RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kembali melanda Indonesia dalam satu tahun terakhir ini, mulai dari perusahaan baja, manufaktur, telekomunikasi hingga startup yang sudah menjadi unicorn.
Misalnya, per 14 Februari 2020 ini, PT Indosat melakukan PHK terhadap 667 karyawan.
“ per tanggal 14 Februari 2020 kemarin, dari 667 karyawan yang terdampak, lebih dari 80 % telah setuju menerima paket kompensasi ini dan kami juga menjalin kerja sama dengan mitra Managed Service untuk memberi kesempatan bagi mereka agar tetap dapat bekerja di mitra kami tersebut, “ ujar Director & Chief of Human Resource, Irsyad Sahroni, (detikcom, Sabtu, 15/02/2020).
Bukalapak juga melakukan PHK dengan alasan menata diri secara terbatas. Juru bicara manajemen bukalapak, seperti dikutip laman detikfinance, (23/2/2020) mengatakan, sebagai perusahaan dengan jumlah karyawan total 2.500-an, kami menata diri secara terbatas dan selektif untuk bisa mewujudkan visi kami sebagai sustainable e-commerce.
Sementara Net TV melakukan PHK dengan alasan efisiensi. Manajemen menawarkan karyawannya untuk mengundurkan diri (resign) secara suka rela dengan diberi benefit yang layak.
Sementara manajemen Net TV sebagaimana dikutip detik.com, (9/8/2019) menjelaskan apa yang dilakukannya dalam rangka efisiensi dan mencoba menawarkan ke karyawan yang berminat mengundurkan diri dengan diberikan benefit.
PHK massal juga terjadi di Batam, kepulauan Riau. Sebanyak 2.500 orang terpaksa kehilangan pekerjaan akibat di PHK karena tutupnya dua pabrik di sana.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, Rudi Sakyakirti mengatakan dua pabrik itu ialah PT Foster Electronic Indonesia dan PT Unisem Batam.
Di Surabaya, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur telah menerima laporan adanya lebih dari 2.000 pekerja di perusahaan rokok yang akan di PHK pada tahun ini.
Kepala Disnakertrans Jatim, Himawan Estu Bagijo mengatakan ada pabrik yang akan merumahkan karyawannya yakni dari pabrik rokok Sigaret Kretek Tangan yang berlokasi di Kletek, Sidoarjo.
Lebih miris lagi, Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dikabarkan juga melakukan PHK besar-besaran karena produksi kain dari dua pabrik tersebut menumpuk di gudang-gudang lantaran tak ada pesanan. (detiknews.com)
Adapun Krakatau Steel, sejak 1 Juni 2019 lalu, telah memutuskan pekerjanya sebanyak 300 karyawan. Dan terus berlanjut hingga Juli dengan merumahkan 800 karyawan. Angka tersebut belum termasuk karyawan organic di BUMN baja.
Prediksi Labor Institute Indonesia di tahun 2019 bahwa PHK akan semakin sering terjadi dibanding tahun 2018, kini terbukti.
Namun peringatan kepada pemerintah untuk mengantisipasi permasalahaan tersebut dengan membuat blue print strategi pencpitaan lapangan kerja di era digitalisasi ternyata tak terealisasi.
Di era disrupsi, saat unicorn dan bisnis-bisnis berbasis digital menjamur di negeri ini telah menjadi ancaman nyata bagi rakyat Indonesia, khususnya kaum buruh. Dimana posisi mereka adalah korban dari upaya pemerintah yang katanya akan mampu membuka potensi besar mensejahterakan rakyat.
Nyatanya era disrupsi makin memperlihatkan peran penguasa hanya sebagai fasilitator dan regulator saja. Penguasa cenderung memberikan hak penuh pengelolaan ekonomi negeri ini kepada para investor atas nama digitalisasi ekonomi.
Begitu semakin nyata membuktikan bahwa kesejahteraan yang dijanjikan oleh pemerintah kepada rakyat tak terealisasi sama sekali.
Akan terus terjadi kegagalan berbagai program ekonomi, selama bertumpu dan berkiblat pada kapitalis asing dan aseng. Sudah saatnya kita akhiri kerusakan ini dengan mengganti system yang di gunakan oleh pemerintah menjadi system Islam.
Karena hanya system Islam yang memiliki aturan-aturan dari Sang Pencipta langit dan bumi, yang Mahamengetahui secara pasti bagaimana manusia yang hidup di bumi mendapatkan kesejahteraan yang hakiki. Wallahu a’lam.[]
*Penulis adalah seorang pendidik
Comment