Rindyanti Septiana S.Hi: Penulis |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Sejak 1982, Undang-Undang Kewarganegaraan Burma tak mengakui Muslim Rohingya sebagai warga negara Myanmar. Populasi Muslim Rohinya di Myanmar tercatat sekitar 4,0 persen atau hanya sekitar 1,7 juta jiwa dari total jumlah penduduk negara tersebut yang mencapai 42,7 juta jiwa.
Kemudian, sejak Agustus 2017, lebih dari setengah juta etnis Rohingya melarikan diri dari Rakhine ke Bangladesh. Mereka kabur guna menghindari kebrutalan militer Myanmar yang menggelar operasi pemburuan terhadap gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army. Dalam operasinya, militer Myanmar turut menyerang dan menumpas warga sipil di daerah tersebut.
Mereka terus diburu dan dibantai layaknya binatang. Seluruh desa dibakar, masjid-masjid dirobohkan dan warganya dibacok, sedangkan anak-anak perempuannya diperkosa secara brutal. Mereka meminta pertolongan karena mempertahankan agamanya.
Sekretaris Jenderal Amnesty International Kumi Naidoo mengatakan laporan tim Misi Pencari Fakta Independen PBB telah menambah bukti genosida terhadap Muslim Rohingya. Sebab sebelumnya, lembaganya telah menyusun laporan serupa. Menurutnya apa yang terjadi di Rakhine bukan hanya sekadar konflik. Pembantai terhadap Muslim Rohingya merupakan tindakan disengaja dan direncanakan. Ini sama saja dengan genosida dan pembersihan etnis, www.republika.co.id, (31/8)
Rohingya tidak butuh solusi semu
Bukti terjadinya genosida di Rohingya menuntut keadilan yang harus di wujudkan bukan sekadar di laporkan. Bahkan ASEAN tidak mau memberi tekanan pada rezim brutal Myanmar dengan alasan politik non-intervensi sesama negara ASEAN. Telebih lagi forum-forum bilateral dan internasional juga tak bertaring, tidak mampu menyelamatkan satu nyawa pun, hanya buang-buang waktu. Hanya menganggap cukup dengan memberi bantuan kemanusiaan sekadarnya, lebih mengkahwatirkan kepentingan ekonominya akan terganggu jika menolong penuh Muslim Rohingya. Inilah ciri khas negara Demokrasi Kapitalistik.
Lantas, bantuan yang seharusnya diterima oleh Muslim Rohingya ialah dibukanya perbatasan negeri bagi pengungsi Rohingya, pengiriman misi penyelamatan bagi yang masih terombang-ambing dilautan, melindungi dan mengurus semua kebutuhan mereka. Tidak hanya menampung sementara Muslim Rohingya, tetapi memberikan masa depan dengan hak dan status mereka sebagai warga negara. Kemudian memberi tekanan politik agar pemerintah Myanmar menghentikan semua kebrutalannya. Dan terakhir memobilisasi kekuatan militer untuk menegakkan kehormatan Islam dan kaum Muslim Rohingya.
Namun, semua tindakan itu semestinya dapat dilakukan oleh pemimpin Muslim seperti Bangladesh, Malaysia, terutama Indonesia sebagai negeri muslim terbesar yang sepantasnya menjadi pelindung dan penolong bagi muslim tertindas dimanapun. Sangat disayangkan, karena ada racun nasionalisme yang menghalangi. Menganggap Rohingya sebagai orang asing yang menjadi beban, bukan sebagi saudara seiman yang harus ditolong dengan seluruh kekuatan.
Negara Islam Pelindung Rohingya
Kehidupan kaum muslimin saat ini bagaikan anak ayam kehilangan induknya, besar jumlahnya namun tercerai berai dalam sekat-sekat kenegaraan (nasionalisme), hingga dilecehkan kehormatannya oleh kaum yang mengingkari Allah dan Rasul-Nya, dibantai dan diusir dari tanah kelahirannya. Seperti yang terjadi di Rohingya dan belahan bumi lainnya.
Tidaklah itu semua mengingatkan kita, kecuali kepada pujian yang dituturkan oleh Rasulullah Saw, terhadap sosok penguasa kaum muslimin yang menegakkan hukum-hukum Allah, melindungi harta, kehormatan dan darah kaum muslimin ialah al-Imam yakni al-Khilafah berdasarkan sabdanya Rasul yang mulia dari Abu Hurairah ra. Bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda :
“Sesungguhnya al-Imam ( Khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang ) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. akl-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud,dll).
Sementara perumpamaan kaum muslimin dengan muslim yang lain bagaikan satu tubuh , sebagaimana sabda Nabi Saw :
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang dengan sesama mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan baik (sakit) demam dan tidak bisa tidur.” (HR.Bukhari –Muslim)
Maka satu-satunya Institusi yang akan memeluk hangat dan mengayomi kaum Rohingya hanyalah Khilafah. Khilafah yang menerapkan Islam kaffah yang sepenuhnya akan menyelamatkan perempuan dan anak-anak Rohingya, memberikan tempat yang aman untuk hidup bermartabat. Khilafah akan menetapkan mereka sebagai warga negara penuh, memberikan perlindungan dan tempat yang berhak mereka dapatkan.
Khilafah yang juga akan memobilisasi tentaranya untuk memerangi orang-orang tang memerangi kaum muslimin, sebagaimana yang saat ini juga terjadi di Rohingya. Sebagaimana sabda Nabi Saw:
“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan juga tidak mengabaikannya…”
Muslim Rohingya seharusnya menjadi bagian dari umat terbaik (khoiru ummah). Bukan umat terhina dan terlunta-lunta. Sudah seharusnya perempuan dan anak-anak Rohingya mendapat perlakukan terbaik. Derita Muslim Rohingya karena genosida harus segera diakhiri.[]
Penulis adalah Pembina Forum Muslimah Cinta Islam Medan
Comment