Rindyanti Septiana S.Hi: Melawan Hoax Dengan Islam

Berita478 Views
Rindyanti Septiana S.Hi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Defenisi hoax menurut Wikipedia adalah sebuah pemberitaan palsu adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca atau pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tahu bahwa berita tersebut palsu. 
Hoax biasanya berbentuk email atau peringatan, nasehat palsu atau berita-berita yang biasanya diakhiri dengan himbauan agar menyebarkan seluas-luasnya. Hoax dapat disebarkan dimana saja dan kapan saja, bisa melalui email, facebook, twitter, whatsapp, line, maupun sms. 
Tujuan penyebaran hoax beragam tapi pada umumnya hoax disebarkan sebagai bahan lelucon atau sekedar iseng, menjatuhkan pesaing (black campaign), promosi dengan penipuan, ataupun ajakan untuk berbuat amalan-amalan baik yang sebenarnya belum ada dalil yang jelas di dalamnya. Namun ini menyebabkan banyak penerima hoax tepancing untuk segera menyebarkan kepada reka sejawatnya sehingga akhirnya hoax ini dengan cepat tersebar luas. 
Kemudian jika beralasan bahwa itu hanya gimmick, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gimmick adalah gerak-gerik tipu daya aktor untuk mengelabui lawan peran.
Seperti kata Rocky Gerung, ‘pembuat hoax terbaik adalah penguasa, karena mereka memiliki seluruh peralatan untuk berbohong. Intelijen dia punya, data statistic punya, media punya. Orang marah, tapi itulah faktanya, (ILC) di tvOne, (18/1/2017, viva.co.id)
Bahaya Hoax, Mampukah Dilawan? 
Akademisi Komaruddin Hidayat mengatakan momok penyebaran berita bohong atau hoax tak ubahnya seperti peredaran narkotik dan pornografi. “Hoax itu pembunuhan karakter yang berbeda dengan kritik, karena merupakan manipulasi, kecurangan, dan menjatuhkan orang lain, ujar Komaruddin dalam acara Deklarasi Masyarakat Anti Hoax di Jakarta (CNN Indonesia, 08/01/17)
Dengan dibukanya kran kebebasan berpendapat dalam sistem demokrasi, bebas menyebarkan informasi apa saja. Tidak ada batas yang jelas antara berita yang benar dan yang salah karena standar kebenaran berada di tangan manusia yang sifatnya relatif. Akibatnya, banyak ambiguitas dalam menilai mana informasi yang layak sebar atau sebaliknya. 
Meskipun telah ada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur soal penyebaran informasi dan pemberian sanksi pidana penjara enam tahun atau denda Rp. 1 Milyar kepada siapa saja yang menyebarkan berita hoax walaupun hanya sekedar menyebarkan, tidak semua orang dapat tersentuh aturan ini. Mengingat begitu banyaknya pengguna medsos dibandingkan jumlah SDM dan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengawasi pengguna sosmed yang jumlahnya mencapai 132 juta pada tahun 2016 (kompas.com)
Maraknya peredaran hoax saat ini setidaknya dipicu oleh dua motif, yaitu ekonomi dan politik. Rendahnya literasi digital masyarakat sehingga berita hoax dengan mudah diterima dan dilahap di masyarat tidak terlepas dari sistem pendidikan berbasis sekulerisme yang diterapkan di negeri ini. Masyarakat tidak memiliki standar yang jelas untuk memilah suatu berita. 
Melawan Hoax dengan Islam
Sementara dalam ungkapan arab, istilah hoax ini masuk dalam cakupan makna khurafat (cerita bohong). Dengan irisan makna yakni “berita dusta”. Lebih rinci lagi kedustaan yang dibuat-buat sehingga mengandung kebatilan. 
Orang-orang arab jika mendengar perkataan yang tidak ada asal-usulnya menyebutnya perkataan khurafat, dan konotasinya meluas hinga dikatakan untuk perkara-perkara batil: khurafat.(‘ Abdurrahman bin Abi Bakr Jalaluddin al-Suyuthi, Hasyiyyah al-Syuyuthiy ‘ala Tafsir al-Baydhawi, KSA: Jamiah Umm al-Qura’, 1424 H, juz III, hlm.343)
Sebagaimana sabda Rasulullah saw “cukuplah seseorang disebut pendusta jika ia mengabarkan semua yang ia dengar.” (HR.Muslim)
Dalam ungkapan arab, yang banyak bohongnya dijuluki al-kadzdzab, yang menunjukkan arti superlative “sangat”, sangat banyak berdusta, artinya “si tukang ngibul”, “pembohong”, “pendusta”. Contoh yang digelari al-kadzdzab :Musailamah al-Kadzdzab si nabi palsu, Dajjal al-Kadzdzab dan syaitah. Rasulullah saw bersabda : “ Dia telah jujur kepadamu padahal dia adalah pendusta, dia itu syaitan (HR.Bukhari).
Di dalam sistem Islam, edukasi terhadap masyarakat, khususnya literasi digital, melalui sistem pendidikan yang dilakukan negara akan mendidik individu dan masyarakat dalam memilah berita atau informasi berdasarkan standar yang jelas dan pasti, yaitu aqidah Islam. 
Sementara bagi insan media, mereka harus memiliki framing yang jelas ketika menyajikan berita, yaitu berdasarkan sudut pandang Islam. Ada kode etik jurnalis yang harus dipatuhi sehingga berita yang disebar adalah berita yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan, serta tidak bertentangan dengan hukum syara. 
Media massa dalam Islam akan menjadi alat konstruktif untuk memelihara identitas keislaman masyarakat, disamping sebagai sarana dakwah yang akan menampilkan kemampuan dan kekuatan Islam dalam mewujudkan Islam rahmatan lil alamin. Maka harus berhati-hati dengan standar ganda dibalik kalimat ‘hoax yang membangun’.[]

Penulis adalah Pembina Forum Muslimah Cinta Islam Medan

Comment