Penulis: Nafeezah Syazani Alifiana |Pemerhati Remaja Andoolo
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Remaja merupakan fase transisi (peralihan) masa anak-anak menuju dewasa dalam rentang usia 12-18 tahun menurut KBBI. Secara fisik sudah dapat dinilai sama dengan orang dewasa namun belum mencapai kematangan jiwa.
Masa jiwa bergejolak, menggebu-gebu dan ingin mencoba berbagai hal yang dianggapnya menarik sehingga tak jarang menunjukkan perilaku yang menyalahi aturan keluarga dan aturan sosial di lingkungan masyarakat serta agama.
Dalam catatan dan laporan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) seperti ditulis laman liputan6.com (6/8/2023), ada 20 persen remaja usia 14-15 tahun yang pernah melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Selain itu sebanyak 60 persen yang berusia 16-17 tahun yang juga melakukan hubungan seksual tanpa pernikahan.
Pergaulan bebas membuat remaja mencukupkan diri dengan melakukan hubungan seksual yang membuat mereka bersenang-senang sesaat dan tidak berpikir panjang untuk masa depannya. Tidak sedikit yang kemudian berujung pada kehamilan sehingga tidak lagi fokus pada pendidikannya dan masa depan emas untuk proses mewujudkan cita-cita masa depan mereka.
Tentu saja, hal seperti ini banyak faktor yang menjadi pengaruhnya, dimulai dari peran orang tua dalam mendidik dan mengontrol pergaulan anak remajanya. Kurangnya komunikasi orang tua dan anak sebagai sahabat tempat anak bercerita pada orang tuanya karena sibuk bekerja.
Menganggap anak sudah cukup mandiri mengurus diri sendiri sehingga tidak terlalu diperhatikan lagi padahal pada usia remaja mereka sangat memerlukan pendampingan dari orang tua untuk berperilaku di lingkungan masyarakat.
Kerap kali orang tua juga abai terhadap anak karena dianggapnya kebutuhan anak telah dipenuhi padahal sejatinya anak tetaplah butuh peran orang tua.
Selain orang tua, peran masyarakat pun tidak lagi nampak dalam kehidupan sosial. Sebagai contoh jika melihat ada anak remaja berdua-duaan atau pergi ke tempat-tempat yang tidak seharusnya, masyarakat membiarkan saja tanpa menasehati. Alhasil semakin leluasalah pergaulan para remaja ini. Untuk menjaga dan mewujudkan generasi cemerlang, kontrol sosial dari masyarakat sangatlah diperlukan.
Tontonan di berbagai media digital pun makin mudah diakses. Maraknya konten pornografi dan penyalahgunaan akses internet tentu menjadi faktor bagi remaja untuk dapat berselancar dengan bebas mencari konten negatif dan membuat jiwa yang bergejolak dan rasa penasaran tinggi untuk mencobanya hingga terjunlah mereka dalam pergaulan seks bebas tanpa mereka sadari hal ini akan merusak masa depan mereka.
Benar bahwa perlu ditanamkan pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja tapi bukan berarti hal itu justru membuat remaja semakin ingin mempraktikkan langsung. Sekolah juga memiliki peran untuk memberikan pengajaran, pendidikan, pembinaan, dan pembentengan kepada remaja agar selalu berada pada jalan yang sesuai dan tidak terjerumus pada pergaulan bebas.
Namun sayangnya pendidikan di Indonesia makin hari makin sekuler – berpisahnya antara kehidupan dan agama, pendidikan agama menjadi mata pelajaran umum yang seolah tidak begitu penting. Padahal dengan agamalah seharusnya anak remaja mampu dimaksimalkan potensinya sebagai generasi masa depan yang gemilang.
Orang tua, masyarakat, guru dan sekolah, bahkan negara memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan edukasi baik karakter maupun agama kepada anak dan remaja karena jika tidak didampingi anak akan mengejar euforia senang-senang saja dan abai pada kebaikan dirinya.
Orang tua makin gelisah pada anak remajanya, namun pemerintah tidak mengambil peran pentingnya untuk membatasi media dalam membuat konten-konten yang merangsang remaja untuk melakukan perzinaan yang jika kebablasan akan berujung pada kehamilan dan pernikahan dini atau lebih parahnya sampai pada tindakan aborsi, pembuangan bayi, penjualan anak karena belum siap menjadi orang tua baru. Atau seperti saat ini tengah makin melonjak naik yaitu penyakit menular seksual akibat pergaulan bebas.
Kini sudah saatnya semua pihak melek akan fenomena ini. Jika dibiarkan terus-menerus, bagaimana dan menjadi apa generasi muda yang akan memimpin negeri di masa mendatang?
Zina pada remaja dianggap lumrah sebagaimana di negeri-negeri barat. Padahal zina dalam Islam sangat dilarang keras. Bahkan mendekatinya saja diharamkan. Seperti dijelaskan dalam Quran surah Al-Isra:32:
“Dan janganlah kamu memdekati zina, sesungguhnya zina adalah perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk”.
Zina adalah dosa besar dalam Islam dan sangat dilarang karena menimbulkan kerusakan dalam tatanan masyarakat. Sehingga Islam menjaga agar tidak ada pergaulan bebas dengan cara memisahkan pergaulan laki-laki dan perempuan kecuali dalam urusan pendidikan, kesehatan, dan muamalah. Islam juga memiliki aturan untuk menutup aurat, menundukkan pandangan, dan memberikan sanksi bagi pelaku zina sebagai pencegahan dan efek jera terhadap yang lain.
Dengan segala perlindungan yang ada, Islam memberikan kemudahan menikah bagi laki-laki dan perempuan yang telah siap menikah dari pada harus melakukan perbuatan zina.
Tidak seperti pada sistem sekuler yang membuka lebar akses perzinaan bahkan di kalangan remaja hingga berdampak pada pernikahan dini yang tanpa ilmu dan persiapan, resiko kehamilan pada remaja yang mengganggu psikis dan mental ibu muda, baby blues syndrome, stunting, gizi buruk, kemiskinan dan lain sebagainya.
Islam hadir dengan solusi terbaik membawa perubahan bukan hanya pada perilaku remaja tapi juga pada seluruh aspek kehidupan. Hal ini bisa terwujud dengan kesadaran dan kemauan untuk menerapkan Islam secara menyeluruh.
Wa’Allahualam bishowab.[]
Comment