Rapuhnya Pernikahan dalam Sistem Sekuler

Opini494 Views

 

 

 

Oleh: Eviyanti, Pendidik Generasi dan Pegiat Literasi

________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– “Rumput tetangga lebih hijau daripada rumput sendiri,” merupakan sebuah ungkapan yang digunakan untuk menggambarkan ketertarikan lawan jenis dengan pasangan orang lain.  Dalam bahasa masyarakat, fenomena ini bermakna sebagai perselingkuhan – yang tengah marak terjadi di negeri kita.

Indonesia jadi negara kedua di Asia dan keempat di dunia dengan kasus perselingkuhan terbanyak. Sebagaimana ditulis tribunnews.com, Sabtu (18/02/2023), berdasarkan survei aplikasi Just Dating Indonesia menempati urutan kedua dalam kasus perselingkuhan.

Sebanyak 40 persen mengaku pernah menyelingkuhi pasangannya. Dalam survei aplikasi ini pun ditemukan fakta bahwa ternyata perempuanlah yang lebih banyak melakukan selingkuh dibandingkan dengan laki-laki.

Perselingkuhan memang selalu menjadi kasus dan topik sensitif dalam setiap hubungan terlebih untuk pernikahan. Biasanya mereka yang sudah pernah diselingkuhi akan meninggalkan trauma karena merasa dikhianati.

Topik ini pun semakin hangat dibicarakan publik setelah banyak film atau sinetron yang mengangkatnya ke permukaan. Beberapa korban memilih bangkit dari trauma masa lalu, tapi tak sedikit juga yang memilih kembali ke pasangannya yang terbukti selingkuh.

Perselingkuhan ini bisa terjadi karena beberapa faktor seperti ekonomi, kurangnya komunikasi antara suami dan istri, faktor lingkungan dan lain-lain.

Begitu rapuhnya pernikahan dan bangunan keluarga dalam sistem sekuler saat ini. Pernikahan tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang sakral. Sebelum memutuskan menikah, sejatinya kedua calon mempelai sudah memahami ikatan pernikahan di sisi Allah merupakan ikatan yang serius.

Dari banyak penyebab terjadinya perselingkuhan, faktor ketertarikan secara fisik dan mencari kesenangan menjadi hal yang dominan. Namun, kondisi ini wajar terjadi dalam sistem sekuler kapitalis-sekuler.

Dalam sistem ini manfaat dan kesenangan jasmani menjadi tujuan utama. Rendahnya keimanan  sehingga mereka menganggap bahwa selingkuh itu menjadi salah satu solusi persoalan. Banyak hal yang mendorong terjadinya perselingkuhan ini.

Dalam kapitalisme-sekuler sangat terbuka dan sangat rentan terjadinya perselingkuhan karena model pergaulan yang sangat bebas dibarengi dengan kurikulum pendidikan yang minum dengan muatan religius ditambah media yang bebas menyangkan program dan konten yang kurang bermanfaat bagi kehidupan sosial.

Dalam Islam, pernikahan merupakan sebuah bentuk ibadah dengan perjanjian atau sumpah kuat ( yang diikrarkan di hadapan Allah Swt. Karena itu pernikahan bukan hanya untuk meraih kesenangan biologist stay seksual semata tetapi memiliki tujuan mulia lainnya yang harus dijaga agar kehidupan masyarakat tetap dalam kemuliaan dan kesucian. Allah menyifati ikatan pernikahan itu sebagai perjanjian yang kuat (mitsaqan ghalizhan). Allah berfirman, “Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An-Nisa’ [4]:21). Hal ini menunjukkan betapa seriusnya ikatan itu di hadapan Allah.

Manusia dihiasi dengan ghara’iz (naluri-naluri), berupa gharizah attadayun/naluri untuk beragama, gharizah baqa’/naluri untuk mempertahankan diri dan gharizah an-naw’/naluri untuk mempertahankan jenis.

Dengan karunia berupa gharizah an-naw’ inilah Allah Swt. menjaga kelangsungan jenis manusia di muka bumi.

Keberlangsungan pernikahan wajib dijaga bukan hanya oleh pasangan suami istri saja tetapi juga oleh masyarakat. Bahkan dalam Islam, negara wajib menjaga kuatnya ikatan pernikahan dengan berbagai hukum atau aturan yang diterapkan dalam berbagaai aspek terkait, seperti sistem sosial, sistem pendidikan, sistem ekonomi, bahkan juga sistem kesehataan dan lainnya.

Dengan begitu ikatan pernikahan dan bangunan keluarga akan kuat, tidak akan runtuh hanya karena “Rumput tetangga lebih hijau daripada rumput sendiri,” atau dalam hal ini kasus perselingkuhan.

Semua ini hanya akan terwujud bila nilai nilai Islam diimplementasikan secara menyeluruh dalam kehidupan.  Wallahu a’lam bishshawab.[]

Comment