Riri Wulandari*: Kekuatan Ketaatan Seorang Pemimpin

Opini723 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Seorang pemimpin harus mempunyai power (kekuatan) agar peraturan-peraturan, keputusan-keputusan, dan ketentuan-ketentuannya di patuhi.

Power kekuasaan merupakan alat untuk menundukkan dan bukti yang dapat diterima akal. Seorang pemimpin mempunyai hak untuk dipatuhi dalam kondisi apa pun.

“Sesungguhnya Allah mencegah sesuatu dengan pengaruh kekuasaan, bila tidak bisa melalui Al-Qur’an.”

Menurut kebisaan hidup, manusia memerlukan power yang bermacam-macam. Lalu apa yang memotivasi para pemimpin mereka?

Ada beberapa jenis power yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang terdapat dalam Al-Qur’an.

Kekuatan Akal.

Allah menguasai manusia dengan menggunakan kekuatan akal yang diperankan oleh orang-orang yang berfikir, yaitu para pemegang kendali roda kepemimpinan yang menentukan gerak-gerik manusia.

Allah hanya mengaktifkan akal manusia untuk bekerja, tanpa memerlukan kekuatan luar atau pengawasan yang menyertainya.

Untuk itu kita menemukan syariat (hukum-hukum) Allah dan perintah-perintah-Nya selalu disertai dengan uraian rinci melalui hukum sebab-akibat yang rasional dan sangat menghargai akal. Sebagai pemimpin hendaknya bersikap lebih baik kepada karyawannya.

Metode tersebut jauh lebih baik dan menguntungkan daripada metode yang digunakan oleh orang yang di kendalikan akal sehatnya dan berambisi untuk mendapatkan kepuasan semata.

Kekuatan Imbalan
Manusia mempunyai kecenderungan untuk menyukai harta sebagaimana yang di gambarkan Allah dalam firman-Nya,
“Dan sesungguhnya dia sangat bakhil, karena cintanya kepada harta.” (Al-‘Aadiyaat : 8).

Oleh karena itu, imbalan motivasi yang positif dapat memberikan pengaruh kepada sebagian besar manusia, serta mendorongnya untuk mematuhi perintah dan melaksakan peraturan.

Kekuatan Sanksi
Sanksi sangat tepat jika diterapkan kepada mereka yang sering melanggar dan mempunyai sifat malas, karena mereka akan bergerak melakukan hal positif jika merasa ketakutan dan terancam.

Orang seperti mereka harus didorong dengan perasaan ketidak nyamanan dan ancaman, karena pemberian sanksi atas kesalahan dan pelanggaran mereka, danx akan mengembalikan mereka menjadi sadar atas kesalahannya.

Kekuatan sanksi ini juga dapat mencegah manusia dari perbuatan-perbuatan salah, karena godaan banyak sekali, mulai dari yang paling ringan seperti bermalas-malasan dan kurang teguh. Namun, akibatnya lebih buruk dari pada yang terbayangkan.

Kekuatan Cinta

Kekuatan cinta sangat sesuai dengan kepribadian manusia yang romantis, penuh dengan rasa cinta dan kelemah lembutan. Suatu kenyataan bahwa semua manusia mempunyai perasaan lemah lembut, namun dalam tingkatan yang berbeda-beda.

Ciri khas orang yang memiliki kepribadian ini adalah cukup mengetahui apa yang disukai dan yang tidak disukai, sehingga dia akan mengerjakan atau meninggalkan sesuatu sesuai dengan kondisi pihak yang dikasihi atau dicintainya.

Berkaitan denganperasaan kekuatan cinta, Allah berfirman:

“…Dan Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.” (Q.S At-Taubah: 7)

Seorang pemimpin harus menumbuhkan rasa cinta kepada seluruh karyawannya, agar seluruh karyawan pun bisa mencintai pekerjaan mereka dan mengerjakan-pekerjaan mereka dengan senang dan dengan hati yang ikhlas.

Dan bermuamalah dengan baik, memihak pada karyawan dalam kondisi yang terjepit dan sulit, membantu kebutuhan mereka secara material, memberi nasihat secara individu (dalam masalah agama dan sosial) dengan memberikan contoh perumpamaan berbuat baik dan berakhlak mulia.

Kekuatan cinta adalah kekuatan terkuat di antara kekuatan-kekuatan lain. Karena orang yang mencintai seseorang atau sesuatu akan berusaha menyenangkan orang yang di kasihinya tanpa menunggu perintah.

Kekuatan cinta juga mencegah timbulnya rasa iri dan dengki selagi seorang pemimpin tidak berpihak hanya pada satu orang karyawan saja dan senantiasa bersikap adil.

Jika seseorang mencintaimu karena Allah, Allah akan tetap menjaganya, dan cintanya pun akan tetap terjaga. Namun, jika cintanya tidak karena Allah dan bukan untuk Allah, maka jangan mengharapkan kebaikan darinya sedikit pun.

Perbaiki hatimu, maka hatimu akan memperbaiki pikiranmu.

Lalu pikiranmu akan memperbaiki lisanmu. Dan lisanmu akan memperbaiki hidupmu. Kemudian hidupmu akan memperbaiki akhiratmu.

Berawal dari hati yang baik, in syaa Allah berakhir dengan akhirat yang baik.

*Mahasiswa STEI SEBI, Prodi Manajemen Bisnis Syariah

Comment