Penulis: Nurul Layli | Aktivis Mahasiswa
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Marhaban ya Ramadhan! Bulan suci yang dinanti-nanti kini telah datang menghampiri. Riuh ramai kaum muslim bersiap meraup keberkahan di bulan ini. Tak terlepas juga para pejuang pundi-pundi rupiah di mana Ramadhan menjadi momentum untuk mengais rezeki.
Menjelang berbuka puasa, jalanan dipenuhi oleh UMKM dengan jajanan yang disajikannya. Terlebih jika menjelang lebaran, pakaian serta pernak-perniknya juga tak kalah permintaannya.
Namun, tidak semua perjuangan itu mudah-mudah saja, termasuk bagi para pejuang pundi-pundi rupiah. Sebab untuk modal saja, mereka harus mencari pinjaman bahkan sampai terlibat pinjaman online (pinjol).
Terbaru, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprediksi adanya pertumbuhan utang pada perusahaan P2P lending atau pinjol pada saat Ramadhan sampai Lebaran 2024. Hal ini diproyeksi lantaran adanya kenaikan permintaan (demand) terhadap kebutuhan masyarakat saat bulan Ramadhan (tirto.id).
Menurut Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, Aman Santosa, tingginya pembiayaan pinjaman online ini menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat serta pelaku UMKM akan akses keuangan yang lebih mudah dan cepat terbilang tinggi dibandingkan melalui perbankan atau perusahaan pembiayaan (cnbcindonesia.com). Di sisi lain, OJK menyoroti masih rendahnya pendanaan untuk sektor UMKM di industri pembiayaan. Padahal kebutuhan pendanaan UMKM masih sangat besar dan tidak dapat disediakan seluruhnya oleh perbankan (finansial.bisnis.com).
Inilah realita dunia usaha hari ini, di mana saat modal tidak mencukupi, pinjol didapuk menjadi solusi. Sementara sudah diketahui khalayak bahwa pinjol itu berbunga dan ini merupakan sesuatu yang diharamkan dalam Islam. Sebagaimana dalam firman-Nya, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah : 275).
Sungguh miris, bulan Ramadhan yang seharusnya digunakan untuk meraup kebaikan, justru dinodai dengan melakukan keharaman.
Fenomena ini menjadi bukti masih minimnya atensi masyarakat terhadap syariat Islam serta abainya penguasa terhadap pembiayaan UMKM yang tidak mementingkan halal haram dalam muamalah.
Hal ini karena cara pandang hidup kapitalisme-sekuler yang diadopsi masyarakat hari ini dengan orientasi keuntungan materi semata. Aturan agama dijauhkan dari kehidupan dan hanya digunakan untuk mengatur urusan ibadah mahdhah saja. Alhasil, demi mendapatkan keuntungan ekonomi, halal haram pun tak jadi pertimbangan lagi.
Selain itu, menjamurnya perusahaan fintech hari ini menunjukkan lepas tanggung jawab penguasa dalam sistem kapitalisme untuk menjamin kesejahteraan pengusaha. Mereka dibiarkan mencari modal sendiri untuk membiayai usahanya. Bahkan, para pengusaha UMKM tersebut masih harus bersaing dengan para pengusaha bermodal besar.
Hal ini sangat berbeda dalam Islam. Negara mengurusi serta melayani kepentingan rakyatnya. Hal ini karena mafhum bahwa kepemimpinan kelak akan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah. Sebagaimana sabda RasuluLlah saw., “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. al-Bukhari).
Islam memandang UMKM sebagai aktivitas perdagangan. Perdagangan menjadi salah satu dari empat sumber ekonomi negara selain pertanian, jasa, dan industri. Agar dapat berkembang dan memberikan kontribusi nyata pada perekonomian, negara menciptakan bisnis yang sehat dan syar’i dengan tidak membuka sektor ekonomi non-riil seperti perusahaan fintech dan bank ribawi seperti yang terjadi hari ini.
Mekanisme permodalan UMKM tidak bersumber dari perusahaan fintech, bank atau perusahaan pembiayaan lainnya namun bersumber dari Baitul Mal.
Dalam kitab Ajhizah ad-Dawlah al-Khilafah, dijelaskan bahwa Baitul Mal adalah lembaga keuangan negara yang memiliki tiga sumber pemasukan yaitu pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Pos ini memiliki jalur pemasukan dan pengeluarannya masing-masing.
Untuk pembiayaan modal usaha, negara mengalokasikan dari pos kepemilikan negara atau umum. Negara langsung memberikannya tanpa menggunakan mekanisme riba bahkan secara cuma-cuma. Kemudian, agar dana tersebut tidak disalah gunakan, maka negara melakukan pengawasan terhadap jenis usaha yang dikembangkan.
Jaminan yang diberikan oleh negara inilah yang meringankan pengusaha dalam menjalankan usahanya sehingga mata pencarian masyarakat juga terjamin.
Inilah kehebatan aturan dalam sistem Islam. Negara dalam konsep islam akan membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia. Tidak ada lagi pinjol dan riba.[]
Comment