar apa-apa?” tanya ayah.
Kebetulan pada saat aku di cafe bersama Tari, telepon genggamku kehabisan baterai dan aku lupa mengabari ayah.

Orang tuaku merupakan strict parent, tipe orang tua yang mendidik anaknya dengan sangat ketat. Jadi wajar saja ayah marah saat aku tidak mengabari akan pulang terlambat.

“Ponsel Naila mati Yah, maaf lupa ngasih kabar. Tadi Naila kerja kelompok sama Tari di cafe.” sahutku.

“Oh ya sudah, lain kali jangan diulangi, kakak kamu kemana?” tanya ayah

Aku terkejut mengetahui ternyata Kak Gina belum pulang ke rumah. Walaupun kakakku sangat aktif dalam berbagai kegiatan, tidak biasanya dia tidak mengabari saat akan pulang terlambat.

“Lah Kak Gina belum pulang? Padahal sudah berangkat dari tadi pagi, kok belum pulang juga.” sahutku

Perasaanku mulai tidak enak “Ada apa dengan Kak Gina?” batinku.

Aku pun berdoa tidak terjadi apa-apa padanya. Setelah aku selesai mandi aku tertidur karena badanku rasanya sangat lelah. Saat tertidur aku bermimpi sangat buruk. Dalam mimpiku ada Kak Gina yang memakai baju bersimbah darah. Wajahnya penuh dengan luka dan terlihat seperti ingin menyampaikan pesan. Namun sebelum Kak Gina sempat berbicara aku terbangun dari mimpi yang sangat mengerikan itu.

Aku sangat bersyukur ternyata itu hanya mimpi. Aku terbangun karena mendengar dering telepon dari ponselku. Ternyata dari nomor tidak dikenal, aku pun mengangkat telepon itu dalam kondisi masih setengah sadar.

“Halo apa betul nomor ini milik Naila?” terdengar suara laki-laki yang tidak kukenali. Aku mengira telepon ini adalah penawaran paket internet seperti biasanya

“Iya betul ini siapa ya?” sahutku
“Saya dari kepolisian, mohon maaf sebelumnya saya ingin bertanya apa Mbak kenal dengan orang yang bernama Regina Wijaya?” jawab pria itu yang ternyata adalah polisi.
“Iya saya kenal, itu Kakak saya sendiri, ada apa ya?” perasaanku mulai tidak enak

“Ada apa sebenarnya ini” batinku.
“Saya ingin menyampaikan berita duka, kakak Anda yang bernama Regina Wijaya mengalami kecelakaan tabrak lari di Jalan Jenderal Sudirman. Nomor Anda kami temukan di kontak darurat ponsel korban” ucap polisi itu.

Sungguh kabar yang sangat mengejutkan, aku berpikir apakah ini masih mimpi. Aku mencubit tanganku, ternyata ini bukan mimpi. Melainkan mimpi yang menjadi kenyataan.

Setelah melamun cukup lama sembari mentraljan detak jantung, aku menanyakan lokasi kakakku ke polisi yang meneleponku tadi.

“Baik Pak, sekarang kakak saya ada di mana?”

“Kakak anda dilarikan ke Rumah Sakit Pelita”

Setelah aku menutup panggilan, bergegas aku memberi tahu ayah dan ibu. Kami sekeluarga segera menuju ke rumah sakit. Kami berusaha berpikir positif karena kami belum mengetahui apapun mengenai kondisi kakakku.

(Bersambung)

Comment