Oleh: Marsitin Rusdi, Praktisi Kesehatan
_________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Tahun demi tahun berjalan, tanpa terasa berapa utang yang dimiliki oleh negeri yang kaya akan sumber alam ini semakin menumpuk. Belum lagi bunga yang menambah banyaknya jumlah tagihan. Bahkan jumlah bunganya lebih besar dari besaran utang pokok. Awalnya optimis mampu melunasi, pada akhirnya kalang kabut menutupi utang-utang yang jumlahnya semakin meninggi.
Ketika utang semakin membengkak menyentuh angka fantastis, justru pemerintah mengklaim bahwa utang Indonesia masih dalam batas wajar dan pasti dibayar. Bahkan utang tersebut diklaimnya utang produktif. Padahal beberapa proyek sebetulnya tidak begitu penting namun pemerintah bersikukuh untuk menambah utang. Seperti proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, yang sebetulnya tidak terlalu dibutuhkan. Biaya pembangunan membengkak dan akhirnya ditanggung oleh APBN.
Sementara itu utang luar negeri mengandung riba, yang bisa menyebabkan masalah berkepanjangan karena jumlahnya akan naik berkali lipat dari yang yang dipinjam. Tanpa kita sadari pinjaman dari asing bisa menyebabkan negara pemberi pinjaman menguasai SDA yang dimiliki negeri ini.
Anggaran APBN sebagian besar diperoleh dari pajak yang dipungut dari rakyat. Akhirnya rakyatlah yang menanggung utang produktif yang mereka ciptakan. Belum lagi dampak utang ribawi yang mencapai angka fantasti tersebut. Utang yang menggunung menambah derita rakyat. Karena semua mengalami kenaikan baik pajak, harga BBM, dan hampir seluruh kebutuhan pokok rakyat terus merangkak naik.
Bahkan dampak buruk yang tidak pernah disentuh oleh pemerintah bahwa riba akan membawa bencana lahir batin yang dahsyat, sesuai sabda Nabi ﷺ berdasarkan hadis riwayat Imam Bukhari,
اجتنبوا السبع الموبقات“ قالوا: يا رسول الله، وما هن؟ قال: ”الشرك، والسحر، وقتل النفس التي حرّم الله إلا بالحق، وأكل الربا، وأكل مال اليتيم، والتّولّي يوم الزّحف، وقذف المحصنات الغافلات المؤمنات
Artinya: “Jauhilah tujuh perkara yang menghancurkan! Mereka bertanya, ‘Apa itu?’ Sabda Nabi, ’Syirik, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, dan menuduh zina kepada wanita mukmin yang baik-baik.”
Demikian dengan hadis Nabi ﷺ,
لعن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: آكل الربا، وموكله، وكاتبه، وشاهديه“، وقال: ”هم سواء
Artinya:”Rasulullah saw. melaknat pemakan riba (pengambil riba), pemberi riba, penulis riba, dan dua saksinya. ”
Allah Swt. juga menyampaikan melalui Nabi-Nya telah memperingatkan dengan keras, bahwa suatu negeri yang bergelimang riba akan mendapat azab Allah. Sabda Rasulullah saw.
إذا ظهرَ الزِّنا و الرِّبا في قَريةٍ ، فقد أَحَلُّوا بأنفسِهم عذابَ اللهِ
“Jika telah merajalela (nampak terang-terangan) zina dan riba di suatu negeri, maka sungguh penduduknya telah menghalalkan diri mereka untuk menerima azab Allah.” (HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak, II/37. Dinilai shahih oleh Imam al-Hakim, dan penilaian ini disetujui oleh Imam Dzahabi).
Sama-sama kita ketahui bagaimana susahnya menyampaikan kebenaran saat ini juga salah satu dampak dari kemaksiatan kepada Allah Swt karena tidak mengindahkan larangan yang sudah ditentukan oleh Sang Pencipta.
Kita tunduk kepada aturan buatan manusia yang sering kali sarat dengan berbagai kepentingan. Segala kebajikan sering berkiblat kepada asing, sehingga negeri kita belum mampu mandiri
Berbeda dengan Islam yang menerapkan asas politik luar negeri mandiri. Artinya meminimalisir jeratan pihak luar ke dalam negeri. Sebisa mungkin tidak berutang dan tidak sembarangan menjalin perjanjian internasional apalagi dengan negara kufur yang memusuhi Islam. Kalaupun membangun hubungan dengan darul kufr dipastikan untuk maslahat umum dan mencermati betul akibat politisnya.
Segala tindak daulah di kancah internasional berpedoman pada syariat Islam. Maka ketika benar-benar terpaksa untuk berutang, negara tidak akan mengambil utang berbunga sebagai upaya menghindari intervensi pemberi utang.
Dengan sistematik dan rapinya sistem keuangan dalam Islam, dapat dipastikan sangat kecil sekali peluang negara berutang pada negara lain. Karena pos-pos pemasukan baitul maal strategis dan banyak, diimbangi dengan pos pengeluaran yang efisien dan menyejahterakan masyarakat.
Sejarah menjadi saksi nan jujur akan adidaya Islam pada masa silam. Islam menjadi adidaya dan menaungi dua pertiga dunia. Daulah menjadi sosok yang disegani oleh penguasa tiran dan dirindukan kehadirannya oleh rakyat berjiwa bersih.
Maka Islam sebagai rahmatan lil aalamiin terwujud nyata. Saat ini kita telah menyadari bahwa kapitalisme dengan asas ekonomi ribawinya adalah batil dan membawa kesengsaraan rakyat. Saatnya kembali pada peraturan Allah demi meraih rida-Nya di dunia maupun di akhirat.Wallahu a’lam bishawab.[]
Comment