RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Janji pemerintahan Joko Widodo memberantas kemiskinan tak terwujud hingga akhir masa jabatannya yang pertama berakhir. Ia pun berjanji untuk melambungkan ekonomi Indonesia seperti roket yang meluncur ke langit. Namun, pada kenyataannya hanya isapan jempol semata dan justru keadaan sebenarnya menunjukkan kebalikannya.
Pada tahun sebelumnya ekonomi Indonesia begitu memprihatinkan. Hutang semakin membesar dan aset-aset milik negara diperjual belikan dengan bebas dan bersifat tertutup (non-transparan), semakin menambah kacaunya system ekonomi di Indonesia. Bahkan, Bank Dunia memprediksi bahwa Indonesia akan mengalami masa-masa ekonomi sulit selama 3 tahun ke depan.
Pada studinya yang dipublikasikan September 2019, Bank Dunia menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melemah. Lagi-lagi target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, diprediksi tidak akan tercapai. Bank Dunia mengestimasi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh pada kisaran 4,9 persen pada tahun ini (2020), dan terus melambat hingga 4,6 persen pada 2022.
Prediksi tersebut memunculkan kekhawatiran akan dicabutnya modal asing dari Indonesia dalam jumlah besar. Akibatnya, nilai tukar rupiah bisa semakin melemah. Sebagai langkah antisipasi, pemerintah memangkas besaran subsidi energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun ini. Rakyat pun harus menanggung beban demi eksistensi pemodal asing di negeri ini.
Saat ini, beban itu sedang dirasakan rakyat dengan rencana pencabutan subsidi LPG gas melon, pencabutan subsidi untuk pelajar tuna netra, pencabutan subsidi untuk guru honorer, dan kenaikan tarif listrik. Dikutip dari laman merdeka.com, Jumat, 17/01/2020, salah satu alasan pencabutan itu karena subsidi akan dialokasikan ke kalangan yang lebih berhak atau masyarakat yang kurang mampu sehingga dana subsidi akan dialihkan untuk pembangunan.
Gas 3 kg contohnya. Pemerintah jokowi menerangkan bahwa nantinya subsidi takkan diberikan per tabung, tapi langsung ke penerima manfaat alias masyarakat tidak mampu. Tetapi bukan berarti yang berhak menerima bebas memakai gas 3 kg ini. Dalam sebulan, mereka hanya diperbolehkan menggunakannya maksimal 3 tabung gas melon dengan harga Rp. 35 ribu per tabung setelah subsidi resmi dicabut.
Penerapan penyaluran subsidi elpiji tertutup ini, rencananya akan diterapkan pada pertengahan 2020 setelah pemerintah menetapkan mekanisme penyaluran subsidi. Sebagaimana dikatakan oleh Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi kementerian ESDM, Djoko Siswanto, di Jakarta.
Subsidi hanya salah satu obat kapitalis mengatasi gejolak rakyat dan bukan wujud tanggung jawab Negara untuk melayani dan menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat. Mengapa pencabutan subsidi sangat dianjurkan dalam kapitalis ?
Jawabannya sudah jelas bahwa subsidi dianggap sebagai bentuk intervensi pemerintah. Karena menurut kapitalis, pelayanan publik harus mengikuti mekanisme pasar, yaitu Negara harus menggunakan prinsip untung-rugi dalam penyelenggaraan bisnis publik. Pelayanan publik murni seperti dalam bentuk subsidi dianggap pemborosan dan inefisiensi.
Semenjak Indonesia menjadi Negara yang bergabung dengan Hegemoni Global (WTO, IMF, dan Bank Dunia), maka Indonesia juga menerapkan sistem kapitalime yang anti subsidi. Dan inilah alasan mendasar yang dapat menjelaskan mengapa pemerintah saat ini sering mencabut subsidi berbagai barang kebutuhan masyarakat. Dari alasan inilah, muncul alasan-alasan lain semisal tadi bahwa subsidi akan dialokasikan ke kalangan yang lebih berhak atau masyarakat yang kurang mampu sehingga dana subsidi akan dialihkan untuk pembangunan.
Jika kapitalisme memandang subsidi dari perspektif intervensi pemerintah atau mekanisme pasar, lain halnya dengan Islam yang memandang subsidi dari perspektif syariah, yaitu kapan subsidi boleh dan kapan subsidi wajib dilakukan oleh Negara. Subsidi dapat dianggap salah satu mekanisme yang boleh dilakukan Negara, karena termasuk pemberian harta milik Negara kepada individu rakyat yang menjadi hak Kepala Negara.
Subsidi juga boleh diberikan Negara untuk sektor pelayanan publik (al-marafiq al-ammah) yang dilaksanakan oleh Negara, misalnya jasa telekomunikasi, jasa perbankan syariah, dan jasa transportasi umum. Sedangkan subsidi untuk sektor energi (seperti BBM dan listrik) dapat juga diberikan Negara kepada rakyat. Namun, BBM dan listrik dalam Islam termasuk barang milik umum (milkiyah ammah). Dalam distribusinya kepada rakyat, kepala Negara (Khalifah) tidak terikat dengan satu cara tertentu melainkan dapat memberikannya secara gratis atau menjual kepada rakyat dengan harga sesuai ongkos produksi atau sesuai harga pasar tanpa diskriminasi. (Zallum, 2004 : 104)
Khusus untuk sektor pendidikan, keamanan, dan kesehatan, Islam telah mewajibkan Negara menyelenggarakan pelayanan tersebut secara gratis bagi rakyat. Karena itu, jika pembiayaan Negara untuk ketiga sektor tersebut dapat disebut subsidi, maka subsidi menyeluruh itu adalah wajib hukumnya secara syar’i.
Karena yang dianut oleh pemerintah saat ini adalah sistem ekonomi yang dirancang oleh Kapitalisme, maka wajar jika sasarannya selalu rakyat yang harus mengalah dan yang merasakan kesengsaraan sehingga mengakibatkan rakyat menjadi rapuh dan membutuhkan solusi yang ampuh untuk mengatasi segala problematika yang terjadi. Hanya sistem Islam yang mampu mengatasi persoalan ini, sebagaimana penjelasan di atas bahwa Islam tak memandang segolongan orang, agama dan atau suku saja melainkan harus menyeluruh dan tak ada diskriminasi. Wallahu a’lam.[]
*Praktisi pendidikan di Bogor
Comment