Penulis: Rizki Utami Handayani, S.ST – Pengajar di Ma’had Pengkaderan Da’i Cinta Quran Center
RADARINDONESIANEWS COM, JAKARTA– Mungkin kita pernah mendengar sebuah ungkapan jika sakit itu adalah bunganya kematian. Tapi tentu saja setiap orang yang sakit ingin kembali sehat seperti semula, yang sehat ingin senantiasa sehat. Jika seseorang sehat maka bisa produktif melakukan ragam kegiatan untuk berkontribusi untuk kehidupan pribadi, keluarga bahkan untuk umat manusia secara luas.
Berbagai upaya dilakukan oleh setiap orang agar senantiasa sehat dan bugar, dari mulai olahraga, mengkonsumsi vitamin dan makanan sehat, asupan cairan memadai dan istirahat yang cukup. Namun terkadang meskipun sudah melakukan segenap ikhtiar, sakit itu tetap datang. Sakit ringan hingga berat, bahkan bisa jadi suatu penyakit bisa menjadi sebuah wabah yang bisa memusnahkan banyak manusia.
Dalam sejarah ada beberapa wabah yang terjadi, seperti wabah black death, flu spanyol, flu babi hingga covid-19 yang banyak merenggut nyawa umat manusia.
Para ahli telah melakukan segenap upaya untuk mengatasinya, dan menjadi pelajaran berharga bagi generasi yang akan datang, agar wabah serupa tidak terulang kembali.
Walaupun kini wabah covid-19 sudah berlalu. Ternyata masih ada penyakit-penyakit yang menjadi momok di masyarakat di setiap tahunnya. Bahkan Inodnesia menjadi daerah endemik bagi penyakit tertentu, misalnya seperti penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue). Seperti yang dilansir dari www.liputan6.com, bahwa Indonesia sebagai negara endemik dengue, menghadapi tantangan yang sama setiap tahunnya. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) hingga minggu ke-52 tahun 2023 mencatat 98.071 kasus dengan 764 kematian.
Angka kasus kematian akibat demam berdarah dengue dalam lima tahun terakhir semakin meningkat. Keterlambatan penanganan serta pemantauan yang kurang baik bisa menjadi penyebabnya. Penularan dengue pun semakin menjadi ancaman akibat dampak dari perubahan iklim.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyampaikan, dengan adanya perubahan iklim dan perubahan ekosistem di lingkungan, peningkatan kasus dengue tidak lagi terjadi setiap lima atau sepuluh tahun bersamaan dengan siklus musim hujan. Kasus dengue kini ditemukan sepanjang tahun. Kondisi El Nino pun akan berdampak pada tingginya kasus dengue karena dapat memicu perkembangan nyamuk yang lebih cepat dan membuat frekuensi menggigit nyamuk menjadi lebih sering.
Demam berdarah dengue atau DBD adalah penyakit yang sangat urgent karena dapat menyebabkan kematian tanpa adanya pengobatan khusus. Berbagai upaya sudah dilakukan tapi data masih membuat kita tercengang, karena ternyata kasus kematian akibat DBD didominasi anak-anak.
Dilansir dari www.kompas.co.id, Kementerian Kesehatan melaporkan 73 persen dari 1.183 kematian akibat demam berdarah dengue pada tahun 2022 adalah anak-anak berusia 0-14 tahun. Karena itu, berbagai inovasi sebagai upaya pencegahan penularan diperlukan untuk menekan angka infeksi penyakit tersebut.
Hal yang mengkhawatirkan adalah, kasus DBD terus meningkat dan bahkan sudah merenggut jiwa termasuk anak-anak. Sebenarnya DBD adalah penyakit yang dapat dicegah dengan beberapa langkah yang harus dilakukan secara terpadu oleh berbagai pihak termasuk masyarakat, kesadaran masyarakat akan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan juga perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sangat dibutuhkan.
Perlu kesadaran pencegahan sejak dini dan terwujud sistem yang kuat untuk mengantisipasi kegiatan ini. Pada saat yang sama, juga dibutuhkan kesiapan RS untuk menangani penderita yang membutuhkan rawat inap. Negara memfasilitasi kebutuhan tersebut, karena kebutuhan akan layanan kesehatan bersifat mutlak.
Negara harus menyiapkan mekanisme akses ke RS dengan cara yang tepat dan gratis, negara juga harus mengoptimalkan edukasi pada masyarakat tentang PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dan upaya pencegahan penularan DBD dan berbagai hal yang dapat dilaksankan tingkat rumah tangga. Negara juga perlu menyiapkan upaya pencegahan dengan teknologi unggul dan merata disemua wilayah.
Dalam Islam kesehatan adalah salah satu kebutuhan pokok kolektif masyarakat selain pendidikan dan keamanan, yang titik tekan tanggung jawabnya ada di negara. Masyarakat tentu dihimbau secara pribadi untuk senantiasa menjaga kesehatan pribadi dan lingkungan, namun dalam konsep Islam tugas negara adalah meriayah (mengurusi) rakyatnya, peran pemimpin itu seperti pelayan bukan hanya sekedar regulator.
Sejatinya sektor kesehatan ini tidak diperkenankan untuk diliberalisasi apalagi dijadikan ajang bisnis untuk mendapatkan keuntungan baik oleh swasta maupun negara.
Tidak sedikit masyarakat yang akhirnya menemui ajalnya karena memang tidak mendapat pelayanan kesehatan saat sakit dengan alasan tidak ada biaya pengobatan. Bisa juga karena tidak ada pengetahuan yang cukup tentang penanganan suatu penyakit hingga berakibat pada kematian.
Kesehatan adalah hajat hidup masyarakat umum, untuk si miskin dan si kaya idealnya mendapatkan pelayanan yang sama. Di masa keemasan peradaban Islam, terdapat banyak rumah sakit yang dibangun oleh negara dengan pembiayaannya bersumber dari Baitul Mal.
Selain itu masyarakat berlomba-lomba berkontribusi dan berwakaf untuk membangun fasilitas umum atas dasar keimanan agar menjadi pahala jariyah bagi mereka. Menjadi tren bagi penguasa di sarana umum termasuk kesehatan. Bahkan di Kesultanan Turki Utsmani terdapat rumah singgah untuk para istri yang sedang bermasalah dengan suami. Di sini disediakan konsultan untuk membantu menyelesaikan permasalahannya. Bukan hanya kesehatan fisik, namun kesehatan mental sudah menjadi perhatian kaum muslimin di masa itu.
Meskipun saat ini sudah ada mekanisme JKN-BPJS namun tidak sedikit yang masih kesulitan untuk membiayai iuran yang harus dibayar perbulan. Ketika sakit meskipun biaya pemeriksaan dan obat ditanggung, namun transportasi, biaya akomodasi penunggu, belum lagi jika memang ada obat yang tidak ditanggung. Saat sakit harus mengantri karena sangat banyak pasien, rasio pelayanan kesehatan, tenaga medis dan masyarakat yang belum memadai. Masih banyak PR yang belum diselesaikan di bidang kesehatan.
Negara sebagai pelaksana yang menjamin kesehatan steril komersialisasi bukanlah omong kosong belaka. Hal ini terbukti saat Islam menaungi dunia dalam konsep kepemimpinannya. Fasilitas-fasilitas kesehatan tersedia, jumlah dan kualitas serta keberadaannya pun merata ke seluruh negeri.
Buah manis penerapan Islam secara menyeluruh dan sempurna ialah terpenuhinya jaminan kesehatan masyarakat. Pemimpin tidak sekadar mengimbau untuk menjaga kesehatan, tetapi benar-benar memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat. Negara tidak akan meminta rakyat untuk jangan senang sakit. Ini karena secara logika, tidak ada satu pun manusia yang mau sakit.
Mengeluarkan masyarakat dari berbagai masalah kesehatan hanya dapat terealisasi dengan mengganti sistem yang “sakit” bernama kapitalisme, yakni dengan niai nilai Islam. Masyarakat pun bisa merasakan apa yang disabdakan Rasulullah saw., “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.”
Semoga di masa yang akan datang bisa terwujud kembali sistem kesehatan yang jauh lebih baik dan diberkahi. Semoga lahir para ahli di bidang kesehatan dan para pemimpin yang juga taat pada Allah dan Rasul-Nya. (sumber: www.muslimahnews.id)
Comment