Oleh: Hamsina Halik, Pegiat Literasi Revowriter
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Berita terkait narkoba tak ada habisnya. Menyasar berbagai kalangan. Baik sebagai pemasok, pengedar atau pun pemakai. Penyebarannya terus saja terjadi, meski telah berbagai upaya dilakukan. Nasib generasi pun pertaruhkan.
Kabar terbaru, terungkap adanya rekening gendut yang mencapai Rp120 T yang disinyalir bersumber dari sindikat perdagangan narkoba. Mirisnya, ribuan orang terlibat dari beragam latar belakang.
Dilansir idntimes.com (6/7)2021), Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Erdiana Rae menyebut, banyak korporasi dan individu yang terlibat dalam aliran dana rekening jumbo sebesar Rp120 triliun yang ditemukan PPATK. Totalnya, ada 1.339 korporasi dan individu yang masuk hitungan PPATK.
Aliran tersebut memang merupakan akumulasi dalam rentang waktu sejak 2016 hingga 2020. Tapi ini gambaran jelas dan komprehensif bagi seluruh pihak tentang berapa besarnya bisnis narkoba di Indonesia.
Dilansir dari republika.co.id, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas (Karopenmas Divhumas) Polri, Brigjen Rusdi Hartono mengatakan, Bareskrim Polri sedang menindaklanjuti temuan PPAT terkait adanya aliran dana Rp 120 triliun diduga berasal dari transaksi sindikat narkoba dengan melakukan investigasi bersama lembaga intelijen keuangan tersebut.
“Ini sedang ditindaklanjuti tentunya hasilnya bagaimana kita tunggu saja perkembangan hasil koordinasi, dan tentunya hasil investigasi bersama Polri dan PPATK,” kata Rusdi di gedung Divisi Humas Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (7/10).
Permasalahan Sistemik
Sudah menjadi realita yang begitu ironi, perang melawan narkoba tak pernah reda. Meski berbagai upaya telah dilakukan, tetap saja narkoba menggurita, bak jamur di musim hujan. Juga, para sindikat pemasok narkoba tak pernah jera melakukan aksinya. Meski ada sanksi yang menghadang mereka.
Terbukti dari akumulatif aliran dana Rp120 T yang tidak lain merupakan gambaran bagaimana narkoba telah beredar di tengah masyarakat. Dan, fakta yang diungkap PPATK ini semakin menegaskan bahwa negeri ini surganya narkoba.
Bukanlah suatu yang mustahil hal demikian terjadi. Sebab, sistem yang diterapkan saat ini sangat memungkinkan untuk mewujudkannya. Ibarat tanaman yang tumbuh subur karena diberi pupuk, demikian pula, narkoba menggurita dan tumbuh subur di tengah masyarakat dikarenakan sistem yang ikut menyuburkannya.
Sistem itu tak lain adalah kapitalisme dengan sekularisme sebagai asas, yang memisahkan agama dari kehidupan, membuat manusia jauh dari agama sehingga tak ada lagi kontrol dan standar yang benar dalam setiap tindakannya. Ditambah dengan adanya paham liberalisme sebagai turunannya, membuat siapa pun bebas untuk melakukan segala hal tanpa memperhatikan halal haram. Bahkan menggaungkan kebebasan dalam hidup.
Oleh karena itu, berharap perubahan hanya dengan sekadar mengkampanyekan bahaya narkoba dalam kondisi masyarakat sekuler liberal ini, hanya sebuah lip service. Apalagi sanksi yang diterapkan masih berorientasi manfaat. Selain itu, sanksi yang ada tidak memberikan efek jera. Akibatnya bisa menjadi peluang kerjasama antara oknum penegak hukum dan mafia narkoba dengan imbalan tertentu.
Karena, permasalahan narkoba sudah menyentuh level sistemik. Maka, solusi yang seharusnya diupayakan diterapkan juga harus bersifat sistemik. Sehingga upaya untuk memberantas jaringan narkoba dan menutup segala pintu berkembang dan menyebarnya segala aktivitas terlarang, yang bisa menjerumuskan ribuan anak bangsa dalam kerusakan, bisa terwujudkan. Dan solusi ini tidak mungkin berasal dari sistem kapitalisme sekuler.
Pentingnya Kehadiran Negara
Islam telah mengharamkan narkoba dan memerintahkan umat Islam untuk menjauhinya. Baik produsen, pelaku dan pengedarnya jelas sudah berbuat dosa. Allah Ta’ala akan meminta pertanggung jawaban kelak.
Sabda Rasulullah SAW, “Segala yang mengacaukan akal dan memabukkan adalah haram.” (HR. Imam Abu Daud)
Oleh karena itu, kehadiran negara dalam menjaga akal manusia adalah suatu kewajiban. Menjaga akidah mereka dan membangun ketakwaan individu rakyatnya. Untuk itu negara seharusnya mengupayakan rakyat senantiasa dalam suasana terikat pada hukum syara’ ketika melakukan perbuatan dan kebolehan menggunakan sebuah benda berdasarkan halal haram.
Sehingga dengan sendirinya rakyat akan secara sadar menjauhi dari hal-hal yang akan membawa kepada kemudaratan dan kemaksiatan, termasuk narkoba. Namun, jika masih ada yang melanggar, Islam memiliki sistem sanksi yang mampu menyelesaikan kasus narkoba secara fundamental. Sebab, hukum dalam Islam tidak pandang bulu dan tidak bisa dibeli seperti sanksi dalam sistem kapitalis sekuler.
Islam akan menerapkan sanksi hukum yang keras dan tegas kepada para pelanggar aturan. Baik bagi pengguna, pengedar ataupun produsen narkoba. Hukuman itu bisa berupa sanksi ta’zir yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh qadhi (hakim), misalnya dipenjara, dicambuk, bahkan sampai pada hukuman mati, sesuai kadar kesalahannya. Ini hanya akan terwujud ketika sistem yang diterapkan sebagai pengatur kehidupan adalah sistem Islam. Bukan kapitalis sekuler.Wallahu a’lam. []
Comment