Pungutan Tapera, Mampukah Mengubah Nasib Rakyat?

Opini159 Views

 

 

Penulis: Tribuana Koentary | Praktisi Pendidikan

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Sungguh miris. Lagi-lagi pemerintah akan menambah pungutan atas penghasilan rakyat! Kali ini hadir dalam bentuk PP No.21 Tahun 2024 yang berisikan keputusan pemerintah untuk melakukan pungutan atas pendapatan masyarakat yang diberi nama Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Pungutan ini diberlakukan terhadap semua pekerja BUMN, BUMDes, juga perusahaan swasta.

Dengan diberlakukannya pungutan Tapera ini, gaji para karwayan akan dipotong sebesar 3% untuk iuran Tapera, rinciannya: 2,5% ditanggung pekerja, 0,5% menjadi tanggung jawab perusahaan pemberi kerja. Kewajiban iuran Tapera jelas akan menambah beban masyarakat kelas menengah di Indonesia. Karena makin panjang daftar potongan gaji karyawan setelah potongan untuk pajak penghasilan (PPH), BPJS Ketenagakerjaan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di tengah naiknya harga berbagai kebutuhan pokok.

Menurut Said Iqbal, presiden Partai Buruh, upah buruh Indonesia rata-rata saat ini adalah Rp3,5 juta perbulan. Dari gaji ini, jika dipotong 3% perbulan, maka iurannya adalah sekitar 105.000 perbulan (Rp1.260.000 pertahun).

Berarti dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp 12.600.000 hingga Rp 25.200.000. Adakah rumah dengan harga sekian tersebut pada 10-20 tahun yang akan datang? (sindonews, 29/5/2024)

Polemik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 perihal pelaksanaan Tapera, menuai penolakan serempak. Pengusaha juga menolak pemotongan gaji sebesar 2,5% dan 0,5% dari perusahaan yang digunakan untuk membantu pembiayaan pembelian rumah.

Seorang Koordinator Dewan Buruh Nasional Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos mengatakan bahwa Tapera hanya beban tambahan dari sepersekian potongan gaji melalui pembiayaan iuran BPJS kesehatan, pensiun hingga jaminan hari tua. (sindonews, 29/5/2024)

Tapera kembali menjadi salah satu bukti tidak adanya political will pemerintah sebagai pelayan rakyatnya. Negara tidak memiliki politik penyediaan rumah bagi rakyat karena memberatkan rakyat di tengah banyaknya potongan dan pungutan untuk rakyat. Tapera hanya menjadi jalan menguntungkan pihak tertentu (korporasi).

Saat manusia meninggalkan/berpaling dari aturan syariat Islam dalam kehidupan dan justru menerapkan kapitalisme-sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan –  itulah yang menjadi biang segala permasalahan hidup; akar permasalahan yang sebenar-benarnya. Sistem ini menjadikan pemerintah tidak berperan sebagai pengurus dan pelayan rakyat secara maksimal.

Hal ini tentu berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam terdapat dua aspek yang memudahkan masyarakat mendapatkan rumah yaitu mekanisme pemenuhan kebutuhan akan rumah yang sesuai dengan hukum Islam serta regulasi Islam dan kebijakan kepala negara (khalifah) yang sangat kondusif.

Peran khalifah sangat penting untuk memenuhi kebutuhan rumah yang sesuai dengan sistem Islam dan memiliki wewenang atau tanggung jawab penuh dalam tata kelola perumahan. Setiap orang mendapatkan fasilitas untuk mampu memenuhi kebutuhan perumahan.

Negara mengupayakan penyediaan rumah bagi masyarakat dengan kebijakan yang diberlakukan dan memudahkan kepememlikan rumah ialah larangan menelantarkan tanah, pengelolaan harta milik umum, dan akad properti syariah.

Ada dua poin dalam Islam yang menjelaskan terkait kepemilikan tanah dengan gamblang. Pertama, pemilik hakiki dari tanah adalah Allah Swt. Kedua, Allah Swt. sebagai pemilik hakiki telah memberikan kuasa untuk mengelola tanah menurut hukum-hukum Allah kepada manusia.

Apabila ada tanah yang ditelantarkan selama tiga tahun berturut-turut oleh pemiliknya, maka negara berhak memberikannya kepada orang lain, termasuk untuk pendirian rumah.

Negara mengatur mekanisme pelarangan penelantaran tanah, penarikan tanah dan pemberiannya. Main serobot sendiri sehingga akan memicu perselisihan, persengketaan, dan kekacauan di tengah-tengah masyarakat tidak diperbolehkan untuk setiap individu rakyat.

Barang tambang untuk menghasilkan besi, aluminium, tembaga, dan lain-lain harus diolah negara agar menjadi bahan bangunan yang siap pakai. Tidak ada privatisasi barang milik umum (rakyat).

Menggunakan dan memperolehnya dengan harga terjangkau; dipermudah untuk setiap individu rakyat. Mengontrol pemanfaatannya agar tidak terjadi kerusakan dan kekacauan wajib dilakukan oleh negara.

Bunga, denda, asuransi, akad ganda, kepemilikan tidak sempurna, serta segala macam persyaratan adminitrasi dan birokasi yang menyulitkan dan berbiaya merupakan akad bisnis properti yang batil akan ditegaskan dengan syariah.

Hadirnya para pengembang syariah akan mendukung rakyat memiliki rumah yang layak selama menerapkan sistem Islam. Semakin sempurna fungsi negara dalam menjamin pemenuhan perumahan rakyat selama adanya developer properti.

Selain tiga kebijakan yang telah disebutkan ada juga kebijakan terkait ihya, tahjir, iqtha’ dan tanah ash-shawafi yang merupakan rangkaian kebijakan sistem Islam yang diatur oleh Khalifah. Pembangunan dan sumber-sumber ekonomi tidak terkonsentrasi di titik-titik tertentu saja apabila sistem pemerintahan Islam yang meniscayakan distribusi pembangunan berlaku secara merata.

Permukiman ideal bukan sekadar impian di masa depan bagi rakyat. Rakyat pun dapat hidup sejahtera dengan rumah masa depan yang telah terwujud. Pilihan ada di tangan kita mau bertahan dengan sistem yang ada atau berusaha melakukan perubahan dengan kembali kepada Islam? Wallahu a’lam bishawab.[]

Comment