Rizki itu Bukan Masalah Tempat Strategis dan Ikhtiar 

Motivasi207 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Banyak di antara kita berpikir bahwa tempat strategis dan ikhtiar sangat menentukan sebuah bisnis. Hal ini sangat dipengaruhi konsep bisnis kapitalisme yang menafikan peran Allah sebagai Pemberi rizki.

Fakta di lapangan tidaklah demikian. Seperti yang saya saksikan pagi ini sekitar pukul 07.15 di jalan Bangka Raya, seorang pedagang bolen dengan gerobak dagangannya berhenti di tepi jalan di depan sebuah Klinik yang tidak strategis.

Belum satu menit sang pedagang menghentikan laju gerobak dagangannya itu, tiga orang pembeli datang menghampiri. Salah satu pembelinya bahkan adalah penumpang ojol.

Bila kita perhatikan, rizki itu datang tidak melulu karena alasan tempat strategis sebagaimana perhitungan para pebisnis.

Apa lagi dengan kemajuan teknologi, konsep bisnis semacam itu tidak berlaku lagi. Pedagang tidak lagi fokus kepada tempat strategis. Melalui teknologi aplikasi dan marketplace, bisnis untuk meraih rizki semakin mudah.

Pertimbangan bisnis tidak lagi mengacu kepada lokasi atau tempat strategis. Rizki Allah ada di mana saja baik di lokasi strategis maupun tidak.

Rizki itu milik Allah dan Dia pula yang memberi kepada makhluknya. Kadang di tempat strategis dengan biaya mahal ditambah operasional marketing yang besar sekalipun, bisnis yang dijalankan tidak kunjung mendapatkan hasil atau profit.

Tidak jarang kita temui contoh dan peristiwa rizki itu mendatangi kita. Ada yang datang tanpa usaha keras dan ada pula melalui peras keringat.

Soal rizki ini juga menjadi perdebatan antara Imam Syafii dengan sang guru, Imam Malik.

Imam Syafii berpandangan bahwa rizki harus diikhtiarkan sementara Imam Malik tidak demikian. Sang guru tetap pada pendirian dengan sebuah dalil naqli bahwa semua makhluk sudah dijamin rizkinya.(Hud:6)

Untuk membenarkan pandangannya, Imam Syafii dalam sebuah safar mendapati pemilik kebun anggur yang sedang panen. Imam Syafii kemudian menawarkan diri untuk membantu memanen anggur miliknya.

Sang pemilik menerima tawaran Imam Syafii. Imam Syafii dengan antusias memetik anggur dengan harapan mendapat ganjaran berupa uang atau buah anggur itu sendiri.

Usai memetik anggur, sang pemilik kebun kemudian mengganjar Imam Syafii dengan sekeranjang anggur. Imam Syafii pun mebawa anggur yang ranum itu ke rumah sang guru, Imam Malik.

Imam Malik yang memang berniat membuktikan pandangannya tentang rizki yang kudu diikhtiarkan itu membawa anggur tersebut ke rumah sang guru.

Singkat cerita, Imam Syafii tiba di rumah sang guru. Mendengar salam dari luar, sang guru pun mempersilahkan Imam Syafii masuk dan duduk.

Imam Syafii langsung memberi ceramah kepada sang guru tentang kebenaran pandangan tentang rizki itu. Dia menceritakan bagaimana usahanya hingga mendapatkan anggur hijau yang sangat menggairahkan lidah itu.

“Wahai guru, anggur ini saya dapat dari usaha saya membantu pemilik kebun saat panen.”

Ini, lnjut Imam Syafii, menandakan bahwa rizki harus diikhtiarkan. Kita tidak bisa hanya menunggu rizki itu datang.

Sang guru tersenyum. Sambil memetik satu buah anggur yang dibawa Imam Syafii itu, ia meletakkannya di mulut dan berkata.

“Wahai Imam Syafii, sejak tadi aku tidak pergi ke mana mana kecuali di mihrab dengan memperbanyak dzikir kepada Allah dan anggur itu datang hingga sampai ke mulutku.”

Imam Syafii pun tersadar dan mereka berdua tersenyum dengan perbedaan pandangam mereka.

Begitulah rizki. Rizki tidak terikat oleh ikhtiar kita semata. Rizki itu tidak bergantung dengan lokasi strategis dan marketing semata. Rizki itu milik Allah dan Dialah yang Mahamengaturnya.[]

Comment