Sawer Qoriah Antara Desakralisasi Al-Qur’an dan Merendahkan Marwah Muslimah

Opini303 Views

 

 

Oleh : Adzkia Tharra, Aktivis Muslimah

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA— Beberapa waktu lalu viral di Twitter sebuah video yang memperlihatkan seorang Qoriah internasional, Ustazah Nadia Hawasyi sedang membaca Al-Qur’an disawer oleh dua orang lelaki.

Dikutip dari RadarTegal (05/01/23), dalam video tersebut, qoriah internasional asal Tangerang sedang mengisi pengajian di panggung. Tiba-tiba ada seorang pria yang menyawer. Pria yang memakai kopiah dan sarung tersebut tiba-tiba menghamburkan uang di depan muka Nadia. Beberapa saat kemudian seorang laki-laki paruh baya juga naik ke panggung. Dengan santainya menaruh uangnya di jilbab sang qoriah. Tepatnya di jidat dan pelipis Ustazah Nadia.

Setelah itu ada seorang jamaah perempuan naik ke panggung juga memberikan uang. Namun kali ini dengan cara menaruh uang di atas meja tepat di depan Ustazah Nadia.

Setelah video penyaweran viral, sang qoriah Nadia Hawasyi angkat bicara. Nadia mengaku merasa tidak dihargai dengan aksi sawer tersebut.

“Saya merasa tidak dihargai,” ujar Nadia dalam pesan singkatnya seperti ditulis Kompas.com, Jumat (6/1/2023).

Namun, dia tidak bisa marah saat itu karena posisinya sedang mengaji.

“Tidak mungkin saya mau langsung tegur atau saya langsung berhenti dan turun dari panggung karena itu termasuk adab dalam membaca Al Quran,” ungkap Nadia.

Seusai beres melantunkan ayat suci Al Quran dan turun dari panggung, Nadia langsung menegur panitia.

“Jadi sebetulnya panitia yang salah, tidak menghormati kita sebagai pembaca Al Quran,” kata dia.

Kasus in pun menyita perhatian publik, beberapa tokoh agama dari berbagai lembaga pun mngecam aksi tersebut. Meskipun dalih perbuatan nyawer untuk apresiasi, tapi tetap saja itu merupakan perbuatan tidak terpuji apalagi terhadap qoriah yang sedang melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Karena terkesan melecehkan, menghargai diri seseorang dengan uang recehan, materi yang tidak seberapa.

Berkenaan dengan ini, Majelis Ulama Indonesia pun ikut angkat bicara. K.H. Cholil Nafis, melalui tweet-nya menyampaikan bahwa menyawer qari atau qariah merupakan cara yang salah dan tidak menghormati majelis. Bahkan, menurutnya, merupakan perbuatan haram dan melanggar nilai kesopanan.
Sayangnya, praktik ini jamak dilakukan di tengah masyarakat. Dalam berbagai pagelaran musik seperti dangdut dan campursari, saweran seakan hal biasa. Bahkan ada yang dari kalangan santri, tokoh masyarakat, tokoh agama ikut meramaikannya dengan nyawer.

Sawer saat seseorang bernyanyi saja masih dianggap tidak etis, apalagi terhadap seorang qoriah yang sedang melantunkan Al-Qur’an.

Perbuatan tidak terpuji tersebut jangan dijadikan tradisi dan harus dihentikan. Sebab aksi sawer terhadap qariah merupakan cara keliru, tidak menghormati majelis, dan melanggar nilai kesopanan. Pun perbuatan yang bertentangan, tak menghargai ayat-ayat suci Al-Qur’an yang tengah dibaca qoriah.

Dampak Sawer terhadap kesakralan Al-Qur’an dan Marwah Islam

Apa yng terjadi di video viral tersebut merupakan tindakan yang bertentangan dengan adab mendengarkan Al-Qur’an. Membaca Kalamullah disamakan dengan mendendangkan lagu dangdut. Nilai kesakralan kitab suci umat muslim pun menjadi ternoda. Aktivitas ini merupakan bentuk desakralisasi Al-Qur’an.

Kehidupan sekuler tampaknya telah menggerus keimanan. Sekularisme sukses membuat umat ini tak lagi mementingkan agama. Standar materi yang khas pada pola pikir kapitalis pun telah merasuk di relung kaum muslim. Di mana kebahagiaan hanya dinilai dengan banyaknya uang. Seperti yang dicontohkan dua pemuda yang menyawer qariah. Saweran itu dianggap sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan bagi qariah. Dua pemuda tadi mengira, dengan saweran sang qariah bahagia sebagaimana para biduan.

Jikalau dibiarkan, aktivitas nyeleneh ini bisa saja menjamur di kalangan kaum muslim. Mereka menganggap Al-Qur’an bukan lagi kitab suci yang wajib disakralkan namun menjadi sebatas buku sebagaimana buku lainnya.

Desakralisasi seperti ini sangat berbahaya. Umat akan terjauhkan dari petunjuk yang hak. Mereka tak akan menjadikannya sebagai panutan atau petunjuk hidup. Alhasil, kaum muslimin akan hidup dalam aturan bukan Islam. Parahnya, sisi gelap jahiliyah bisa kembali dan merusak umat muslim.

Oleh karena itu sawer kepada qoriah akan memberikan dampak buruk terhadap marwah Islam, khususnya pada Al-Qur’an yang tengah dibaca dan sosok Muslimah sebagai pembacanya. Dampak yang mungkin terjadi antara lain:

Pertama, mengurangi sakralitas pembacaan ayat suci Al-Qur’an. Suasana sakral dan religius dalam aktivitas ibadah hilang dan brganti dengan suasana riuh, tak ubahnya panggung dangdut atau campursari.

Kedua, terjadi pelecehan terhadap kemuliaan Al-Qur’an. Padahal demi menjaga kemuliaannya, Islam telah menggariskan bagi qori/qoriah untuk membaca secara tartil, pun bagi para pendengarnya agar menyimak dengan khusyuk. Aksi sawer jelas menabrak adab-adab memuliakan tersebut.

Ketiga, menimbulkan persepsi buruk tentang sosok qori/qoriah di kalangan masyarakat. Para qori/qoriah seolah tak ada bedanya dengan penyanyi dangdut atau campursari yang biasa menerima saweran. Terkesan “matre”, menjual agama demi sejumput rupiah hasil saweran. Marwah mereka sebagai penjaga Al-Qur’an lenyap.

Keempat, menodai marwah muslimah. Kasus sawer dengan memasukkan uang ke dalam kerudung qoriah Nadia Hawasyi, merupakan bentuk pelecehan terhadap Muslimah. Mereka laksana boneka yang tak layak dihormati.

Kelima, marwah Islam tak terjaga. Secara umum agama Islam tak lagi dihormati. Umat Islam terjebak pada acara seremonial tanpa makna. Agama justru dirusak dalam acara keagamaan. Miris, yang menjadi perusak Islam justru Muslim itu sendiri.

Demikianlah, bila sawer terhadap qoriah dibiarkan terus-menerus terjadi bahkan dianggap sebagai tradisi, dimungkinkan akan menurunkan marwah Al-Qur’an, qori/qoriah, kaum muslimah, dan agama Islam secara umum. Maka kecaman MUI pusat serta upaya koordinasi dengan MUI daerah untuk melakukan pembinaan serta meminta klarifikasi apa yang sebenarnya terjadi, layak kita apresiasi.

Sikap yang harus dilakukan ketika mendengarkan lantunan Al-Qur’an

Islam sendiri sebenarnya telah mengajarkan bagaimana seorang muslim bersikap ketika diperdengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an.
Allah Taala berfirman:

وَاِذَا قُرِئَ الْقُرْاٰنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

Artinya: “Jika dibacakan Al-Qur’an, dengarkanlah (dengan saksama) dan diamlah agar kamu dirahmati.” (QS Al-A’raf: 204).

Menurut ayat di atas, seorang muslim diperintahkan untuk diam dan mendengarkannya. Imam Ahmad, menyampaikan orang yang mendengarkan ayat Al-Qur’an akan dicatat sebagai kebaikan yang berlipat ganda.

Dari Abu Sa’id maula Bani Hasyim, dari Abbad ibnu Maisarah, dari Al-Hasan, dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:

“Barang siapa mendengarkan suatu ayat dari Kitabullah, maka dicatatkan baginya kebaikan yang berlipat ganda. Dan barang siapa yang membacanya, maka ia mendapat nur (cahaya) di hari kiamat.”

Dengan menyimak bacaan Al-Qur’an, dan mencoba untuk memahami dan mentadaburinya, hati akan tenang. Apalagi jika memahami isi ayat itu, terdapat berita luar biasa yang dibawa olehnya. Rasulullah dan para sahabat misalnya, selalu menangis jika mendengar bacaan ayat suci Al-Qur’an.

Sebagaimana diriwayatkan dalam hadis, “Aku mendatangi Nabi saw. dan beliau sedang salat. Dan pada kerongkongannya ada suara seperti suara air di periuk yang mendidih. Yakni, beliau menangis.” (HR At-Tirmidzi, Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa’i. Hadits ini sanadnya kuat).

Salah satu upaya mencegah desakralisasi Al-Qur’an semakin luas adalah menciptakan lingkungan yang kondusif. Maksud dari lingkungan yang kondusif adalah menyuasanakan lingkungan masyarakat, sekolah atau rumah agar dekat dengan Al-Qur’an.

Hanya saja, kedekatan dan pensakralan Al-Qur’an tidak cukup dengan meletakkannya di rak atas, menciumnya, mendengarkan atau menghafal. Tapi harus memahami isinya dan mengaplikasikan dalam kehidupan. Karena Al-Qur’an adalah petunjuk hidup. Sebagaimana janji Allah kepada umatnya ketika mengikuti Al-Qur’an:

“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS Al-Isra: 9).

“Dan Kami turunkan kepadamu Alkitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS An-Nahl: 89).

Begitu juga dijelaskan dalam QS Thaha: 123—124:

“Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.”

Ayat-ayat di atas merupakan petunjuk bagi umat manusia, bagaimana cara terbaik memperlakukan Al-Qur’an.
Maka selama umat saat ini masih berada dalam lingkungan sekularisme dan kapitalisme, kaum muslim tidak akan bias mensakralkan Al-Qur’an dengan sempurna.

Karena mereka akan terus dipengaruhi oleh pemikiran Barat untuk merendahkan Al-Qur’an, hingga terjadilah desakralisasi A-Qur’an dan umat akan semakin jauh dari kitab sucinya. Wallahu a’lam.[]

Comment