Remisi dan Kejahatan yang Makin Liar

Opini246 Views

 

 

Penulis: Fadhillah Lestari | Aktivis Mahasiswa

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Lagi, remisi khusus Idulfitri kembali menjadi pembicaraan publik. Seperti dilansir dalam laman Makassar, CNN Indonesia, sebanyak 5.931 warga binaan di sejumlah lembaga pemasyarakatan (lapas) dan Rumah Tahanan (rutan) di Sulawesi Selatan mendapatkan remisi khusus Idulfitri. Sebanyak 14 orang di antaranya langsung bebas.

Warga binaan yang menerima remisi terdiri dari Remisi Khusus (RK) I dan RK II. Secara rinci, terdapat 5.917 warga binaan yang dapat RK I dan 14 warga binaan yang mendapatkan RK II ataupun langsung bebas.

“Warga binaan terbanyak yang memperoleh remisi berada di Lapas Kelas I Makassar dengan jumlah 779 orang warga binaan,” kata Kepala Kanwil Kementeian Hukum dan HAM Sulsel Liberti Sitinjak, Rabu (10/4).

Liberti menyebutkan hingga April 2024, penghuni lapas dan rutan se-Sulawesi Selatan tercatat sebanyak 11.159 orang. Rinciannya, 7.969 narapidana dan 3.190 tahanan. Liberti mengapresiasi seluruh penghuni Lapas Makassar yang telah menciptakan suasana kondusif selama satu tahun ini. Menurutnya, hal ini jadi tanda sinergi baik antara petugas dan warga binaan.

Ia berharap pemberian remisi dan pengurangan masa pidana ini jadi semangat bagi warga binaan untuk mengisi hari-hari menjelang bebas dengan memperbanyak karya.

“Pemberian remisi ini merupakan wujud nyata dari sikap negara sebagai reward kepada warga binaan dan anak binaan yang senantiasa selalu berbuat baik, memperbaiki diri, dan kembali menjadi anggota masyarakat yang berguna,” tuturnya.

Sistem Liberal Demokrasi, Akar Masalah

Remisi pada momen tertentu menunjukkan sistem sanksi yang tidak menjerakan kalau Lapas adalah tempat terakhir bagi narapidana yang terjerat masalah pelanggaran hukum untuk bertobat dan kembali kejalan yang benar, ternyata masih banyak menyimpan masalah-masalah pelik justru belum terselesaikan. Bukan justru diberikan remisi sebagai reward.

Masalah-masalah seperti narapidana yang mengendalikan peredaran narkoba dari balik jeruji besi, hukum rimba, sampai perlakuan tidak berimbang antara orang berduit dengan orang-orang biasa dan bertambahnya kejahatan dengan bentuk yang makin beragam menjadi bukti tidak adanya efek jera dan akan berakibat hilangnya rasa takut sehingga melakukan kejahatan lebih besar bagi para narapidana.

Hal ini menjadi sebuah keniscayaan, sebab sekularisme demokrasi adalah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan dan menjadikan manusia berdaulat atas hukum. Padahal, akan manusia itu terbatas. Sehingga ketika membuat hukum tidak akan mampu memberikan keadilan.

Kenyataan seperti itu menyadarkan kita bahwa bagaimanapun memenjarakan seseorang bukanlah merupakan solusi terbaik, melainkan justru menimbulkan permasalahan baru yang akan merugikan, baik bagi narapidana itu sendiri maupun bangsa dan negara. Pada akhirnya permasalahan tersebut akan terus membengkak.

Selain itu sistem pidana yang dijadikan rujukan tidak baku, mudah berubah karena jelas hukum buatan manusia yang mudah disalah gunakan.

Memang sistem perundang-undangan di Negeri kita tidak bisa memberikan efek jera. Hukuman minimal 5 tahun penjara, dengan berbagai remisi, maka tak jadi 5 tahun. Kortingan hukuman biasa dilakukan ketika hari besar negara ( peringatan kemerdekaan, dll). Denda uang pun masih bisa dibayar oleh pelaku. Maka segala bentuk hukuman ini ternyata tidak bisa membuat para pengedar narkoba ini kapok.

Bukannya jera dengan hukuman yang dijalani, tapi ternyata membangun jaringan narkoba dari dalam lapas. Lapas dimanfaatkan oleh narapidana menjadi tempat untuk mengasah keahlian (kejahatan).

Karena bertemunya para napi yang dulu mungkin seprofesi saling bertukar pengalaman bahkan para narapidana ini bisa bekerjasama dengan petugas lapas. Maka wajar kenapa para tahanan tidak bisa insyaf, tidak kapok.

Situasi seperti ini akan terus berlangsung selama sistem yang melingkupi tak berubah. Bagaimana mungkin orang-orang akan baik, jika sistemnya adalah Sekuler kapitalis. Yang terjadi justru orang baik bisa menjadi buruk karena dipaksa sistem yang buruk.

Oleh karena itu, jalan terbaik atas semua itu adalah kembali kepada Islam, sebuah sistem yang memiliki solusi lengkap atas perbuatan manusia. Sistem yang memihak semua manusia, sistem yang adil karena datang dari Yang Maha Adil.

Islam Solusi Tuntas

Jika menilik sejarah peradaban, manusia pernah hidup dalam sebuah sistem kehidupan yang menerapkan sistem sanksi secara adil, tegas, tidak tebang pilih. Sehingga manusia hidup penuh dengan kebaikan di bawah naungan Islam. Khilafah adalah sistem pemerintah warisan Rasulullah Saw. Semua aturan dalam sistem ini berasal dari hukum syariat termasuk sistem sanksinya.

Negara dalam Islam adalah pelaksana utama penerapan seluruh syariat Islam. Negara pun memiliki wewenang untuk memberikan sanksi tegas kepada pelaku tindak kejahatan. Di sinilah pentingnya negara memberlakukan hukum pidana Islam.

Hanya Islam yang bisa membuat pelaku kejahatan – seperti para narapidana ini, bisa berefek jera dan bertobat sebenar – benarnya. Karena itu, Islam memiliki sistem yang khas, tegas dan menjerakan, yang berfungsi sebagai jawabir dan zawajir ketika diterapkan dalam kehidupan.

Hukum syariat berfungsi sebagai jawabir (penebus) maksudnya adalah ketika orang-orang yang melakukan tindakan kriminal mereka dihukum, maka dosa mereka di dunia telah terhapus. Sedangkan fungsi jawazir adalah untuk sarana pencegah terjadinya perbuatan tindak kriminal yang baru.

Inilah salah satu keistimewaan diberlakukannya hukum syariah Islam. Hal ini tidak akan kita temui di luar daripada hukum Islam. Dengan diterapkan hukum syariat sebagai jawabir dan jawazir ini keamanan, ketentraman masyarakat pun terkondisikan.

Maka sebenarnya hukum di negeri ini belum dapat memberi efek jera apalagi pencegahan. maka hanya dengan ditegaknya Islam yang mampu menerapkan aturan dan memberikan efek jera.

Di sisi lain, kepemilikan umum (Al Milkiyatul Ammah) seperti tambang, haram dimiliki dan dikelola swasta, baik pribadi, korporasi, swasta dalam negeri maupun asing. Sehingga siapapun yang melanggarnya akan mendapatkan sanksi negara. Maka, jika di dalam sistem Khilafah siapa pun yang terbukti melanggar hukum syariat akan dikategorikan berdasarkan empat hukuman tersebut.

Demikianlah, hukum sanksi Islam bisa diterapkan secara praktis, tidak berbelit-belit, menimbulkan efek jera baik di dunia akhirat. Karena itu sistem hhkum Islam, sebuah konsep hukum yang tiada bandingannya dengan hukum sanksi manapun.

Semua itu semestinya mendorong kita untuk segera menerapkan hukum dan nilai nilai Islam untuk mengatur perkara kehidupan dan memutuskan segala persoalan yang terjadi. Wallahu a’lam.[]

Comment