Rahmi Surainah, M.Pd: Penghargaan Harmony Award Versi Kemenag Indonesia

Berita494 Views
Rahmi Surainah, M.Pd
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) memberikan perhargaan Harmony Award kepada enam kepala daerah dan enam pimpinan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sebagai apresiasi atas kontribusinya terhadap upaya pembangunan kehidupan dan kerukunan umat beragama. Penghargaan tersebut terdiri dari dua kategori, yaitu kehidupan keagamaan paling rukun dan FKUB berkinerja terbaik.
Provinsi Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, dan Kalimantan Timur dinilai sebagai tiga daerah dengan kehidupan keagamaan paling rukun. Kabupaten Bulungan, kota Ambon, dan kota Yogyakarta untuk daerah tingkat dua yang terpilih. 
FKUB Propinsi Aceh, Propinsi DKI Jakarta, dan Propinsi Kalimantan Barat dinilai sebagai FKUB depgab kinerja terbaik tingkat propinsi. FKUB kota Bekasi, Kabupaten Gunung Kidul, dan Kabupaten Tasik Malaya untuk tingkat kabupaten/ kota.
Harmony award diberikan bersamaan dengan upacara memperingati Hari Amal Bakti (HAB) Kementerian Agama ke-73 pada pekan awal tahun 2019. 
Ada tiga kriteria yang digunakan untuk memberikan penghargaan kepada kepala daerah. Pertama, hasil penelitian Balitbang Kemenag tentang index kerukunan. Kedua, hasil penelurusuan berita di media tentang progam pembinaan kerukunan yang dilakukan di daerah. Ketiga, kajian atas ada dan tidaknya kasus-kasus intoleransi di daerah tersebut. 
Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB), Saefudidin berkata “Kami membaca dan mendalami, apakah di suatu daerah ada kasus intoleransi atau justru kasus kerjasama. Jika terjadi kasus intoleransi, tentu skornya menjadi rendah”
Selanjutnya, untuk FKUB berkinerja terbaik, penilaian dilakukan dengan pengiriman instrumen, observasi lapangan, wawancara dengan para aktivis dan pemangku kepentingan setempat. 
“Kami lihat kegiatan rutinnya. Misalnya ada atau tidak adanya inisiatif baru yang dilakukan termasuk dalam pengelolaan anggaran, apakah hanya mengandalkan pemerintah atau sudah berinovasi mendapatkan fundraising dalam pembinaan kerukunan”, jelasnya Saefuddin. (bisnis.com,3/1/2019)
Tentu kita apresiasi daerah dan FKUB yang mendapat penghargaan Harmony Award. Toleransi dan kerjasama antar umat beragama selama ini berarti terjalin dengan baik, khususnya daerah yang mendapat penghargaan Harmony Award tersebut. Kerukunan keagamaan ini hendaknya memang harus direalisasikan agar Indonesia damai dan sejahtera ditengah keragaman suku, agama, ras, dan Aliran (SARA).
Namun, perlu kita perhatikan dan sadari bahwa kerukunan beragama dan toleransi antar umat beragama jangan sampai kebablasan. Toleransi tetap ada batasan, khususnya umat Islam muamalah di tengah masyarakat dilakukan dengan batasan-batasan syariat. Jangan sampai mencampuradukkan akidah dan menyamakan semua agama. 
Toleransi kebabblasan akan berakibat pembiaran terhadap maksiat dan syirik, sulit membedakan muslim dan nonmuslim, parahnya lagi akan mengakibatkan sinkretisme atau mencampuradukkan agama dan pluralisme atau menyamakan semua agama.
Selain itu, jangan sampai toleran hanya menjadi slogan, toleran pada umat yang beda agama tapi intoleran terhadap sesama agama yang hanya beda pemahaman, mazhab ataupun ormas. 
Beda konteks lagi kalau dengan pelaku maksiat, perilaku syirik, aliran sesat, temasuk penghinaan/ penodaan agama. Tidak ada toleransi dalam hal tersebut, wajib untuk mencegahnya dengan menasihati atau berdakwah dalam level individu atau ormas. Memberikan sanksi dan hukuman, bahkan kalau perlu dibunuh atau diperangi dalam level negara.
Lebih jauh lagi sebenarnya kalau dikritisi dibalik Harmony Award ada pelabelan paling toleran dan intoleransi ini untuk menangkal Islam radikal yang berarti deradikalisasi terhadap Islam. 
Selain itu, setiap daerah akan berupaya dan berlomba untuk mendapatkan penghargaan Harmony Award tanpa mempertimbangkan dari sisi dibalik pelabelan tersebut. Dana atau anggaranpun diminta mandiri. Kemenag pusat memulai akhirnya progam ini akan berjalan sesuai arahan pihak yang berkepentingan.
Pelabellan Islam radikal sebenarnya ditujukan kepada muslim yang mereka yakin dengan apa yang diperjuangkannya yakni syariah Islam dan Khilafah. Ditujukan kepada mereka yang menolak pemimpin kafir, padahal mereka yakin itu ajaran Islam. Bahkan dikatakan radikal kalau hanya tidak mau mengucapkan selamat atas perayaan agama lain, tidak mau ikut dalam perayaan agama lain dan tidak mau menyerupai kekhasan agama lain.
Dalam versi dunia saja ada penilaian nilai islami yang dilakulan oleh Yayasan Islamicity Index (keadilan, kemakmuran, ketimpangan ekonomi kecil, tinggi penghormatan terhadap hak asasi) untuk sebuah negara. Uniknya negara Barat justru dinilai paling islami sedangkan negara mayoritas muslim nilai islaminya cenderung rendah. 
Padahal, kalau dikritisi banyak minoritas muslim ketika mereka berada di luar/ Barat mereka diganggu. Bahkan dalam level negara banyak muslim yang dianiaya. Selain itu, negara mayoritas muslim yang dimaksud belum menerapkan Islam secara keseluruhan. Jadi, tidak bisa dijadikan tolak ukur karena negara tersebut hanya mayoritas muslim tapi aturan yang dipakai belum syariat Islam secara kaffah. 
Demikianlah seharusnya kita berhati-hati terhadap progam atau proyek yang sebenarnya akan membuat jauh dari ajaran Islam. Ada upaya untuk menghambat kebangkitan Islam yang sudah mulai tumbuh dan disadari umat Islam Indonesia. Kita lihat mulai dari kesadaran umat Islam akan haramnya pemimpin kafir, bela Al-Qur’an, bela ulama, bela bendera tauhid, bela Palestina, bela muslim Uyghur, dan bela saudara muslim di negara lain termasuk semakin banyaknya muslim yang sudah menyadari pentingnya syariah Islam mengatur negara. 
Oleh karena itu, ada kekhawatiran jika Islam bangkit. Terlebih dalam dunia politik menjelang pemilu, kesadaran untuk tidak memisahkan Islam dari perpolitikan dan kepemimpinan Islam sudah mulai tumbuh di kalangan muslim. 
Simpulannya Indonesia sebenarnya adalah negara yang paling toleransi dalam hal kerukunan beragama. Mayoritas muslim di Indonesia memperlakukan non muslim sebenarnya patut ditiru. Islam mengajarkan toleransi, bahkan sejarah Daulah Khilafah Islamiyah di masa kejayaan Islam sudah memberikan bukti betapa toleransinya muslim. 
Oleh karena itu, jangan menjadikan intoleransi, radikal, teroris sebagai senjata untuk memerangi muslim yang lain. Setiap muslim yang sadar tentu tahu siapa sebenarnya yang intoleran, radikal dan teroris. Sistem sekulerisme memang menjadikan muslim jauh dari ajaran Islam, padahal ketika sistem Islam diterapkan toleransi akan terwujud, keadilan akan terjamin, dan kedamaian akan tercipta, bukan sistem saat ini. Wallahu ‘alam…

Comment