Penulis: Ami Aprillia | Ibu Pemerhati Umat
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Maraknya kasus KDRT yang berujung kematian di Indonesia semakin membuat miris. Pasalnya KDRT dilakukan sering kali bermula dari cekcok pasangan yang tidak bisa menahan amarahnya.
Prof. KH. Nassarudin Umar menjelaskan bahwa 55% kasus perceraian terjadi karena percekcokan. Bahkan Dirjen Bimas Islam Prof. Dr. Kamarrudin Amin mengatakan, tercatat kasus perceraian di Indonesia telah mencapai 516 ribu pasangan per tahun. Contoh kasus yang terjadi akhir-akhir ini di daerah Cikarang.
Dikutip dari Republika.com Kapolsek Cikarang Barat AKP Rusna Wati mengatakan, Nando membunuh istrinya karena kesal ketika ditanya masalah uang belanja. “Sebelum melakukan pembunuhan, pelaku dan korban sempat cekcok masalah ekonomi,” kata Rusna di Mapolsek Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Selasa (13/9/2023).
Banyak lagi kasus lainnya yang serupa. Hal ini menunjukkan lemahnya pengelolaan emosi dan daya tahan dalam menghadapi beratnya kehidupan. Inilah potret buram kehidupan sekuler kapitalistik yang jauh dari keimanan.
Berbeda dengan Islam di mana setiap muslim yang berakidah Islam mampu mengelola perasaan amarah yang sedang memuncak yaitu senantiasa dengan mengingat Allah Swt.
Ada beberapa cara mengendalikan marah sesuai dengan ajaran Rasulullah Saw. yang dikutip dari detik.com berjudul “Hadapi Masalah dengan Berserah” oleh Ipnu R Noegroho di antaranya yaitu:
1. Menanamkan dalam hati untuk tidak marah kecuali karena Allah Swt.
Contoh dari hal ini misalnya ketika melihat kemaksiatan yang merajalela, marah ketika melihat perbuatan yang zalim, dan lain sebagainya.
Dalam sebuah hadis dari Aisyah ra. dia berkata, “Rasulullah Saw. tidak pernah sama sekali memukul sesuatu dengan tangannya, juga tidak pernah memukul wanita (istri), dan tidak pernah memukul seorang pembantu. Beliau memukul jika berjihad di jalan Allah. Dan tidaklah beliau disakiti dengan sesuatu sama sekali, lalu beliau membalas terhadap pelakunya. Kecuali jika ada sesuatu di antara perkara-perkara yang diharamkan Allah dilanggar, maka beliau akan membalas dengan hukuman karena Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
2. Membaca taawuz adalah satu cara yang dicontohkan Rasulullah saw. untuk mengendalikan amarah. Bacaan ini berfungsi sebagai perlindungan dari godaan setan yang terkutuk.
Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda, “Jika seseorang yang marah mengucapkan: ‘A’uudzu billah (aku berlindung kepada Allah Swt)’ niscaya akan reda kemarahannya.” (HR Abu ‘Adi dalam Kitab Al-Kaamil)
3. Duduk atau mengambil posisi tidur
Umumnya, orang yang sedang diselimuti amarah merasa dirinya paling tinggi, paling benar, paling sempurna, dan paling tidak bersalah. Setelah mengambil posisi duduk, orang yang sedang marah diharapkan bisa sedikit lebih tenang dari sebelumnya.
Dalam sebuah riwayat hadits dari Abu Dzar ra. berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, hendak dia mengambil posisi tidur.” (HR Ahmad 21348, Abu Daud 4782, dan perawinya dinilai sahih oleh Syu’aib Al-Arnauth)
4. Mengambil air wudu.
Cara ini juga sangat ampuh dalam mengendalikan dan meredakan amarah. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah Saw., “Sesungguhnya marah itu dari setan dan terbuat dari api, dan api hanya bisa dipadamkan oleh air. Oleh karena itu, apabila seorang di antara kamu marah, maka berwudulah!” (HR Abu Daud)
5. Tetap sabar atau diam
Meskipun marah adalah salah satu sifat yang manusiawi karena manusia memiliki emosi, sejatinya marah tidak menyelesaikan masalah. Oleh karenanya, dengan tidak banyak berbicara dan melakukan hal-hal yang nantinya akan mengacaukan keadaan, hendaknya seseorang yang tengah marah bersabar atau berdiam diri.
Berdasarkan paparan di atas, kita ketahui Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk ketika marah agar seorang muslim mengendalikan amarahnya. Akidah Islam yang kuat juga akan memberikan kekuatan dan kesabaran seorang hamba dalam menghadapi beratnya kehidupan. Islam memiliki pandangan yang khas dalam pernikahan, pernikahan bukan hanya sekadar perjanjian yang bisa dipermainkan.
Tujuan pernikahan dalam Islam adalah supaya masyarakat tetap dalam ketaatan dan kemuliaan, juga menjauhkan dari dosa besar kemaksiatan.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-nisa ayat 21 yang artinya: “Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri), dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu.”
Islam telah menetapkan bahwa motivasi seseorang melangsungkan kehidupan suami istri adalah untuk beribadah kepada Allah Taala. Dengan demikian, setiap pasutri akan selalu menjadikan hukum syarak sebagai pijakan dan tuntunan dalam menjalankan biduk rumah tangga.
Menjadikan kehidupan pernikahannya sebagai kehidupan persahabatan antara seorang suami dan istri, dengan persahabatan yang sempurna dalam seluruh aspek kehidupan. Dengan demikian, keluarga atau rumah tangga menjadi tempat ketenangan bagi pasangan suami istri.
Tak hanya itu, keimanan seorang hamba juga menjadi perisai untuk tetap sabar dan tetap dalam kewarasan. Sehingga ketika terjadi suatu masalah tidak menjadikannya berpaling untuk melakukan kemaksiatan.
Untuk penerapan akidah dan keimanan Islam yang sempurna diperlukan peran negara. Negara membantu rakyatnya agar hidup tenang, aman, dan damai dalam suasana keimanan yaitu dengan memenuhi kebutuhan manusia dan menyejahterakannya. Wallahualam bissawab.[]
Comment