Prospek Kebijakan Ekonomi Prabowo Mustahil Tumbuh 8% Tanpa Industrialisasi

Ekonomi68 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Universitas Paramadina dan INDEF menggelar Diskusi Panel Dengan tema “Prospek Kebijakan Ekonomi Prabowo Mustahil Tumbuh 8% Tanpa Industrialisasi” melalui zoom, Ahad (22/9/24).

Diskusi tersebut dihadiri para pembicara seperti Wijayanto Samirin, MPP (Ekonom Universitas Paramadina), Prof. Didin S. Damanhuri (Guru Besar Universitas Paramadina),  Dr. Eisha Maghfiruha Rachbini, S.E., M.Sc (Direktur Program INDEF) dan Prof. Didik J. Rachbini (Rektor Universitas Paramadina) yang memberi pengantar diskusi dan Dr. Didin Hikmah Perkasa (Sekretaris Program Studi Magister Manajemen) sebagai moderator.

Wijayanto Samirin dalam kesempatan diskusi tersebut mengatakan bahwa GBHN harus menjadi rel yang benar-benar faktual di jalankan. Pasca reformasi, yang sering dijadikan acuan adalah janji politik. Permasalahannya, janji politik adalah produk PR walaupun ada teknokratiknya.

Sebenarnya kata Wijayanto, kita sedang mencoba menelaah janji politik tersebut. Sepanjang sejarah, Indonesia hanya 5 kali mencapai di atas 8% pertumbuhan ekonominya di mana hal tersebut disebabkan oleh Oil. Industrialisasi merupakan cara satu-satunya karena orientasi pemerintah ke depan untuk memberikan insentif pada perusahaan-perusahaan jasa.

“Permasalahannya jika mengejar pertumbuhan 8% ada masalah lingkungan, ketimpangan dan lain sebagainya akan terjadi.” Ujar Wijayanto.

Dalam sejarah, tambahnya, Indonesia pernah mempunyai perusahaan yang namanya VOC, di mana lebih besar market capnya dibandingkan jika Microsoft digabungkan dengan Apple dan Facebook digabungkan dengan Google dan Amazon. Dengan dividen yield sebesar 4%, keuntungan per tahun VOC mencapai USD 280 miliar berdasarkan nilai uang saat ini. Tetapi pada kenyataannya di Indonesia, pada saat itu rakyatnya sangat miskin di tengah pendapatan VOC yang sangat berlimpah.

“Maka seharusnya kita lebih fokus pada kualitas pertumbuhan dibandingkan dengan mengejar angka pertumbuhan GDP itu sendiri. Sangat di sayangkan karena pemerintah tidak melihat industri sebagai faktor penting, justru faktor yang less important dari industri yang di kedepankan.” Kata Wijayanto.

Wijayanto menambahkan, Allah menciptakan alam untuk manusia nikmati sumber daya alam tersebut, tetapi manusia kreatif untuk menikmati sumber daya alam yang lebih. Maka ada industri manufaktur dari bahan mentah jadi bahan jadi, maka proses manufaktur inilah yang kita kenal dengan proses industrialisasi. Tetapi, proses industri sendiri tidak cukup untuk menyalurkannya pada konsumen, maka ada industri jasa yang dibutuhkah.

Permasalahannya di Indonesia, lanjut Wijayanto, industri manufaktur malah mengecil. Sehingga supaya angka per kapita tetap tinggi atau tumbuh, maka yang lebih digenjot adalah sumber daya alam, infrastruktur, transportasi, pelabuhan, kota baru dan sebagainya. Permasalahannya ketika manufaktur tidak memproduksi barang, maka industri jasa ini menggunakan barang-barang impor.

Menurutnya, fakta menunjukkan bahwa Indonesia miskin dengan sumber daya alam. Saat ini Indonesia menempati ranking ke 15 dalam proven reserved 6 minerba utama senilai USD 5,5 triliun, karena populasinya besar jika dibagi per kapita maka Indonesia menempati ranking ke 39 di dunia dengan nilai USD 19.600. Jelas harus di hemat dan berhati-hati, karena tidak bisa mensejahterakan 280 juta rakyat Indonesia, tentu saja hanya bisa mensejahterakan rakyat-rakyat tertentu yang kita sebut dengan oligarki.

Sejarah menunjukkan pengalaman negara-negara besar di dunia seperti China, India, Inggris, Jepang dan Amerika, ekonomi mereka membesar karena terdongkrak oleh proses industrialisasi.

“Fakta sejarah seharusnya menunjukkan kepada pemerintah Indonesia bahwa there is no other way, other than industrialization“, Tegasnya.

Wijayanto menambahkan bahwa dari tahun ke tahun industry manufaktur Indonesia terus menurun, tidak hanya manufaktur tetapi juga pertanuan mengalami trend penurunan. Indonesia saat ini menempati GDP 18,7%, sedangkan pada zaman orde baru rata-rata berasa di angka 25%.

Untuk tumbuh di atas 8% itu lanjutnya sangat berat bagi Indonesia, karena memiliki hambatan ekonomi yang boros modal. Untuk tumbuh tinggi tentunya membutuhkan investasi, tetapi ICOR Indonesia cenderung bertumbuh yaitu 6,5.

Tingginya ICOR lanjut Wijayanto,  disebabkan oleh investasi yang tidak efisien, perekonomiannya dengan biaya tinggi, korupsi, ketidakpastian regulasi, markup, perencanaan yang buruk dan seterusnya. Jika ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kata ICOR harus ditekan. Mendongkrak investasi satu hal, tetapi juga harus menekan ICOR tidak kalah pentingnya.

Jika ingin menaikan GDP tumbuh hingga 8% dengan ICOR 6,5, lanjut Wijayanto, maka diperlukan investasi sebesar Rp. 12.480 triliun, atau setara dengan 52% GDP adalah investasi. Saat ini adalah 30%, maka hamper dikatakan mustahil dalam jangka pendek.

“Kereta cepat dan IKN merupkan salah satu proyek yang memberikan dampak terhadap tingginya ICOR, disebabkan dengan reverse planning mengakibatkan ekonomi yang semakin boros modal dan tidak berdaya saing.” Ujarnya.

Reverse planning yang dimaksudkan tambah Wijayanto,  adalah saat Jokowi menyampaikan bahwa ‘Memindah ibu kota itu sulit, banyak hal yang harus di selesaikan. Wong mindah kos-kosan aja sulit, mau mindah ibu kota’.

“Sebenarnya ini akan indah sekali jika statement itu diungkapkan di awal sebelum semuanya dimulai, tetapi yang menjadi problem adalah reverse planning tersebut.” Ujar Wijayanto.

Wijayanto melanjutkan, ada beberapa hal yang berpotensi menjadi tragedy untuk pemerintahan Pak Prabowo, karena beberapa project besar yang menyimpan bom waktu yang mirip dengan IKN. Contohnya adalah impor pasir yang berpotensi merusak lingkungan, kemudian food estate di Kalimantan dan Papua yang tidak berhasil, giant sea wall yang akan dibangun di Utara Jakarta, serta kereta cepat yang akan diteruskan yaitu Bandung – Surabaya.

Wijayanto berharap pemerintah mendatang idealnya fokus pada kualitas pertumbuhan bukan pada kecepatan di mana tidak menjadikan 8% pertumbuhan sebagai dogma, dorong industrialisasi dengan membantu para pelaku industri manufaktur.

“Mereka adalah the real hero, perbaiki kualitas perencanaan dengan tidak terburu-buru karena tragedi IKN dan kereta cepat KCIC adalah contoh nyata dan selalu gunakan mata hati di mana rakyat mendambakan pemerintahan dan pemimpin yang berpihak pada rakyat.” Imbuhnya.[]

Comment