RUU Sisdiknas, Akankah Guru Sejahtera?

Opini1103 Views

 

 

Oleh: Farah Sari, A. Md, Aktivis Dakwah Islam

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pemuda adalah aset masa depan. Mereka calon pemimpin peradaban. Karena itu, mereka membutuhkan pendidikan yang sahih dan berkualitas. Pendidikan yang menghasilkan anak didik berkualitas dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut di antaranya kualitas guru, sarana prasarana yang menunjang proses pendidikan, asas sistem pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan dan faktor lainnya. Semua faktor ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Membetuk kesatuan yang menopang lahir pendidikan yang berkualitas tersebut.

Pembahasan tentang kualitas guru berkaitan erat dengan gaji yang mereka terima. Gaji akan menentukan kesejahteraan, apakah mampu mencukupi kebutuhan hidup dengan baik. Atau sebaliknya. Perlakuan terhadap guru dari aspek gaji mengalami perbedaan. Gaji yang diterima guru PNS dan guru honorer berbeda ketika tanggungjawab mendidiknya sama.

Padahal mereka memiliki kebutuhan hidup yang sama-sama harus dipenuhi.
Ada kekhawatiran yang muncul akan hilangnya tunjangan gaji yang sebelumnya diterima oleh guru.

Ketika kebijakan dalam RUU Sisdiknas disahkan dan diterapkan oleh pemerintah. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengajukan naskah terbaru Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) kepada DPR. Telah menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan.

Sejumlah fraksi di DPR mengaku menolak RUU Sisdiknas masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) perubahan tahun 2022 karena terdapat sejumlah pasal yang dinilai kontroversi. Salah satunya mengenai tunjangan guru atau tunjangan profesi guru. Pasal 105 huruf a hingga huruf h yang memuat hak guru atau pendidik. Tidak satu pun ditemukan klausul hak guru mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG). Pasal ini hanya memuat klausul hak penghasilan/pengupahan, jaminan sosial dan penghargaan yang disesuaikan dengan prestasi kerja. (Beritasatu.com, 4/9/22).

Kesejahteraan guru akan memiliki pengaruh pada optimalisasi pendidikan yang dilakukan. Jika guru mendapatkan kesejahteraan dengan terpenuhi kebutuhan hidupnya. Maka fokus guru ada pada titik memberikan waktu dan pendidikan yang terbaik.

Namun jika kesejahteraan guru belum terwujud, karena belum terpenuhinya kebutuhan hidup secara layak. Mustahil guru bisa memberi waktu, tenaga, fikiran, pendidikan terbaik untuk anak didik. Kebutuhan perut tentu lebih mendesak dari apapun. Sehingga wajar, guru terpaksa mengajar di beberapa tempat dalam waktu bersamaan. Untuk menutupi kekurangan pemasukan bulanan.

Gaji guru yang mampu memberikan kesejahteraan tetap harus ditopang oleh faktor lain. Seperti yang disebutkan di atas. Asas dan tujuan pendidikan yang benar (islam). Tersedia saran pendidikan optimal dan lainnya. Demi mencetak generasi yang bertakwa kepada Allah Swt dan menguasai pengetahuan dan teknologi. Membangun peradaban besar dan mulia.

Dengan munculnya naskah terbaru RUU Sisdiknas pada poin tunjangan guru yang tidak ditemukan, melahirkan kekhawatiran yang besar. Harapan guru untuk tercukupi kebutuhan hidupnya semakin sulit. Masih ada tunjangan saja kehidupan guru pas-pasan. Apalagi jika tunjangan itu dihilangkan.

Inilah buah dari penerapan sistem kehidupan yang lahir dari alam demokrasi kapitalis. Posisi guru hanya dipandang layaknya seorang pekerja disebuah perusahaan. Diambil jasanya, diberikan upah sekedarnya oleh perusahaan. Dengan prinsip: modal sekecil-kecilnya, untung sebesar-besarnya.

Gaji pokok yang diterima guru cenderung belum bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. Hadirnya tunjangan adalah harapan mereka. Agar kebutuhan bisa terpenuhi. Meski jauh dari kondisi sejahtera. Sudah seharusnya kita menyadari bahwa ketidaksejahteraan ini berpangkal dari penerapan sistem kehidupan yang salah dan rusak yaitu sistem demokrasi kapitalis.

Kita membutuhkan sistem pengganti yang baik dan memberikan kebaikan. Yaitu sistem yang datang dari pencipta manusia dan alam semesta yaitu Allah Swt.

Islam yang sempurna telah datang dengan seperangkat aturan yang khas tentang sistem pendidikan. Yaitu sistem pendidikan islam. Dengan prinsip asas pendidikan adalah aqidah islam, tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian islam.

Posisi negara/pemimpin adalah penyediaan layanan pendidikan secara penuh. Maka negara akan menyiapkan sarana prasarana pendidikan terbaik (gedung, perpustakaan, laboratorium dan lainnya). Negara akan memastikan gaji yang diterima guru sesuai dengan penting dan utama peran guru untuk kemajuan peradaban manusia.

Islam memandang guru sebagai profesi mulia sehingga mendapat penghargaan yang tinggi atas pengabdiannya. Dalam buku Fikih Ekonomi Umar bin Khaththab karangan Dr. Jaribah bin Ahmad al-Haritsi dikisahkan bahwa Umar bin Khaththab memberi upah pada guru sebanyak 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas) setiap bulannya. Jika dikalkulasikan dengan harga emas saat ini, setiap bulannya setiap guru mengantongi lebih dari Rp60 juta.

Bukan hanya nominalnya yang besar, gaji ini diberikan tanpa melihat status pegawai negeri atau bukan, di perkotaan atau perdesaan. Seluruh guru memiliki hak dan tugas yang sama, yaitu mendidik generasi. Negara akan menghitung dengan cermat kebutuhan guru dalam negaranya sehingga jumlah guru benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan mengajar, bukan berdasarkan anggaran.

Lebih jauh, islam menempatkan pemimpin/penguasa sebagai pihak yang bertanggung jawab mengurus rakyat. Termasuk dalam menyelenggarakan pendidikan terbaik yang di dalamnya juga akan memperhatikan kesejahteraan guru. Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw:

“Kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari).

Penguasa yang amanah akan memelihara urusan rakyatnya seperti menjamin pemenuhan kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan bagi tiap individu masyarakat. Dan menjamin pemenuhan pendidikan, kesehatan, keamanan dan lainnya. Serta melindungi rakyat dari berbagai gangguan dan ancaman. Pengurusan (riayah) yang baik adalah menjalankan hukum-hukum syariah serta mengutamakan kemaslahatan dan kepentingan rakyat.

Demikianlah, pendidikan yang berkualitas dengan guru dan anak didik berkualitas hanya akan hadir saat islam diambil sebagai sebuah sistem kehidupan dan diterapkan dalam institusi sebuah negara.

Kekhawatiran guru akan gaji dan kesejahteraan hidup juga akan hilang dengan hadirnya penguasa yang menerapkan syariat islam yang memberi kesejahteraan semua golongan.[]

Comment