Oleh : Hanum Hanindita, S.Si,Guru STP Khoiru Ummah Kranggan
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA –Rajab adalah salah satu bulan dalam penanggalan hijriah. Bulan Rajab termasuk salah satu bulan haram. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)
Rajab juga merupakan salah satu bulan yang istimewa di dalam Islam. Beberapa peristiwa penting terjadi di bulan Rajab (Republika.co.id, 09/4/2016). Tercatat ada empat peristiwa penting di dalamnya, yakni : Peristiwa Isra’ Mi’raj, tahun ke 10 kenabian (620 M).
Hari di mana Rasulullah saw menerima perintah sholat dari Allah di Sidrotul Muntaha, Kemenangan militer Rasulullah dalam perang Tabuk (9 H), Pembebasan Yerussalem dari cengkaraman tentara Salib Eropa yang berkuasa hampir satu abad lamanya. Peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab tahun 1187 M yang dipimpin oleh Salahuddin al Ayyubi. Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki. Terjadi pada 28 Rajab 1342 H/ 3 Maret 1924.
Khalifah Ottoman merupakan khalifah terkahir umat Islam. Sejak saat itu, Mustafa Kemal laknatullah mengubah Turki menjadi negara sekuler.
Keruntuhan Khilafah sendiri menjadi tragedi yang sangat memilukan bagi umat. Runtuhnya Khilafah Islam terakhir, juga sekaligus menjadi moment hilangnya perisai umat, tak ada lagi yang menjaga akidahnya dari kerusakan.
Nyawa tak lagi berharga dan para penjajah dengan serakah membagi wilayah dan harta benda umat Islam. Umat bagaikan kehilangan “ibu kandungnya”, menjadi terlantar, tertindas, terkoyak-koyak dan terhinakan. Kehormatan umat Islam jatuh di titik yang paling rendah.
Umat Islam terpecah belah menjadi ratusan negara kebangsaan, yang dibatasi wilayah yang tidak boleh dilanggar. Sistem pemerintahan dan kepemimpinan berdasar Alquran dan hadits diganti sepenuhnya dengan sistem buatan makhluk yang serba terbatas. Aturan pergaulan dan ekonomi dibuat bebas tanpa batas.
Segala tragedi kemanusiaan yang menimpa kaum muslim, seakan angin lalu bagi kaum muslim di belahan dunia lainnya. Umat Islam jadi saling tak peduli nasib saudaranya. Ikatan Aqidah yang menyatukan telah terkubur. Kesatuan Umat Islam yang dahulu begitu terkenal seantero dunia itupun hancur.
Tragedi demi tragedi yang menimpa kaum Muslim dan penderitaan tiada pernah berhenti hingga kini. Saudara Kita di belahan bumi yang lain seperti muslim di Palestina, India, Rohingya, Uighur, terus mendapatkan penyiksaan dan perlakuan keji dari musuh-musuh Islam.
Namun karena Nasionalisme dan batas negara kita tidak mampu memberikan pertolongan dan perlindungan. Tidak hanya itu, penistaan agama dan simbol-simbol Islam terus terjadi oleh mereka yang membenci Islam dan dakwah.
Bagi pelakunya tidak ada tindakan apapun, bahkan terus melenggang tanpa beban. Semakin parah sepak terjang para pembenci Islam, mereka terus melabeli Islam dengan sebutan radikal dan teroris, bahkan tega menuduh pesantren sebagai tempat lahirnya terorisme. Hukum Islam “diacak-acak” dengan program reaktualisasi hukum syara. Arus toleransi dan moderasi Islam juga terus diencarkan untuk menekan orang-orang muslim.
Sekarang pun, Umat Islam harus menghadapi berbagai persoalan hampir di seluruh aspek kehidupan. Mulai dari masalah pendidikan yang tinggi dengan kualitas yang masih jauh dari harapan serta ouput generasi yang miskin moral, kemudian masalah kesehatan yang tidak kalah mahalnya.
Apalagi masa pandemi yang tak kunjung usai hingga kini, justru menambah daftar masalah baru, mulai dari masalah sosial seperti keretakan rumah tangga berujung perceraian, dipicu oleh masalah ekonomi, kemudian sistem pembelajaran jarak jauh juga mengakibatkan kaum ibu stress menghadapi anaknya, yang berujung pada hilangnya nyawa.
Belum lagi ide-ide yang dihembuskan orang-orang feminis seperti “My Body, My Authority”, childfree, gender equality, nyatanya tak pernah surut meskipun dalam kondisi pandemi.
Begitu banyak masalah yang lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Solusi yang diambil juga tidak pernah bisa menyelesaikan sampai akarnya, malah sebaliknya menimbulkan permasalahan baru.
Mari kita menoleh sejenak mengenai sejarah, bagaimana kondisi kehidupan tatkala Islam mengatur dalam seluruh aspek kehidupan. Pendidikan dan kesehatan menjadi tanggung jawab negara. Sistem ekonomi Islam diterapkan. Negara mengelola sumberdaya yang ada untuk kemaslahatan seluruh umat, semua aturan yang ditetapkan oleh negara berdasarkan akidah Islam, tidak ada kepentingan dengan siapapun. Sehingga aturan yang dijalankan semata menerapkan aturan syariat dan mengharap keridaan Allah SWT.
Saat Khilafah berdiri telah terbukti menciptakan peradaban yang luhur Kegemilangan peradaban Islam di Andalusia sesungguhnya mendahului Renaissance yang terjadi dalam rentang abad ke-14 hingga ke-17 Masehi.
Hal ini ditegaskan filsuf Prancis modern, Roger Garaudy, dalam Janji-janji Islam. Menurut Garaudy, kebesaran peradaban Islam sejak permulaan sampai puncak kejayaannya terjadi lantaran dapat memadukan kebudayaan-kebudayaan pra-Islam atau non-Islam dengan prinsip-prinsip tauhid. Peradaban Eropa modern berutang banyak bukan pada Roma, melainkan Andalusia dan Islam pada umumnya.
Pilar cahaya peradaban Islam sudah terjadi di Baghdad di bawah kekuasaan Khalifah Harun al-Rasyid. Penggantinya, Khalifah al-Makmun mendirikan sebuah pusat penerjemahan karya-karya klasik warisan Yunani Kuno dan peradaban-peradaban Timur, seperti India. Islam juga memanfaatkan perkembangan teknologi literasi dari Cina, terutama penemuan kertas. Pabrik kertas pertama berdiri di Baghdad pada 800. Sejak saat itu, perpustakaan-perpustakaan tumbuh pesat di kota-kota Islam. Pada 891, tercatat 100 perpustakaan umum ada di Baghdad.
‘Demam’ mendirikan perpustakaan juga menjalar ke wilayah Barat, termasuk Andalusia. Dalam upaya memperbanyak perpustakaan di Andalusia, utamanya Kordoba, ada politik hegemoni kekhalifahan Umayyah. Saat itu, Umayyah bersaing dengan kekhalifahan Abbasiyah yang memiliki Baghdad sebagai mercusuar peradaban.
Peradaban Islam juga menjejak dalam bidang seni arsitektur. Memasuki abad ke-10, Kordoba sudah memiliki sebanyak 700 masjid, 60 ribu bangunan kerajaan, 70 unit perpustakaan, yang terbesar di antaranya berkoleksi 500 ribu buku. Dalam lingkungan yang demikian dan juga didukung situasi politik yang stabil, dunia pemikiran Islam tumbuh dengan pesat di Andalusia.
Dari sisi keilmuwan, sangat luar biasa. Ilmuwan cerdas dan polymath banyak lahir di masa ini. Sebut saja ada Ibnu Rusyd lahir di Kordoba. Dunia Barat mengenalnya sebagai Averroes, sosok yang menguasai banyak bidang ilmu pengetahuan, mulai dari medis, astronomi, geografi, matematika, hukum, dan filsafat. Abu-Hayyan al-Gharnati berasal dari Granada, Spanyol. Dia dikenal luas sebagai pakar tata bahasa Arab terkemuka pada zaman keemasan Islam.
Lebih dari itu, al-Gharnati juga melakukan studi perbandingan gramatika bahasa Arab dengan bahasa-bahasa lain. Karyanya, Sibawayh, merupakan buku pertama yang khusus mengenai tata bahasa Arab. Ia merupakan murid Ibnu al-Nafis (wafat 1288), pakar medis dan filsafat. Selain tata bahasa Arab, al-Gharnati juga menguasai ilmu hadis. Banyak lagi ilmuwan yang lahir, yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
(Sumber : (www.republika.co.id/berita/qikn94320/bukti-kejayaan-islam-di-kordoba-dahuluibangkitnyabarat, dengan perubahan)
Tidak salah bila peradaban Islam telah menjelma menjadi peradaban yang paling besar pengaruhnya di dunia. Bahkan, hingga kini, berbagai jenis peradaban Islam itu masih dapat disaksikan di sejumlah negara bekas kekuasaan Islam dahulu, misalnya Baghdad (Irak), Andalusia (Spanyol), Fatimiyah (Mesir), Ottoman (Turki), Damaskus, Kufah, Syria, dan sebagainya.
Menurut Ma’ruf Misbah, Ja’far Sanusi, Abdullah Qusyairi, dan Syaid Sya’roni dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam, setidaknya ada dua sebab dan proses pertumbuhan peradaban Islam, baik dari dalam maupun luar Islam. Dari dalam Islam, perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam itu karena bersumber langsung dari Alquran dan sunnah yang mempunyai kekuatan luar biasa.
Sedangkan, dari luar Islam, peradaban Islam itu berkembang disebabkan proses penyebaran Islam yang dilandasi dengan semangat persatuan, perkembangan institusi negara, perkembangan ilmu pengetahuan, dan perluasan daerah Islam.
Menurut Ma’ruf Misbah dkk, perkembangan peradaban Islam yang dilandasi dengan semangat persatuan Islam telah ditanamkan Rasulullah SAW sejak awal perkembangan Islam di Timur Tengah. Direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), Hamid Fahmy Zarkasyi, mengatakan, peradaban Islam adalah peradaban ilmu. Substansi peradaban Islam itu ibarat pohon (syajarah) yang akarnya tertanam kuat di bumi, sedangkan dahan-dahannya menjulang tinggi ke langit dan memberi rahmat bagi alam semesta.
Akar itu adalah teologi Islam (tauhid) yang berdimensi epistemologis. Lalu, berkembang menjadi tradisi pemahaman terhadap Alquran sehingga lahir intelektual Islam. Dari tradisi ini, kemudian terbentuklah komunitas sehingga melahirkan konsep keilmuan dan disiplin keilmuan Islam. Dari sini, lalu lahir sistem sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan Islam.
(Sumber : republika.co.id/berita/q943k4440/jejak-jejak-sejarah-peradaban-islam, dengan beberapa perubahan)
Peradaban Islam bisa menjadi sangat luar biasa itu disebabkan Islam meletakkan dasar-dasar kepercayaan dan keyakinan hanyalah pada Allah, bukan pada harta, hawa nafsu, atau kemegahan. Semua aktivitas hanyalah untuk Allah. Ketundukan dan penghambaan hanya kepada Allah, bukan dengan makhluk. Inilah kekuatan Aqidah.
Karena itu, tak heran bila akhirnya kekuatan Islam yang bersendi pada Alquran mampu menaklukkan berbagai wilayah negara. Di mulai dari masa Rasulullah, kemudian diteruskan di masa Khulafaur Rasyidin, hingga masa tabiin dan munculnya berbagai dinasti Islam di sejumlah negara, seperti Dinasti Abbasiyah, Umayyah, dan Ottoman. Dari keyakinan itu pula, umat Islam mampu membentuk peradaban baru dan kebudayaan baru hingga menghasilkan peradaban gemilang di wilayah kekuasaan Islam tersebut.
Pada masa Khulafaur Rasyidin, dibentuk pula sejumlah departemen untuk mengurus kebutuhan negara Islam, seperti departemen masalah politik (nizham al-siyasyi), departemen administrasi negara (nizham al-Idary), departemen ekonomi dan keuangan (nizham al-Maly), departemen angkatan perang (nizham alHarby), serta departemen urusan peradilan dan kekuasaan kehakiman (nizham al-Qadla). Selain itu, pertumbuhan ilmu pengetahuan juga mulai tumbuh seperti ilmu tafsir, qiraat, ilmu hadis, nahwu, dan sebagainya.
Kini telah 98 tahun lamanya Daulah Khilafah hilang dari tengah-tengah umat. Para musuh Islam membuatnya tercabut hingga ke akar-akarnya. Mereka membuat pemimpin negeri-negeri Muslim tunduk di kaki mereka dan hanya memperjuangkan kepentingan penjajah. Kebutuhan dan kepentingan rakyat diabaikan.
Segala literatur yang berhubungan dengan kejayaan Islam telah lama dimusnahkan. Umat Islam pun telah kehilangan pengamalan Islam Kaffah-nya, mereka mencukupkan agama sebatas ibadah ritual saja. Begitulah kondisi sebagian umat Islam saat ini. Sungguh sangat menyedihkan.
Oleh karena itu sudah saatnya umat Islam menyadari bahwa berbagai kesengsaraan, kezaliman, keterpurukan, penderitaan danketidakadilan ini akibat tidak adanya junnah (perisai) yang melindungi dan mengayomi kaum muslim. Sudah saatnya kaum muslim sadar dan bangkit dari keterpurukan ini.
Rajab adalah saat yang tepat untuk menyampaikan dan menyadarkan umat untuk bergerak dan berjuang melakukan perubahan. Segeralah Kita menyongsong kebangkitan. Kemenangan dan kebangkitan adalah suatu keniscayaan, karena janji Allah dan kabar gembira dari Rasulullah bagi kita yang yakin.
Sungguh bulan Rajab ini, juga sebagai penyemangat para pengemban dakwah Islam untuk bangkit dan berjibaku berjuang dalam mewujudkan janji Allah berupa kembalinya Khilafah Islam ala Minhajin Nubuwwah. Karena sesungguhnya pertolongan Allah itu juga harus Kita raih dengan kesungguhan dan keikhlasan dalam berjuang, tidak hanya berpangku tangan.
Sungguh, Kita pasti tidak menginginkan hidup tanpa keberkahan. Kita pasti sudah sangat rindu dengan bangkitnya peradaban gemilang itu kembali. Wallahu a’lam bis shawab..[]
Comment