Ruang Hidup Perempuan dan Tanggung Jawab Pemerintah

Opini107 Views

 

Penulis : Diah Winarni, S. Kom | Pemerhati Ibu dan Generasi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Mungkin, syair lagu Ibu Pertiwi benar-benar menggambarkan kondisi hari ini, dimana hutan gunung, sawah, lautan yang menjadi simpanan kekayaan negeri, hilang perlahan satu demi satu dengan dalih pembangunan dan investasi, hingga membuat Ibu sedang lara, merintih dan berdoa.

Belumlah usai permasalahan pangan dimana harga terus meroket di setiap waktu, terlebih di penghujung pergantian tahun yang membuat rakyat semakin berteriak dan tercekik karena tak mampu menjangkau untuk membeli bahan makanan pokok.

Kini ditempat lain adalah masalah papan atau tempat tinggal, yang kerap kali kita baca dan lihat di televisi rakyat bermasalah hukum dengan tanah dan tempat tinggal mereka, salah satunya penggusuran rumah atau lahan, lalu masalah meroketnya harga rumah yang tak mungkin mampu dijangkau oleh masyarakat bawah. Hingga akhirnya kita temukan mereka hidup di kolong jalan tol, atau di gubuk bekas ternak hewan Astaghfirullah.

Permasalahan yang kerap terjadi adalah penggusuran rumah yang semena-mena oleh penguasa yang tidak sesuai dengan ganti rugi, atau ganti rugi yang tidak manusiawi, serta perampasan lahan-lahan pertanian dan perkebunan yang dimiliki rakyat sering dijadikan sasaran penggusuran dengan dalih infrastruktur jalan, seperti jalan tol atau pembangunan mall serta wisata.

Penggusuran yang kerap terjadi menimbulkan konflik fisik, yang bukan hanya menyakiti laki-laki, tapi juga melukai perempuan dan membuat trauma anak-anak, hidup di alam demokrasi kapitalistik benar-benar merampas ruang hidup perempuan dan anak, hidup semakin sulit dan tidak menyejahterakan.

Berdasarkan data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sepanjang 2015-2022 ada 2.810 konflik agraria yang berdampak pada 5,8 juta hektare lahan yang menjadi sumber penghidupan 1,7 juta keluarga.

Dalam sistem politik demokrasi, rakyat semakin tak punya nyali dan terus dilukai. Politik hanya terbatas pada kekuasaan dan legislasi. Politik ditujukan untuk sekadar meraih keuntungan ekonomi dan kekuasaan segelintir pihak. Penguasa berkuasa tanpa lagi memperhatikan hajat rakyatnya, baik sandang maupun papan.

Apakah rakyat masih mau berharap dengan pemerintahan demokrasi? Yang sering semena-mena terhadap rakyatnya sendiri.

Khatimah

Hidup dalam aturan Demokrasi Kapitalistik sangat berbeda dengan aturan Islam dalam mengelola urusan rakyatnya. Islam tidak hanya mengatur urusan yang primer seperti sandang, pangan dan papan tapi seluruh hajat yang memang sudah menjadi tanggung jawab negara.
Di alam kapitalis yang kental dengan para pemodal swasta sungguh hanya memikirkan keuntungan semata sangat memungkinkan mendesak penguasa untuk memudahkan langkah mereka berbisnis dan investasi di lahan-lahan rakyat tanpa dosa.

Lalu, bagaimana Islam dapat memberikan jawaban atas terampasnya ruang hidup perempuan dan generasi kita saat ini?

Khalifah di dalam Islam harus berada di depan untuk mampu menyelesaikan, karena beliaulah yang mengatur dan bertanggungjawab dalam pemenuhan hajat primer rakyatnya baik pengelolaan maupun kepemilikan.

Rasulullah saw, bersabda, “Imam/Khalifah itu laksana gembala (raa’iin) dan dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan kepengurusan ruang hidup rakyat, yang artinya bahwa rakyat butuh rumah dan pemukiman yang layak, maka Khalifah juga harus memperhatikan dan memetakan masing-masing lahan baik khusus pertanian dan pemukiman. Khilafah juga mendahului rakyat yang belum mempunyai rumah hingga menuntaskan kewajibannya dalam urusan papan rakyatnya.

Begitulah Islam datang memberikan solusi untuk rakyatnya tanpa melukai dan menyakiti, karena rakyatnyalah yang akan menjadi tanggungjawab di hadapan Allah Swt.

Wallahua’lam bisshowwab

Comment