RADAINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Isu ketahanan pangan menjadi salah satu yang disoroti di tengah pandemi virus corona. Beberapa pihak memprediksi pandemi ini juga berpotensi menimbulkan krisis pangan.
Dilansir oleh katadata.id, Kementerian Perdagangan telah melakukan relaksasi impor sementara untuk bawang putih dan bawang bombai. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu menyampaikan, jumlah bawang putih yang masuk mencapai 48 ribu ton. Dari jumlah itu, 20 ribu ton memakai PI, sementara 28 ribu ton masuk tanpa PI. Hal itu dikatakan dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Kamis (23/4).
Indonesia dengan kurva kasus covid-19 yang terus naik harusnya berfikir ulang menjalin hubungan dengan negara sumber pandemi yang belum stabil, bukan malah sebaliknya.
Sebetulnya apa yang menjadi masalah ? Hal ini dijawab oleh ekonom indef dalam laman kumparan.com, Faisal Basri, Ini bukan urusan rasis tapi masalah ketergantungan yang kalau ada apa-apa di China kita bisa babak belur kalau ketergantungan seperti ini.
Lantas, apa sebenarnya alasan pemerintah meng-impor bahan pangan mengingat Indonesia adalah negara agraris terlebih lagi impor dari Cina ini dilakukan saat wabah?
Pembiayaan semestinya banyak dialokasikan untuk mendukung fasilitas kesehatan para medis yang berada di garda terdepan menghadapi pandemi, namun nasi sudah menjadi bubur, impor telah dilakukan.
Sekarang, anggaplah impor bawang putih akan mendukung tercukupinya kebutuhan bahan pangan dalam negeri. Namun pertanyaannya apakah impor merupakan satu-satunya solusi ?
Sekali lagi persoalannya adalah efek ketergantungan Indonesia secara ekonomi dan politik terhadap Cina akan membuat Indonesia sulit mrlepaskan diri sebagai negara berdaulat.
Dalam konteks ekonomi dunia, Indonesia berada pada posisi yang mengharuskannya mengikuti perjanjian Internasional termasuk di dalamnya ekspor dan impor. Jika sudah begini maka tidak ada lagi paradigma mensejahterakan rakyat, yang ada adalah bagaimana memenuhi tuntutan negara asing agar Indonesia tidak terasingkan dan tetap menjaga bargaining position Indonesia di mata dunia walaupun hanya sebagai negara pengikut.
Fakta lain adalah bahwa sebagai penduduk mayoritas muslim, tingkat kesadaran dan keterikatan dengan aturan Allah belum tampak di negeri ini.
Aktivitas impor bisa menjadi celah bagi negara asing untuk menguasai sebuah negara bila tidak diatur dengan manajemen disertai aturan yang kuat.
Karena itu untuk memenuhi kebutuhan pangan, Indonesia harus menghindari ketergantungan impor dan intervensi asing sehingga mampu menjadi negara yang mandiri.
Amirul Mukminin Umar Bin Khattab ketika memastikan kebutuhan pangan setiap warganya terpenuhi dapat dijadikan inspirasi dan contoh dalam hal ini.
Begitupun saat Umar menyelesaikan persoalan paceklik akibat kekurangan. Khalifah Umar Bin Khattab mengerahkan bantuan dari kaum muslimin di wilayah lain, bukan dari pihak asing.
Selain itu Sang Khalifah benar-benar menjalani hidup sederhana sebagai bentuk rasa bersalah atas kondisi rakyatnya dan rasa takut akan pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT atas kepemimpinannya.
Diriwayatkan Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin umar r.a berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda, setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggung jawaban perihal rakyat yang dipimpinnya.( HR Muslim).[]
Comment