Oleh: Suriani, S.Pd.I, Pemerhati Kebijakan Publik
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Terdapat perbedaan euforia kaum muslimin dalam menyambut ramadan. Ada yang bergembira, ada yang biasa-biasa saja, ada pula yang tidak menyukai. Kelompok yang pertama adalah kelompok kaum muslimin yang bersungguh-sungguh mempersiapkan dirinya untuk memasuki ramadan. Mereka bersuka ria menyambutnya dan bersungguh-sungguh untuk menjalankan ibadah puasa serta meningkatkan kualitas dan kuantitas amal ibadah semata mengharap pahala di sisi Allah Swt.
Pada kelompok ini, mereka tidak ingin menyia-nyiakan setiap detik waktunya berlalu begitu saja tanpa nilai ibadah. Di siang hari mereka berpuasa, dengan puasa yang berkualitas. Tak sekedar menahan lapar dan haus, namun berusaha sekuat tenaga untuk meninggalkan amalan-amalan yang dapat merusak ibadah puasa mereka.
Lapar dan haus tak menjadi penghalang untuk tetap produktif dalam beraktifitas. Puasa tak membuat mereka bermalas-malasan, namun menghiasai siang harinya dengan penuh semangat meraih pahala demi pahala. Kebaikan terus dikerjakan sedang kemaksiatan ditinggalkan.
Di malam hari, mereka mengurangi tidur, menegakkan shalat, memperbanyak berdoa serta menyibukkan diri dengan zikir dan melantunkan ayat-ayat Allah.
Sehingga sangat nampak perbedaan antara bulan ramadan dengan bulan-bulan lainnya dalam melaksanakan ibadah. Tak lain dan tak bukan tujuan dari kesungguhan mereka adalah untuk meraih segala kemuliaan dan keutamaan yang Allah siapkan bagi hamba-hamba-Nya yang dikhususkan hanya ada di bulan ramadan.
Konsistensi ibadah kelompok ini akan terus meningkat dari hari ke hari, terlebih saat akan memasuki malam-malam penghujung bulan ramadan. Mereka berburu malam lailatul qadar, yakni malam mulia dan penuh berkah yang lebih baik dari seribu bulan. Kesibukan menyiapkan momen lebaran tak memalingkan mereka dari melaksanakan ketaatan kepada Allah Swt.
Kelompok yang kedua, mereka tidak memiliki animo yang berlebihan dalam meraih keutamaan-keutamaan yang terdapat dalam ramadan. Bagi mereka yang membedakan ramadan dengan bulan-bulan lainnya hanyalah puasa. Di mana pada bulan ramadan diharuskan berpuasa dengan menahan lapar dan haus, sementara rutinitas mereka masih sama dengan bulan-bulan lainnya.
Berpuasa sekedar menggugurkan kewajiban tanpa berkeinginan untuk meraih keutamaan. Wajar bila kaum muslimin yang terkategori di kelompok ini mengisi siang harinya di bulan ramadan dengan bermalas-malasan. Banyak tidur, rebahan apalagi sambil menjelajah di dunia maya.
Lebih parah lagi, maksiat yang sering dilakukan pun tetap dikerjakan meski sedang berpuasa. Berpuasa tapi tetap mengumbar aurat saat keluar rumah, pacaran tetap eksis, yang bertansaksi riba masih tetap lancar, dan sebagainya. Bahkan ada yang berpuasa tapi tidak shalat, Na’udzubillah.
Tipe kaum muslimin yang seperti ini terjadi kepada mereka yang terkontaminasi dengan pemikiran sekuler. Menjalankan ajaran Islam sebagian, namun meninggalkan sebagian yang lain. Bagi mereka, Islam hanya mengatur ibadah ritual saja, seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Sementara dalam menjalankan aktifitas lainnya seperti muamalah, pergaulan, berpakaian dan sebagainya tidak perlu diatur oleh Islam.
Tak heran jika spirit beribadah mereka mengalami penurunan seiring berlalunya malam demi malam ramadan. Realita ini akan terlihat pada akhir-akhir ramadan, saat masjid kian hari kian berkurang jamaahnya.
Pada kelompok yang hanya sebatas menyambut momentum akan menyibukkan diri mereka untuk mempersiapkan segala pernak pernik lebaran sementara mengabaikan untuk menghidupkan malam-malam ramadan demi meraih keutamaannya.
Sementara itu, di kelompok yang ketiga, terhadap kaum muslimin yang merasa ramadan adalah beban, bahkan cenderung tidak suka bila ramadan datang. Mereka memandang ibadah puasa itu berat dan tidak bernilai apa-apa. Kalaupun mereka mengetahui bahwa puasa adalah kewajiban, mereka tak menghiraukan. Wajar jika di kelompok ini mereka berani untuk tidak berpuasa di sianga hari dan menyepelehkan dosa.
Tak hanya tidak berpuasa, kewajiban lain yang Allah berikan kepada hamba-Nya pun tidak dikerjakan. Tentu dengan berbagai malam dalih yang menurut mereka pantas dan benar. Misalnya malas, tidak kuat, tidak mau, bodoh amat, dan alasan-alasan lainnya yang menunjukkan sikap pengabaian mereka terhadap perintah-perintah Allah Swt.
Lantas, muncul pertanyaan, apakah banyak kaum muslimin yang masuk dalam tipe kelompok ya ketiga ini? Jawabannya ya. Terlebih di tengah kondisi kehidupan sekulerisme seperti saat ini, di mana hukum-hukum Allah tidak diterapkan secara menyeluruh. Termasuk ketiadaan seorang khalifah yang seharusnya menjadi perisai yang kan melindungi kaum muslimin dari berbagai macam serangan pemikiran rusak yang siap mengguncang akidah umat.
Agama hanya sebatas keyakinan semata yang cukup diyakini dalam hati tanpa membutuhkan pembuktian dalam perbuatan. Banyak kaum muslimin yang tak peduli dengan halal dan haram, pahala dan dosa, termasuk surga dan neraka.
Paham sekularisme mengubah mereka menjadi muslim yang ingin hidup dalam kebebasan tanpa aturan. Bahkan melahirkan sosok-sosok muslim yang menolak jika kehidupan mereka harus diatur oleh agama, meski aturan itu datang dari agama yang diyakininya.
Termasuk dalam menyambut ramadan, kelompok kedua dan ketiga jumlahnya tak sedikit. Meski telah banyak bertebaran ayat, hadis termasuk penjelasan dari para Ulama tentang keutamaan ramadan namun tak mendapat respon yang berarti.
Bagi mereka yang berpuasa sekedar tahu bahwa puasa itu berarti di siang hari tidak boleh makan dan minum, sedangkan yang tidak berpuasa beranggapan bahwa masalah pahala dan dosa itu urusan belakangan.
Tentu kedua kelompok di atas jauh dari cerminan seorang muslim yang bertakwa. Sebagaimana tujuan dari ibadah puasa adalah menjadi orang-orang yang bertakwa. Selayaknya takwa, setiap muslim berarti wajib untuk senantiasa tunduk dan patuh kepada syariat-syariat Allah Swt. Sebab takwa berarti menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Termasuk berpuasa, di mana puasa adalah kewajiban yang diperintahkan oleh Allah Swt kepada orang-orang beriman, maka wajib untuk dikerjakan. Meninggalkannya dengan sengaja sama saja menjerumuskan diri pada perbuatan dosa.
Mengerjakan ibadah puasa hendaknya harus dengan landasan iman dengan tujuan hanyalah untuk meraih pahala di sisi Allah, sebagaimana Rasulullah Saw sabdakan:
“Barangsiapa yang berpuasa dengan keimanan dan keikhlasan (mengharap pahala dari Allah) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keimanan setiap muslim adalah kesiapan untuk mentaati segala syariat Allah tanpa terkecuali. Tak hanya syariat yang berkenaan dengan ibadah mahdah, tetapi seluruh syariat yang mengatur seluruh perbuatan manusia dalam kehidupannya. Tanpa memilah dan tanpa menunda bahkan tanpa mengingkarinya.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketakwaan yang hakiki, kaum muslimin wajib untuk memanfaatkan momentum ramadan ini untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam beramal. Sebab bulan ramadan adalah bulan perjuangan, perjuangan untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya, keberkahan setinggi-tingginya, serta ampunan seluas-luasnya.
Jangan biarkan bulan mulia ini berlalu begitu saja tanpa meraih kemenangan dan kemuliaan. Tak boleh bermalas-malasan, banyak rebahan apalagi banyak mengeluh sebab hal tersebut tak hanya menyebabkan pahala puasa berkurang bahkan berpotensi menyebabkan ibadah puasa kita sia-sia.
Hidupkan ramadan dengan melakukan banyak amal saleh, menyibukkan diri dengan ibadah baik yang wajib maupun sunah dan yang tak kalah penting adalah meninggalkan segala kemaksiatan yang tengah dilakukan sembari memohon ampun dan bertaubat kepada Allah.
Sebagaimana Rasulullah Saw dan para sahabatnya menyambut ramadan dengan menghiasi hari-hari mereka dengan amal ibadah, maka sebagai umat beliau saw hendaknya kaum muslimin meneladani semangat beliau Saw dalam mengejar pahala dari sisi Allah pada bulan ramadan.[]
Comment