Saat Cahaya Ilmu Tertutup Gelapnya Dosa

Opini105 Views

 

Penulis: Poppy Kamelia P. BA(Psych), CBPNLP, CCHS, CCLS, CTRS. | Pelatih Parenting Islam, Konselor dan Terapis Kesehatan Mental, Penulis, Pegiat Dakwah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Sekolah seharusnya menjadi tempat paling aman setelah rumah. Tempat di mana tawa anak-anak bergema, harapan tumbuh, dan ilmu menjadi bekal masa depan. Tapi kenyataan begitu kejam. Dinding-dinding sekolah berkali-kali menjadi saksi bisu pengkhianatan yang tak termaafkan.

Guru, yang seharusnya melindungi, justru merenggut kepercayaan dengan cara paling keji. Anak-anak yang datang dengan semangat, pulang dengan luka yang tak terlihat. Luka yang membekas seumur hidup, menggerogoti jiwa mereka dalam sunyi.

Kisah tragis kembali terjadi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Seorang guru olahraga dengan teganya mencabuli delapan muridnya, anak-anak yang masih polos, yang seharusnya ia lindungi dan bimbing. Lebih menyakitkan, tindakan keji ini telah berlangsung sejak korban masih di kelas satu SD. (Tirto.id, 6/3/2025)

Di tempat lain, di sebuah SMK di Kalideres, 40 siswi mengaku mengalami pelecehan oleh oknum guru. Pelecehan itu tidak terjadi dalam satu hari, melainkan berlangsung selama bertahun-tahun dalam diam, seolah-olah kejahatan itu tumbuh subur dalam kebisuan dan ketidakberdayaan. (Kompas.com, 7/3/2025).

Lantas, Bagaimana bisa sekolah yang digadang-gadang sebagai tempat paling aman bagi anak-anak, justru menjadi sarang ketakutan bagi mereka?

Mungkin mudah menyalahkan oknum, seolah ini hanya ulah segelintir orang tak bermoral. Namun, kasus yang terus berulang membuktikan ada sistem yang membiarkan, bahkan tanpa sadar membentuk lingkungan bagi kebejatan ini.

Media bebas menampilkan konten vulgar, pergaulan dibiarkan tanpa batas, dan pendidikan lebih sibuk mengejar angka ketimbang membentuk akhlak. Semua ini berkelindan, menyuburkan kebobrokan moral.

Dalam sistem yang mengagungkan kebebasan tanpa batas, kita melihat bagaimana manusia kehilangan kendali atas hawa nafsunya. Tidak ada pagar yang cukup kuat untuk menahan kebejatan ketika moralitas tidak menjadi fondasi utama dalam kehidupan. Dalam lingkungan seperti ini, seorang guru yang seharusnya menjadi penjaga justru bisa menjadi pemangsa.

Hal yang lebih menyedihkan, sering kali korban tidak mendapatkan keadilan yang seharusnya. Berapa banyak kasus yang akhirnya tenggelam dalam ketidakjelasan, berapa banyak anak yang dipaksa bungkam karena takut atau dipersalahkan?

Jika kita benar-benar ingin mengakhiri siklus kelam ini, kita tidak bisa hanya berhenti pada hukuman bagi pelaku. Kita harus berani menelusuri akar masalahnya dan menggantinya dengan solusi yang benar-benar mampu mencegah kejahatan ini terjadi.

Islam telah memberikan jalan keluar yang jelas. Bukan sekadar memberi sanksi bagi pelaku, tetapi juga menutup setiap celah yang memungkinkan pelecehan seksual terjadi.

Dalam Islam, pendidikan tidak hanya soal kecerdasan, tetapi juga soal akhlak. Seorang guru bukan hanya sekadar pengajar, tetapi juga pembimbing moral. Sistem pendidikan Islam memastikan bahwa mereka yang diberi amanah untuk mendidik bukan hanya memiliki kecakapan akademik, tetapi juga memiliki kepribadian yang lurus dan ketakwaan yang kuat.

Tidak akan ada celah bagi seorang predator untuk bersembunyi dalam sistem yang menjunjung tinggi integritas dan amanah.

Islam juga memiliki sistem pergaulan yang jelas, yang memastikan interaksi antara laki-laki dan perempuan berlangsung dalam batasan yang benar, sehingga tidak ada kesempatan bagi tindakan-tindakan melecehkan untuk terjadi.

Di samping itu, Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas. Hukum dalam Islam bukanlah hukum yang lunak terhadap pelaku kejahatan seksual. Tidak ada ruang bagi pelaku untuk sekadar mendapatkan hukuman ringan atau sekadar teguran administratif. Dalam Islam, kejahatan seperti ini dipandang sebagai tindakan yang tidak hanya merusak korban, tetapi juga merusak tatanan sosial secara keseluruhan.

Oleh karena itu, sanksi yang diberikan harus mampu memberikan efek jera, bukan hanya bagi pelaku, tetapi juga bagi siapa pun yang berpikir untuk melakukan hal serupa.

Namun, semua ini tidak akan bisa terwujud selama kita masih bersikeras mempertahankan sistem yang gagal ini. Kita tidak bisa berharap bahwa hanya dengan menuntut keadilan bagi korban, masalah ini akan selesai.

Kita harus berani mengambil langkah lebih besar, langkah yang benar-benar akan mengakhiri siklus pelecehan seksual di dunia pendidikan. Dan itu hanya bisa dilakukan dengan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh.

Kita tidak bisa lagi terus membiarkan anak-anak kita menjadi korban dari sistem yang bobrok ini. Tidak boleh ada lagi ruang bagi seorang predator untuk berlindung di balik profesi mulia sebagai pendidik. Pendidikan harus kembali menjadi tempat yang aman, tempat yang benar-benar mendidik, bukan tempat yang melahirkan trauma.

Saatnya kita mengakui bahwa sistem yang kita jalani saat ini tidak mampu melindungi generasi kita. Saatnya kita kembali kepada sistem yang benar, sistem yang berasal dari Sang Pencipta yang Maha Mengetahui.

Pelecehan seksual di dunia pendidikan tidak akan berhenti jika kita hanya diam dan berharap keadilan akan datang dengan sendirinya. Kita harus bergerak, bukan hanya sekadar mengecam, tetapi menuntut perubahan yang mendasar.

Jangan biarkan ketakutan dan trauma menjadi bagian dari kehidupan anak-anak kita. Mereka berhak mendapatkan pendidikan yang aman, mereka berhak mendapatkan masa depan yang lebih baik.

Hal itu hanya bisa terwujud jika kita kembali kepada aturan yang telah ditetapkan oleh Allah. Karena hanya dengan cahaya Islam, kegelapan ini bisa benar-benar dihapuskan. Wallahu A’lam Bisshowaab.[]

Comment