Safira M. Shalihah: Usir Pencuri, Undang Penjajah

Opini690 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Hubungan Indonesia dengan Cina yang sempat menegang lantaran masalah perbatasan zona ekonomi eksklusif (ZEE) di perairan Natuna, Kepulauan Riau. Kini mulai mereda.

Di tengah suasana yang mulai tenang dengan Cina, pemerintah menawarkan Jepang dan Amerika Serikat berinvestasi di Natuna. Saat bertemu Menlu Jepang Toshimitsu Motegi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak Jepang berinvestasi di Natuna.

Investasi yang ditawarkan ke Jepang adalah untuk membangun sentra kelautan dan perikanan terpadu.

Tawaran serupa juga disampaikan pemerintah Indonesia kepada Amerika Serikat melalui lembaga keungannya International Development Finance Corporation (IDFC), yang dipimpin Adam Boehler.

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang ikut hadir dalam pertemuan itu menjelaskan akan membahas sejumlah proyek dengan pihak IDFC.

Proyek yang akan dibahas antara lain proyek tol di Pulau Jawa dan Sumatera hingga proyek perikanan di Natuna. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang juga hadir dalam pertemuan menjelaskan lembaga bentukan Pemerintah Amerika Serikat (AS) itu akan menyiapkan dana Rp 70 triliun untuk Indonesia.

Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia menyebutkan, ini merupakan upaya pemerintah untuk memperkuat kedaulatan Natuna melalui kerjasama dengan negara yang dianggap “rival” Cina.

Seperti Jepang yang secara historis punya hubungan kurang baik dengan Cina. Dengan menanamkan jejak, entah itu jejak industry, jejak produksi, pertanian, perikanan, pariwisata di laut Natuna akan mengurangi klaim 9 garis putus yang disuarakan Cina.

Persengketaan yang terjadi antara Cina dengan Indonesia lantaran keduanya berpijak pada hokum dasar yang berbeda atas wilayah laut Natuna. Indonesia berpijak pada Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) RI atas dasar Konperensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 atau UNCLOS 1982.

Sementara Cina mengakui bahwa pihaknya berhak atas sumber daya alam di Natuna berdasarkan 9 garis putus-putus Cina melewati ZEE RI. 9 garis-garis putus ini merupakan klaim Cina atas wilayah Laut Cina Selatan yang muncul di peta Dinasti Qing dari Zaman Kekaisaran Tiongkok. Atas dasar itu, kapal ikan Cina pun dengan berani memasuki wilayah perairan Natuna.

Pemerintah berusaha memperkuat keamanan di wilayah Natuna dengan mengerahkan TNI hingga jet tempur lantaran protes terkait kapal ikan yang mencuri SDA Natuna tidak digubris pemerintah Cina. Upaya berikutnya pun dilakukan dengan mengaet negara asing yang notabene rival Cina berinvestasi di Natuna.

Lantas, bukankah sama saja? Pemerintah mengusir pencuri SDA namun mengundang para investor asing yang pastinya juga sama akan mengeruk SDA demi kepentingan mereka.

Ini sama saja seperti mengundang penjajah. Sebab apapun bentuk investasi di system kapitalisme hari ini jelas hanya akan menguntungkan para pemilik modal.

Dalam hal ini Jepang dan AS sebagai pemilik modal malah merasa di atas angina ketika Indonesia justru membuka keran penanaman modal asing.

Pada saat kekayaan negeri ini sudah dikuasai penanaman modal asing, maka ekonomi kita secara keseluruhan adalah ekonomi bangsa lain. Ekonomi yang kita hitung tiada lain adalah ekonomi bangsa lain.

Sehingga perhitungan PDB kita sejatinya hanya menghitung dari produksinya orang-orang asing yang beroperasi di Indonesia, tidak mencerminkan produksi bangsa sendiri.

Investasi asing ini juga tidak memberikan keuntungan yang besar kepada kas negara, tidak memberikan nilai tambah ekonomi yang tinggi kepada ekonomi kita.

Tentu keputusan yang salah menguatkan kedaulatan perairan Indonesia dengan membuka investasi dengan negara lain. Justru malah memunculkan kejahatan-kejahatan lain terhadap negeri ini. Sebab dengan makin membuka celah investasi asing, artinya melengkapi dominasi asing atas negeri ini.

Dengan itu pula, penjajahan gaya baru atas negeri ini akan semakin dalam. Tentu semua itu tidak boleh dibiarkan. Sebab, kaum Muslim diharamkan memberikan jalan kepada orang kafir untuk bisa mendominasi dan menguasai kaum Mukmin.

Allah SWT berfirman, “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang Mukmin.” (TQS. an-Nisa’ [4]: 141).

Maka tidak ada solusi lain selain menerapkan system Islam dalam naungan Khilafah. Sistem tersebut nantinya akan menjalankan perekonomian yang sesuai dengan Islam dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dan manusia negeri ini, termasuk menghindari berbagai perjanjian luar negeri yang bertentangan dengan Islam.

System Islam dalam Khilafah juga akan menjaga kedaulatan wilayahnya. Khilafah akan melakukan persiapan semaksimal mungkin untuk bisa mengalahkan musuh yang hendak menyerang kedaulatan negara. Mengamalkan surah Al-Anfal ayat 60, khilafah akan menyiapkan kekuatan hingga level mampu menggentarkan musuh.

Mulai dari banyaknya pasukan, kualitas prajurit, canggihnya alutsista, hingga besarnya anggaran militer. Sehingga hanya dengan khilafahlah wilayah kaum muslimin akan terjaga.[]

Sumber: detik.com

Comment