Remaja Sadis, Nasib Generasi Makin Kritis

Opini468 Views

 

 

Penulis: Devy Rikasari, S.Pd | Komunitas Pena Dakwah Cikarang

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Sungguh miris, tindak kejahatan makin beragam bentuknya, bahkan pelakunya kini menyasar remaja. Tak tanggung-tanggung, kejahatannya pun diborong sekaligus. Mabuk, membunuh satu keluarga, lalu memperkosa istri dan anak korban.

Peristiwa ini terjadi di Penajam Paser Utara, Kaltim, pada Selasa (6/2). Pelaku pembunuhan berinisial J masih berumur 16 tahun. Saat itu, ia dan teman-temannya baru saja melakukan pesta miras. Ia pulang lalu menuju rumah korban dan membunuh satu persatu keluarga korban yang berjumlah 5 orang. Tak hanya itu, pelaku juga tega memperkosa jenazah istri dan anak korban. Selain itu, ia juga mencuri uang korban sebesar Rp 353 Ribu (detik.com, 10/2/2024).

Motif pembunuhan diduga karena pelaku dendam helmnya dipinjam tak dikembalikan. Pelaku juga sering cekcok dengan korban karena masalah ayam. Selain itu, pelaku juga cemburu kepada anak korban yang tidak lain adalah mantan pacarnya. Pelaku tidak terima sang mantan punya pacar baru. (cnn.com, 7/2/2024).

Perilaku sadis remaja bukan kali ini saja. Sebelumnya, seorang remaja (16 tahun) berinisial MWA asal Bantul, ditangkap polisi karena membacok seorang pengendara sepeda motor. Aksi itu dilakukan di dekat Pantai Baros, Kretek, Kabupaten Bantul pada 26 November tahun lalu. (solopos.com, 2/12/2023).

Perilaku Sadis Buah dari Sistem Rusak

Apa yang terjadi pada fakta di atas tentu membuat siapapun bergidik ngeri. Bagaimana bisa seorang remaja yang masih berusia belasan tahun tega melakukan tindak kejahatan berlapis, apalagi sampai melakukan pembunuhan.

Aksi sadis yang dilakukan para remaja ini menunjukkan buruknya sistem pendidikan negeri ini dalam menanamkan tujuan hidup. Para remaja ini dalam kondisi labil dan gagal menemukan jati dirinya. Selain itu, perasaan bahwa mereka masih di bawah umur seolah menjadi pembenaran tindakan bejat tersebut.

Di sisi lain, hukum yang tidak membuat jera mengakibatkan kejadian serupa terus berulang. Bahkan kalau mau diungkap faktanya bagai fenomena gunus es. Sungguh miris.

Islam Menyelamatkan Generasi dari Kerusakan Moral

Islam adalah sistem hidup yang sempurna. Sebagai sistem hidup (way of life), Islam menghendaki pemeluknya untuk menerapkannya secara keseluruhan, bukan parsial (sebagian). Karena itu, Islam selayaknya dipakai bukan hanya mengatur ibadah ritual, namun juga mengatur terkait sistem sanksi, pendidikan, dan lain-lain.

Sistem hukum/sanksi dalam Islam bersandar kepada hukum-hukum Allah, bukan hukum warisan Belanda yang notabene buatan manusia. Hal ini Allah subhanahu wata’ala tegaskan dalam firman-Nya: إِنِ ٱلْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.”(QS. Al An’am ayat 57).

Islam memandang setiap kemaksiatan adalah kejahatan yang layak diberi sanksi atas pelakunya. Sanksi ini diberikan kepada mukalaf yaitu seorang muslim yang sudah baligh, berakal dan melakukan kejahatan karena kesadaran bukan paksaan.

Karena itu, pelaku pembunuhan satu keluarga di Paser telah melanggar syariat berupa minum khamr, membunuh, memperkosa, dan mencuri harta korban. Karena itu, sanksi bagi pelaku tidak cukup dengan hanya penjara.

Dalam Islam, tindakan pelaku meminum khamr layak dijatuhi hukuman hudud. Sanksinya yaitu cambuk 80 kali di depan umum. Hukuman ini dilaksanakan setelah ada dua saksi yang adil atau pengakuan dari korban. Syaratnya peminum khamr tersebut adalah muslim, baligh, berakal, tidak dipaksa, mengerti hukum keharamannya dan sehat (tidak sedang sakit). Jika sedang sakit, hukumannya harus ditangguhkan hingga sembuh. Jika sedang mabuk, maka menunggu pelaku sadar.

Sementara itu, untuk pembunuhan yang dilakukan pelaku J terkategori pembunuhan berencana atau disengaja (al qatlu al ‘amdu). Terdapat 3 jenis sanksi yaitu sebagai berikut:

Pertama, hukuman mati (qishash).
Kedua, membayar diyat kepada keluarga korban, yaitu tebusan atas nyawa yang telah dihilangkan jika keluarga memaafkan pelaku. Diyatnya adalah 100 ekor unta, dimana 40 ekor diantaranya sedang bunting. Jika memiliki dinar dirham, maka diyatnya senilai 1000 dinar atau 12.000 dirham.
Ketiga, memaafkan (al ‘afwu), ketika keluarga korban memaafkan dan tidak meminta diyat.

Adapun untuk pemerkosaan yang dilakukan J, maka dihukumi had zina ghair muhsan (belum menikah). Sanksinya yaitu cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun.

Sementara perilaku mengambil harta (mencuri) bisa dikenai sanksi hudud mencuri ketika mencapai nishab harta curian. Jika harta curian tidak mencapai nishab, maka dikenakan sanksi ta’zir.

Pelaksanaan sanksi Islam ini memiliki dua fungsi, yaitu jawabir dan zawajir. Jawabir yaitu menebus dosa si pelaku di akhirat. Zawajir yaitu mencegah orang lain melakukan kejahatan yang sama.

Jika sedari awal, khamr dilarang, pelakunya dikenakan sanksi hudud, tentu saja akan mencegah perbuatan bejat lainnya yang disebabkan oleh meminum khamr.

Selain menerapkan sistem sanksi yang tegas, negara di dalam Islam juga dituntut untuk menerapkan sistem pendidikan Islam untuk mencetak generasi yang berkepribadian Islam. Sistem pendidikan seperti ini akan melahirkan remaja yang produktif demi kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Dengan inilah Islam menjaga generasi agar terhindar dari kerusakan yang berlarut-larut. Wallahu’alam bishawab.[]

Comment