Penulis: Yurfi Imamah | Pemerhati Umat
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Problema terkait kaum pelang sempat menggemparkan hingga menjadi perkara yang lumrah dan seakan diterima beberapa kalangan. Bahkan keberadaannya pun tak lagi menjadi pemberitaan yang bertentangan dengan fitrah manusia. Problem ini adalah Lesbian, gay, biseksual dan transgender yang kini kian marak dilegalkan di beberapa negara.
Tak sedikit juga yang menggaungkan gerakan pernikahan sesama jenis, hingga menjadi keabsahan di suatu negara yang diperkuat melalui undang undang pernikahan sesama jenis. Berdasarkan data The Human Right Campaign (HRC) kini terdapat 32 negara di dunia yang melegalkan praktik LGBT.
Beberapa di antaranya seperti Australia, Irlandia dan Swiss yang melegalkan pernikahan LGBT melalui undang-undang hanya setelah pemungutan suara secara nasional. Austria, Brasil, Kolombia, Kosta Rika, Ekuador, Meksiko, Slovenia, Afrika Selatan, Taiwan, dan Amerika Serikat melegalkan melalui putusan pengadilan. Afrika Selatan dan Taiwan melegalkan undang-undang pernikahan sesama jenis setelah pengadilan memberikan amanat. Ada 22 negara telah melegalkan pernikahan sesama jenis secara nasional melalui undang-undang.
Pernyataan PBB Terhadap Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB tahun 2006 menyebutkan bahwa elgebete direspon dengan perjuangan masuknya hasil-hasil kesepakatan sidang-sidang PBB tentang kesetaraan gender, kependudukan dan HAM.
Pengadilan HAM Inter-Amerika adalah lembaga peradilan independen dari Organisasi Negara-Negara Amerika. Pada tahun 2018, lembaga ini mengeluarkan pendapat kepada Kosta Rika guna penandatangan Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia.
Kosta Rika selanjutnya berkewajiban untuk membuat pernikahan sesama jenis menjadi legal.
Diketahui, aturan berlaku untuk 20 negara yang menandatangani dan telah terbukti menjadi alat yang ampuh dalam mengadvokasi kesetaraan pernikahan di negara-negara tersebut.
Bagaimana dengan Indonesia? Di Indonesia gerakan untuk mendapat pengakuan hak juga diperjuangkan oleh kaum pelangi antara lain melalui berbagai organisasi mereka. Sempat beredar rencana kumpul bareng komunitas pelangi yang akan digelar di Jakarta pada bulan Juli 2023 lalu, namun batal digelar. Acara yang diorganisir oleh ASEAN SOGIE Caucus, organisasi di bawah Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 2021, bersama Arus Pelangi dan Forum Asia ini akan membuat pertemuan bertajuk ASEAN Queen Advocacy Week (AWW), di mana pesertanya adalah para aktivis LGBTQ se Asia Tenggara. Namun akhirnya batal digelar, hingga menuai kecaman dari lintas feminisme dengan mengecam penengak hukum yang dinilai ikut mengebiri hak kebebasan berkumpul, berserikat, dan berpendapat.
Melihat Indonesia yang dikenal sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai perbuatan yang sesuai dengan adab sopan santun, akhlak dan moral. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, namun kini mulai banyak terkikis dengan masuknya nilai kebebasan yang dikemas kapitalisme sekuler Barat yang memisahkan agama dari kehidupan atau sekularisme.
Budaya dan pemikiran Barat yaitu sekularisme ini, kian tumbuh subur di negeri ini. Dengan mengusung ide kebebasan, apapun yang dilakukan maka sah sah saja asalkan tidak merugikan orang lain.
Hal ini diperkuat oleh aturan perundang-undangan yang memberikan ruang kebebasan kepada rakyatnya. Seperti halnya yang tertuang dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) mengamanatkan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Kebebasan berpendapat di Indonesia sudah merupakan sebuah hak yang dilindungi oleh konstitusi.
Maka tak heran jika komunitas pelangi ini kian tumbuh subur di negeri ini, walaupun memiliki dampak meningkatnya jumlah pengidap HIV / AID yang salah satu penyumbangnya adalah kelompok MSM (man sex with man).
Tinggalkan sekularisme
Sekulerisme yang menumbuh suburkan kaum pelangi dengan dalih kebebasan dan hak asasi manusia semakin mencetak generasi amoral, berkepribadian liberal, bahkan tidak takut pada Sang Pencipta dan Pengatur, yakni Allah Ta’ala.
Karena sekulerisme jugalah yang menyebabkan kerusakan terus meningkat, kondisi generasi makin terancam dengan adanya komunitas kaum pelangi dan menghancurkan pemuda sebagai aset bangsa.
Oleh karena itu, sekularisme ini harus dicabut hingga ke akar-akarnya dari negeri ini. Lalu menggantinya dengan sistem Islam yang mampu melahirkan generasi terbaik juga bertakwa.
Islam sebagai agama dan sistem kehidupan yang memecahkan berbagai persoalan hidup. Memiliki aturan yang sempurna yang akan mengantarkan rahmat bagi seluruh alam. Mulai dari pergaulan, perekonomian, dan lain sebagainya. Islam memiliki seperangkat aturan yang lengkap.
Islam memberikan penjagaan dan perlindungan, termasuk pada komunitas-komunitas yang justru keberadaannya menjadikan ketaatan kepada Allah SWT sebagai Pencipta. Begitu juga dengan virus LGBT ini, bisa dihilangkan dengan penerapan kehidupan Islam secara menyeluruh. Wallahua’lam.[]