Rut Sri Wahyuningsih |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Makin menguatnya rupiah terhadap dollar memang menjadi kondisi yang mengkhawatirkan. Hingga Mantan mentri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia, Rizal Ramli menyebutkan melalui twitter pribadinya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani sudah menyerah untuk menyelamatkan rupiah. Rizal Ramli menyebut bahwa dari awal kondisi rupiah selalu ‘over-rated’, tidak cukup canggih dan selalu ‘Behind the Curve’ (TRIBUNJATENG.COM /12/10/2018)
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, kondisi rupiah yang semakin melemah terhadap dollar AS disebabkan faktor eksternal. Ia memastikan pelemahan rupiah tak ada kaitannya dengan musibah gempa dan tsunami yang terjadi di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah. (Kompas.com/4/10/2018)
Senada dengan menkeu, Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitanpun menyatakan bahwa penyelenggaraan pertemuan tahunan IMF – World Bank di Bali tidak membuat pemerintah abai menangani bencana di Sulawesi Tengah. Hal itu di antaranya merespons tudingan tim calon presiden Prabowo Subianto bahwa perhelatan tersebut tak mencerminkan keprihatinan saat masyarakat tengah berduka akibat bencana di berbagai daerah (TEMPO.CO/6/10/2018)
Koordinator Juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan pertemuan tahunan IMF – World Bank memprihatinkan dan memalukan. Alasannya, pertemuan itu diselenggarakan pemerintah Indonesia saat masyarakatnya tengah berduka akibat bencana di berbagai daerah. Dahnil mengatakan anggaran yang kurang lebih mencapai Rp 1 triliun untuk pertemuan ini dinilai terlalu besar. Menurut dia, anggaran yang dikeluarkan pemerintah Indonesia lebih besar daripada anggaran yang dikeluarkan negara-negara lainnya untuk acara yang sama.”Tidak elok tentunya bagi masyarakat yang sedang berkesusahan di daerah-daerah bencana. Pun demikian dengan masyarakat yang sekarang sedang kesusahan secara ekonomi,” kata Dahnil.
Pemerintah tak bergeming sedikitpun. Alih-alih tanggap darurat bencana malah cenderung berkonsentrasi kepada perhelatan IMF dengan menghabiskan dana yang tidak sedikit. Sungguh ironi, negara yang seharusnya menjadi tumpuan harapan bagi rakyatnya ternyata tidak sensitif mengurus penderitaan rakyat. Rasa lapar, takut dan trauma mereka tak juga meluruhkan hati para penguasa, pun di tengah dolar yang terus meroket. Pemerintah memfasilitasi para kapitalis dan membiarkan rakyat Palu menderita. Fakta ini bukan khayali, namun benar-benar terjadi. Karena inilah prinsip negara yang menganut sistem kapitalisme. Negara memposisikan dirinya sebagai regulator masuknya investasi, tanpa pernah peduli bahwa itu menyakiti hati rakyat. Posisi rakyat sesungguhnya hanyalah sapi perah, mesin penghasil keuntungan bagi negara. Berbeda nantinya jika negara dalam islam. Maka negara akan memposisikan diri sebagai rain dan junnah bagi rakyatnya. Tak ada cela bagi penguasa untuk semena- mena terhadap rakyatnya karena ia sadar betul beratnya pertanggung jawaban di hadapan Allah. Maka negara memiliki tidak hanya alokasi anggaran dana untuk penanggulangan bencana, namun juga teknis dan tenaga ahlinya. Sehingga rakyat tak perlu terlalu lama mengalami penderitaan.
Rasulullah bersabda bahwa setiap diri adalah pemimpin, maka masing- masing kelak akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya. Islam memiliki banyak tokoh inspiratif, yang benar-benar mengurusi rakyat sebagaimana seorang ibu mengurusi anaknya. Khalifah Umar bin Abdul Aziz salah satunya, dalam pemerintahannya, banyak rakyat yang merasakan dampak positif. Ulama-ulama juga dilibatkan dalam kesejahteraan rakyat dengan mengajarkan ilmu agama. Khalifah Umar bin Abdul Aziz benar-benar menjalankan jabatannya karena khawatir pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah SWT. Pernah suatu saat istrinya memergoki Umar menangis di tempat solatnya. Ia pun bertanya kepada Umar mengapa menangis.
“Wahai Fatimah, sesungguhnya aku memikul beban umat Nabi Muhammada SAW dari yang hitam hingga yang merah,” jawab Umar. “Aku memikirkan persoalan orang-orang fakir dan kelaparan, orang-orang sakit dan tersia-siakan, orang-orang yang tak sanggup berpakaian, dan orang-orang yang tersisihkan, teraniaya, terintimidasi, yang tertawan dalam perbudakan, yang tua dan yang jompo, yang memiliki banyak kerabat namun hartanya sedikit, dan orang-orang yang serupa dengan itu di seluruh pelosok negeri,” kata Umar masih tersedu. ”Aku tahu dan aku sadar bahwa Rabb-ku kelak akan menanyakan hal ini di hari kiamat. Aku khawatir, saat itu aku tidak memiliki alasan yang kuat di hadapan Rabb-ku. Itulah yang membuatku menangis,” ujar Umar.
Sungguh, kita membutuhkan sosok kepemimpinan yang amanah, yang takut akan azab Allah jika dia lalai. Yang bersungguh – sungguh mengupayakan semua kebutuhan rakyat baik miskin maupun kaya. Dan pemimpin itu lahir dari sebuah peradaban yang shahih, yaitu suasana keimanan yang tinggi berdasarkan Alquran dan As Sunnah.Wallahu a’ lam bisshowab.[]
Comment