Penulis Rizka Adiatmadja | Praktisi Homeschooling
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kehidupan hari ini menancapkan sisi emulsi (perlombaan) yang semakin liar. Konsumerisme dan kehidupan yang hedon, tak ayal membuat mayoritas manusia terseret pada penghambaan simbol status, tak bisa dihindari penghancuran demi penghancuran sosiokultural terus terjadi.
Dari mana semua berawal dan mengakar? Mengapa narkoba menjadi pelarian dan akhirnya kerusakan menjalar menembus pilar kehidupan yang paling mendasar?
Indonesia menjadi pasar besar narkoba. Permintaan atas barang haram ini begitu menggila. Sehingga Indonesia menjadi bagian segitiga emas dalam perdagangan narkoba dunia. Tentu ini bukan prestasi, tetapi sebuah kondisi yang tentunya teramat menguras hati. Apa yang dilakukan pemerintah yang seakan-akan geming dengan kondisi kerusakan ini?
Dikutip dari radarbali.id – Mabes Polri belum lama ini menangkap WNA asal Ukraina dan kaki tangannya, mereka sebagai terduga pemilik mesin produksi narkoba di Badung dan sekaligus kurir yang mengantar barang haram tersebut kepada setiap pemesan. Lokasi adalah sebuah vila yang memiliki dua lantai, adapun yang mereka produksi adalah pil ekstasi dan sabu-sabu. Bahkan ada kebun ganja hidroponik di bagian atas vila. Menurut informasi terkait, sudah terhitung dua tahun mereka menempati vila tersebut.(8 Mei 2024)
Dikutip pula dari BATAM, KOMPAS.com – Polda Kepulauan Riau berhasil menggagalkan penyelundupan narkotika jenis sabu-sabu cair sebanyak 13,2 liter. Sabu-sabu cair ini dikemas dalam botol minuman kemasan teh Cina yang diduga akan dibawa ke luar provinsi melalui Bandara Internasional Hang Nadim Batam. (30 April 2024)
Dikutip dari BOGOR, KOMPAS.com – Tertangkapnya enam orang pelaku tawuran oleh Polresta Bogor di Gang Aut, Gudang, Bogor Tengah, membuktikan bahwa narkoba banyak beredar dalam bentuk kemasan makanan, seperti dibungkus permen ataupun minuman. Alhasil, barang itu dengan mudah dapat diakses oleh anak sekolah. Dua pelaku tawuran, setelah tes urine, terbukti positif narkoba. (11 Mei 2024)
Wilayah Nusantara yang begitu luasnya, telah menjadi sasaran empuk peredaran narkoba. Bukan hanya di Bogor, Bali, dan Batam. Sindikat narkoba yang tak sedikit, kerap pemberitaannya menghiasi kanal media. Upaya pemberantasan diberitakan dan terus dilakukan. Hanya saja yang tertangkap kebanyakan bandar narkoba dari lingkup kecil saja. Sedangkan gembongnya begitu licin untuk ditaklukkan, jaringannya begitu kuat mencengkeram dan tentunya aman dari jangkauan aparat.
Sudah menjadi rahasia umum jika keterlibatan aparat bukanlah isapan jempol semata sehingga narkoba akan semakin sulit diberantas dari akarnya. Bahkan Badan Narkotika Nasional pun kesulitan untuk menembus lingkaran setan peredaran narkoba ini.
Seberapa bahaya narkoba? Tentu jawabannya teramat berbahaya. Selain bisa menjadi depresan, stimulan, halusinogen, narkoba bisa menghilangkan fungsi yang memiliki urgensi tinggi. Narkoba bisa merusak fungsi agama, akal, jiwa, kehormatan, dan harta.
Para ulama memberi istilah pada narkoba sebagai muffatirrat (pembuat lemah) dan mukhaddirat (pembuat mati rasa). Narkoba termasuk dalam definisi khamar. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan.” (majmu’ alfatawa,34: 214)
Ada lima indikasi kuat yang menjadi penyebab jeratan narkoba sulit sekali dientaskan. Hal pertama mengacu pada sistem kehidupan yang diadopsi negara Indonesia yakni sekularisme yang menjadi kiblat aturan hidup. Maka, kebebasan dalam setiap lini kehidupan teramat digaungkan dan diagungkan. Manusia pada umumnya tidak mau terikat dan dihukumi oleh aturan Allah, bagi kaum sekuler kebebasan adalah hal mutlak yang harus diperjuangkan.
Kehidupan hari ini menjadikan konsumtif sebagai gaya hidup, hedonisme bukan lagi hal langka hari ini, kemajuan teknologi yang mempermudah komunikasi serta informasi yang menjadikan narkoba seakan-akan menjanjikan kesenangan. Sekularisme juga membentuk tren, kalau tidak memakai narkoba berarti tidak modern.
Hal kedua adalah sistem pendidikan yang tidak berbasis akidah, bisa memberikan peluang luas agar pelajar menjadi sasaran narkoba. Ketiadaan benteng akidah akan membuat mereka lemah dan mudah salah arah. SDM yang pintar tidak cukup, jika tidak dilandasi keimanan dan ketakwaan. Salah satu contohnya adalah ganja hidroponik, kecanggihan produk tersebut tentu dihasilkan oleh SDM yang pintar dan kreatif. Namun, akhirnya itu bisa menjadi bom yang ledakannya luar biasa hebat dalam merusak generasi.
Hal ketiga adalah sistem perekonomian kapitalisme, yang pastinya tidak menolak keuntungan besar-besaran dari pasar narkoba. Kesenjangan dan kesulitan hidup kian menjadi-jadi, sehingga akhirnya banyak remaja dan ibu rumah tangga menjadi kurir narkoba. Indonesia belum bisa pulih dari krisis multi dimensi (sosial, ekonomi, dan politik) alih-alih memberantas, malah kerusakan semakin melanggar batas.
Hal keempat adalah aturan sanksi yang begitu lemah dan tidak melahirkan efek jera. Sistem pemerintahan yang tidak kokoh, penegakan hukum yang rentan roboh, korupsi yang kian menggila dan membudaya. Sehingga para bandar dan pengedar tak akan pernah bisa terjerat hingga akar. Hukum yang tebang pilih, sogok menyogok yang menohok, bahkan banyak sindikat yang dilindungi aparat. Alhasil, semakin sulitlah narkoba menemukan ajalnya.
Hal kelima adalah politik demokrasi yang tidak melindungi generasi, tetapi memelihara oligarki. Memperkaya dan melindungi kekuasaan adalah karakteristik dari sistem politik demokrasi. Sehingga para perusak generasi itu bisa ongkang kaki dan merasa terlindungi.
Maka, jelaslah jika problematika narkoba ini adalah kerusakan sistemis. Perlu solusi yang integral dan mencakup akar masalah yang utama. Hanya Islam yang memiliki formula tersistem yang bisa mengentaskan racun sistemis yang semakin menjalar dan mengakar.
Islam memberi solusi agar masalah narkoba ini bisa dihentikan. Sejatinya kita perlu kembali pada aturan yang diciptakan langsung oleh Allah Swt. untuk mengatur urusan manusia di segala aspek kehidupan.
Sistem pendidikan Islam akan melahirkan SDM yang bertakwa sehingga mereka sangat memahami jika mengonsumsi atau memproduksi barang haram tersebut, konsekuensi adalah dosa. Sistem pendidikan Islam ini pun akan melahirkan SDM cerdas yang selalu memiliki keterikatan dengan Sang Pencipta sehingga mereka mampu menciptakan kecanggihan teknologi untuk kemaslahatan umat.
Sistem perekonomian Islam memiliki standar yang tinggi yakni hanya mengurusi yang halal. Tidak memberikan ruang untuk keharaman. Sistem perekonomian Islam tidak melahirkan kesenjangan sehingga tidak ada yang khawatir jika kemiskinan memaksanya untuk melakukan kemaksiatan demi terpenuhinya kebutuhan. Menjauhkan riba dan menyuburkan para dermawan. Niscaya keberkahan akan mengalir saat perekonomian Islam menguasai dunia dan mengurusi setiap negara.
Politik Islam teramat penting karena itulah yang menjadi penopang utama untuk segala sistem lainnya. Negara akan mencukupkan kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Jika kebutuhan masyarakat terpenuhi, tentu tidak akan ada yang depresi dan menjadikan narkoba sebagai tempat lari dan bersembunyi.
Islam memiliki sanksi yang melahirkan efek jera bagi pelaku dan bahkan yang melihat (tidak akan berani melakukan kemaksiatan yang sama). Pengedar narkoba di dalam Islam diberlakukan hukum takzir yang artinya hukum yang ditetapkan oleh seorang khalifah.
Hanya institusi Islam yang kompatibel dengan syariat Islam. Sehingga memang butuh sistem Islam untuk menjalankan syariat Islam secara kafah di setiap lini kehidupan. Pemberantasan narkoba membutuhkan tiga landasan utama. Individu yang bertakwa, kendali utama di masyarakat yang terbingkai dalam amar makruf nahi mungkar, kemudian dilindungi oleh perisai hukum yang dikelola negara dan penerapannya sesuai dengan aturan Islam.
Maka, tenteramlah kehidupan umat, jangankan narkoba, permasalahan keharaman lain pun akan lenyap serta-merta. Kemaksiatan semakin bisa ditekan dan bahkan dilenyapkan. Ini bukan catatan seremonial utopis, tetapi literatur sejarah mengabadikan semua, hanya sistem Islam yang mampu mengentaskan problematika manusia. Wallahu ‘alam bissawab.[]
Comment