Sania Nabila Afifah*: Kekerasan Terhadap Guru, Kemana Arah Kebijakan Dan Tujuan Pendidikan Kita?

Opini601 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Apa kabar dunia pendidikan? Sepertinya saat ini pendidikan di tanah air dalam kondisi yang memprihatinkan. Mengapa tidak, kasus kekerasan pada guru terus saja berulang. Kini status sebagai guru tidak lagi mendapat tempat terhormat dengan posisinya yang mulia.

Apa yang dimaksud dengan guru ?

Secara umum, pengertian guru adalah seorang tenaga pendidik profesional yang mendidik, mengajarkan suatu ilmu, membimbing, melatih, memberikan penilaian, serta melakukan evaluasi kepada peserta didik. Guru adalah seseorang yang telah mengabdikan dirinya untuk mengajarkan suatu ilmu, mendidik, mengarahkan, dan melatih peserta didik agar memahami ilmu pengetahuan yang diajarkannya.

Dalam hal ini, guru tidak hanya mengajarkan pendidikan formal, tapi juga menjadi sosok yang diteladani oleh para murid.

Dari penjelasan ini, dapat memahami bahwa peran guru sangat penting dalam proses mencetak generasi yang berkualitas, baik dari sisi intelektual maupun akhlak.

Namun sayang, saat ini marak sekali kasus kekerasan terhadap guru dan diperlakukan tidak manusiawi oleh muridnya sendiri.

Laman DetikNews, Sabtu (6/10/2019) mengungkap mirisnya peristiwa pengeroyokan terhadap seorang guru SMK Ichtus  di Sulaawesi Utara, Manado atas nama Alexander Warupangkey. Pengeroyokan oleh siswa tersebut berujung maut.

Alexander tewas dalam penanganan medis setelah ditikam muridnya berinisial F, yang tak terima ditegur karena merokok di lingkungan sekolah. Korban dibawa ke RS Angkatan Udara dan sempat dirujuk ke RS Malalayang, Manado, dan dinyatakan meninggal dunia.

Mengapa hal tersebut bisa terjadi berulang?

Mengapa murid tega melakukan kekerasan terhadap guru hanya dikarenakan hal sepele?  Ada yang perlu dikoreksi dan dikaji ulang terkait sistem pendidikan yang sangat sekularistik saat ini.

Walaupun pemerintah berulang kali merevisi kurikulum namun jika dasar dalam sistem pendidikan tetap berbasis sekuler, maka tetap saja tidak akan mampu menjadikan anak didik sebagai generasi yang mampu bangkit secara pemikiran dan moral. Sebab dalam pola pendidikan dengan kurikulum sekuler, guru hanya dituntut untuk menyampaikan ilmu saja. Tidak ada nilai-nilai Islami (moral, red) yang disampaikan guru dalam setiap mata pelajaran.

Jadi ada pemisahan agama dalam pendidikan. Sehingga perasaan dan pemikiran terpisah secara signifikan.

Sementara pendidikan karakter yang dijalankan pemerintah makin nampak nyata dengan out put pendidikan berupa manusia sekuler liberal, berketerampilan, berkeahlian tetapi dengan budaya, karakter dan mental sekuler kapitalis.

Kesuksesan diukur dari gelar akademik dan siap bekerja atau mencipatakan lapangan kerja. Sedangkan Islam diposisikan sebagai agama dalam pandangan Barat, yang hanya mengatur aspek ibadah ritual semata seperti, shalat, puasa, zakat, haji. Tidak menyentuh persoalan praktis terkait perilaku, akhlak dan moral secara umum. Islam diajarkan sebatas ilmu pengatahuan tanpa amaliyah praktis. Maka itulah, tidak heran jika kemudian murid tiba-tiba dengan mudahnya berlaku buruk terhadap gurunya.

Sebagaimana dikutip dari laman Jeda.id,  menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, menyatakan nyawa dari gerakan pendidikan adalah literasi. Muhadjir juga menyampaikan literasi tak melulu soal membaca buku. Menghadapi era industri 4.0 setidaknya ada 6 literasi dasar yang wajib dikuasai.

“Padahal literasi itu tidak hanya membaca buku saja. Melalui membaca, seseorang akan memiliki perspektif baru. Kemudian, dia juga membuat karya. Proses itu terjadi terus menerus sepanjang hayat,” kata Mendikbud seperti dikutip dari laman Gerakan Literasi Nasional, Senin (9/9/2019).

Dikutip dari laman Kumparan.com, Rabu (23/10/019), Jokowi Minta Mendikbud Nadiem Makarim Siapkan SDM Siap Kerja. Jokowi meminta Nadiem Makarim untuk membuat terobosan di dunia pendidikan. Ia ingin pendiri Gojek itu menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) siap kerja dan usaha.

Padahal tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang ditetapkan UU No.20 Tahun 2003 adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Lalu, kemana sebenarnya arah dan tujuan pendidikan nasional kita?

Pendidikan dalam Islam juga bertujuan memperkuat kepripadian para siswa sehingga mereka kelak menjadi pemimpin, penjaga dan pelayan berbagai persoalan umat islam dan rakyat secara umum. Tujuan ini sangat sinkron dengan tujuan pendidikan yang telah digariskan oleh UU No. 20 Tahun 2003. Wa’allahu a’lam.[]

*Ibu rumah tangga, tinggal di Jember

Comment