Oleh: Diyani Aqorib S.Si, Anggota Komunitas Menulis Revowriter
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Di tengah himpitan ekonomi yang semakin sulit, masyarakat dikejutkan lagi dengan wacana pemerintah untuk menarik pajak sembako. Harga bahan pokok yang merupakan kebutuhan primer masyarakat bisa dipastikan akan lebih mahal karena adanya pajak sembako ini.
Baru-baru ini pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sembako termasuk di dalamnya adalah beras, gabah, garam, sayur mayur, buah-buahan hingga gula.
Sebagaimana tercantum dalam draft revisi Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU-KUP). Beleid itu tak lagi menyebutkan sembako sebagai objek yang dikecualikan.
Seperti dilansir dari kompas.com (10/6/2021), alasan pemerintah menarik pajak sembako karena saat ini objek pajak yang dikecualikan PPN-nya termasuk sembako, banyak dari masyarakat dan kalangan mampu yang mengkonsumsinya dan seharusnya mereka bisa membayar.
Selain sembako, pemerintah juga menambah objek jasa baru yang akan dikenakan PPN, antara lain jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko. Bahkan wacana penarikan PPN meluas pada jasa pendidikan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
Wacana penarikan PPN ini juga dikeluhkan oleh para pedagang sembako, daging, sayur mayur maupun buah-buahan di Pasar Baru, Bekasi. Mereka menyatakan keberatannya karena pengenaan PPN secara otomatis akan menaikkan harga beli sayur mayur dan buah-buahan yang dipasok dari Pasar Induk Kramat Jati dan Cibitung. Sehingga akan menaikkan harga jual ke konsumen. Dikhawatirkan akan menurunkan omzet penjualan di tengah rendahnya daya beli masyarakat akibat pandemi. Sehingga tidak akan menutup biaya operasional.
Dampak Sosial jika PPN Diterapkan
Rencana pemerintah memberlakukan PPN pada sembako hingga sektor pendidikan dapat menimbulkan dampak sosial ke masyarakat. Menurut sosiolog Universitas Nasional, Sigit Rohadi, seperti dikutip detiknews.com (12/6/2022), jika pengenaan pajak benar-benar dilaksanakan akan memberatkan masyarakat dengan pendapatan yang pas-pasan. Menurutnya fakta masyarakat yang berada di garis kemiskinan dan di bawah garis kemiskinan menghabiskan 60-70 persen pendapatannya untuk kebutuhan pokok. Dengan demikian jika pajak dikenakan pada bahan pokok tersebut, kualitas hidup masyarakat akan menurun.
Selain itu juga ada dampak sosial ikutan yang akan timbul seperti meningkatnya kriminalitas di tengah masyarakat.
Karena masyarakat yang kesulitan akan cenderung mencari cara termudah untuk memenuhi kebutuhannya. Ditambah lagi selama pandemi angka pengangguran meningkat akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mencapai 5 juta orang.
Solusi dalam Islam
Kebijakan ekonomi dalam Islam adalah jaminan pemenuhan seluruh kebutuhan dasar setiap orang secara menyeluruh serta peluang pemenuhan kebutuhan sekundernya berdasarkan kadar yang bisa dicapai. Islam membebaskan manusia dari pajak yang dzalim. Dan Islam mengharamkan penarikan pajak atas sembako atau kebutuhan pokok.
“Tidak akan masuk surga para pemungut pajak” (HR. Ahmad)
Dalam Islam, negara wajib menyediakan dan memudahkan masyarakat demi memenuhi kebutuhan pokoknya.
Ketersediaan tersebut harus sampai kepada setiap individu dengan harga yang terjangkau ataupun murah. Bahkan, jika negara dalam keadaan surplus maka kebutuhan pokok tersebut dapat dibagikan secara gratis kepada masyarakat.
Salah satu upaya negara dalam menyediakan kebutuhan pokok adalah memudahkan rakyat dalam mengelola tanah pertanian dengan memberikan hak guna pakai atau memberikannya secara cuma-cuma.
Selain itu juga ada kebijakan menghidupkan tanah mati sehingga menjadi produktif. Misal dengan ditanami padi, gandum, sayur mayur atau buah-buahan. Negara juga mengatur distribusi sehingga bahan-bahan pokok tersebut dapat tersebar merata ke seluruh penjuru negeri.[]
Comment