Rosmita: Urun Biaya Bukti BPJS Kesehatan Tak Memihak Rakyat Miskin

Berita426 Views
Rosmita
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Sejak awal kemunculannya BPJS sudah menjadi kontroversi, jaminan kesehatan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara terhadap rakyatnya malah diserahkan kepada pihak swasta berkedok Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS). Rakyat juga harus membayar iuran tiap bulan dengan dalih gotong royong. Dan jika rakyat menolak mengikuti program BPJS maka akan dikenakan sanksi administratif oleh pemerintah. 
Kezhaliman rezim sekuler kembali dipertegas dengan disahkannya Permenkes No 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan.
“Sudah jatuh, tertimpa tangga”
Begitulah kira-kira gambaran betapa malangnya nasib pasien peserta BPJS, ibarat orang yang sudah jatuh lalu tertimpa tangga sakitnya dua kali lipat. Bagaimana tidak? Sudahlah pasien harus membayar iuran BPJS tiap bulan, namun ketika sakit harus pula dibebani dengan biaya urunan oleh BPJS. 
Seperti dilansir dari Republika.co.id- Deputi Direksi Bidang Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohamad Arief mengungkapkan urun biaya yang dibebankan pada masyarakat sebesar Rp 10 ribu setiap kali kunjungan rawat jalan di rumah sakit tipe C dan D juga klinik utama,  serta Rp 20 ribu untuk rumah sakit tipe A dan B. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan. 
Penetapan urun biaya paling tinggi Rp 350 ribu untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam waktu tiga bulan.
“Urun biaya dikenakan kepada peserta yang mendapatkan pelayanan tertentu yang tergolong bisa terjadi penyalah gunaan oleh peserta dikarenakan selera maupun perilaku peserta,” kata Budi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (18/1/2019)
Meskipun alasan BPJS Kesehatan menetapkan urun biaya adalah untuk efisiensi terhadap fasilitas kesehatan, untuk mencegah fraud yang dilakukan beberapa oknum, dan untuk mengatasi masalah defisit keuangan yang mencapai 11 triliun rupiah. Namun kebijakan penetapan urun biaya terhadap pasien BPJS Kesehatan tetap tidak bisa diterima.
Bahkan BPJS Watch menilai bahwa aturan urun biaya BPJS tidak tepat sasaran, karena pasalnya aturan urun biaya yang tertuang dalam PerMenKes No 51 tahun 2018 seolah-olah menempatkan peserta layanan satu-satunya yang harus bertanggung jawab. Padahal faktanya penyalahgunaan layanan kesehatan tidak hanya dari peserta, melainkan juga pihak rumah sakit, dan dokter. (cnn.Indonesia)
Di dalam Islam kesehatan merupakan hak rakyat dan negara wajib menjamin setiap individu mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas secara gratis tanpa pungutan apapun. Tak memandang  kaya atau miskin, baik itu muslim ataupun non muslim semua berhak mendapat pelayanan yang sama.
Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda, “Imam (khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR. al- Bukhari)
Dalam Shahih Muslim terdapat hadits dari Jabir bin Abdillah RA, dia berkata, ”Rasulullah SAW telah mengirim seorang dokter kepada Ubay bin Ka’ab (yang sedang sakit). Dokter itu memotong salah satu urat Ubay bin Ka’ab lalu melakukan kay (pengecosan dengan besi panas) pada urat itu.” (HR Muslim no 2207). Terdapat pula hadits lain dengan maksud yang sama, dalam Al Mustadrak ‘Ala As Shahihain karya Imam Al Hakim, “Dari Zaid bin Aslam dari ayahnya, dia berkata,” Aku pernah sakit pada masa Umar bin Khaththab dengan sakit yang parah. Lalu Umar memanggil seorang dokter untukku, kemudian dokter itu menyuruhku diet (memantang memakan yang membahayakan) hingga aku harus menghisap biji kurma karena saking kerasnya diet itu.” (HR Al Hakim, dalam Al Mustadrak, Juz 4 no 7464)
Dari kedua hadits diatas dapat kita fahami bahwa negara dan pemimpinnya bertanggung jawab penuh atas kesehatan rakyatnya tanpa harus membebani rakyatnya. 
Namun didalam sistem saat ini negara seolah lepas tangan terhadap pengurusan kesehatan rakyatnya dan malah menyerahkan tugas ini kepada pihak swasta sehingga terjadilah kapitalisasi kesehatan yang sangat membebani rakyat. 
Solusi untuk masalah ini hanyalah dengan menerapkan syari’at Islam sebagai aturan baik dalam kehidupan pribadi, masyarakat, dan negara. Dalam Islam kekayaan alam yang ada dikelola sendiri oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kemaslahatan rakyat, salah satunya adalah jaminan kesehatan gratis  untuk rakyat.Sehingga tercipta kesejahteraan yang dirindukan umat. Wallahu a’lam bishowab.[]

Penulis adalah member akademi menulis kreatif.[AMK}

Comment