Problematika Aborsi Semakin Tak Terkendali

Opini77 Views

 

Penulis: Rizka Adiatmadja | Praktisi Homeschooling

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Aborsi lagi-lagi terjadi dan menjadi topik kegaduhan. Tentunya dengan istilah aborsi ilegal yang dilakukan. Ini membuat kondisi sebagian masyarakat bertanya-tanya, di sela orang-orang yang mewajarkannya dan fatalis menerima kondisi rusak tersebut. Mengapa praktik aborsi ilegal sulit untuk dientaskan? Apa penyebabnya sehingga tidak bisa diberantas sampai tuntas?

Dikutip dari rri.co.id–Ditangkapnya lima terduga kasus aborsi ilegal dengan inisial D (49), OIS (42), AF (43), AAF (18), dan S (33). Lima perempuan terduga pelaku ini tidak memiliki latar belakang medis. Lokasi ditemukannya mereka di salah satu apartemen Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Menurut Musni Umar saat menjadi pembicara siaran “Jakarta Pagi Ini” 91,2 FM Pro1 RRI Jakarta pada Kamis (21/12/2023) bahwa kondisi fenomena sosial aborsi ini memang sangat memprihatinkan. Dengan perkembangan era digital banyak membuat orang tergiur berkontribusi untuk menjual diri melalui platform yang begitu memudahkan aksi mereka sehingga para laki-laki pun memanfaatkan hal tersebut tanpa memikirkan konsekuensi yang akan ditanggung.

Musni mengatakan jika fenomena sosial ini diakibatkan karena kondisi perekonomian yang semakin timpang dan juga fondasi pendidikan yang tidak seimbang. Pergaulan bebas pun disinggung oleh Husni sebagai penyebab maraknya aborsi ilegal.

Kantor berita Antara pun menginformasikan, berdasarkan hasil penyelidikan sementara, praktik aborsi tersebut diakui sudah 20 kali dilakukan selama dua bulan terakhir. Tarif yang ditetapkan untuk masing-masing pasien berbeda-beda, berkisar Rp10 juta sampai Rp12 juta. (21 Desember 2023)

Sungguh teramat miris melihat kasus demi kasus aborsi ilegal yang terus berulang. Dari perekonomian yang timpang dan sistem kehidupan yang semakin memiskinkan, begitu pun pergaulan bebas yang sulit sekali dikendalikan, bahkan fungsi keluarga dan orang tua yang kian kehilangan peran agungnya, membuat fenomena sosial ini semakin membuncah.

Penyebab dari segala kondisi kerusakan ini adalah sistem kehidupan sekularisme dan kapitalisme. Bagaimana tidak, sistem kehidupan ini benar-benar telah membunuh nurani manusia dan merusak naluri dari tempat yang hakiki. Kehidupan yang bebas telah melahirkan dekadensi moral. Hamil di luar nikah menjadi hal yang tidak tabu lagi di masa kini. Hingga akhirnya klinik aborsi ilegal semakin menjamur.

Meskipun ada juga yang tega melakukan aborsi dikarenakan permasalahan ekonomi, tetapi mungkin jumlahnya tidak sebanyak kehamilan di luar nikah. Kondisi sistem yang rusak ini membuat naluri keibuan hilang dalam sekejap, tega membunuh bakal bayi karena perilaku perzinaan, entah ke mana hilangnya naluri yang begitu tinggi dimuliakan oleh agama? Naluri ibu yang agung punya kelembutan dan kekuatan menyayangi buah hatinya.

Dengan dalih tak mau menanggung rasa malu di hadapan manusia, tetapi menggadaikan rasa malu di hadapan Tuhan. Kebebasan yang ada hari ini ternyata telah membuat manusia liar demi melindungi keinginannya. Begitulah ciri khas aturan manusia, merusak dan menghancurkan.

Hari ini ada kampanye “hak reproduksi” kehadirannya semakin gencar dan digaungkan oleh para perempuan yang mengatasnamakan diri mereka sebagai pejuang hak perempuan. Ironisnya kampanye ini justru merusak kaum muda dengan berbagai hal yang teramat merugikan dan riskan bahkan akan menyengsarakan di akhirat nanti.

Hak reproduksi ini bisa menyebabkan banyaknya gangguan kesehatan seperti penyakit kelamin, infeksi menular, terganggunya mental, hingga berakibat fatal yang berujung kematian. Sekalipun ada aborsi legal yang ditangani oleh pakar khusus, tetap saja akan menjadi kejahatan besar ketika aborsi dilakukan tanpa alasan medis yang kuat. Terlebih Islam memandang bahwa itu perbuatan yang keji.

Sekularisme telah membentuk masyarakat menjadi lebih permisif terhadap hal-hal yang membahayakan generasi. Tak lagi peduli bahwa keberlangsungan negeri ada di kekuatan lengannya para pemuda dan pemudi. Sejatinya Islam akan memandang bahwa aborsi itu harus dilakukan ketika nyawa ibu terancam, bukan karena seks bebas atau kehamilan yang tidak diinginkan.

Di mana naluri pelaku aborsi, benarkah mereka telah kehilangan fitrah manusia? Saat melihat janin yang tidak berdosa kehilangan detak kehidupan bahkan sebelum melihat kedua orang tuanya. Bentuk fisik yang kecil harus menanggung alat sedot yang mengeluarkannya dengan paksa, kemudian janin yang tanpa daya harus rela dibuang lebih hina dari sampah. Tak perlu menjadi ibunya untuk merasakan betapa getir takdir janin tersebut.

Di masa kepemimpinan Rasulullah ada seorang perempuan yang mengakui melakukan perzinaan, Rasulullah meminta agar perempuan itu bertobat dan memberikan hak anaknya yaitu menyusui hingga sang anak bisa makan sendiri. Anak tersebut pun diberikan kepada sahabat Rasulullah yang tentunya saleh agar mendidik anak tersebut menjadi generasi saleh pula. Ibunya pun dihukum rajam. Esensi dari kisah tersebut adalah pezina yang harus dihukum, bukan janin yang harus dilenyapkan.

Namun, kondisi hari ini terbalik. Pezina berkeliaran dan membunuh janin yang tidak berdosa tanpa sedikit pun jera dengan perbuatannya. Di beberapa tahun silam ada berita yang mengabarkan perempuan muda mengaborsi janin hasil zina hingga tujuh janin itu disimpannya dalam botol-botol. Beginilah realitas masyarakat yang hidup di dalam sistem sekularisme. Kerusakan sosial kian menjadi-jadi bahkan tak terkendali, tetapi tak ada satu pun solusi pasti.

Semua kengerian di atas tidak akan terjadi jika negara dan masyarakat menjadikan akidah Islam sebagai pijakan dalam seluruh aktivitas kehidupan. Akidah Islam akan membentuk negara dan masyarakat bertakwa di mana sandaran perbuatannya adalah halal dan haram. Melaksanakan perintah Allah tanpa kata tapi, begitu pula menghindari larangan Allah semata karena rasa takut berdosa.

Sistem Islamlah yang kompatibel dengan syariat-Nya. Tak akan ada aborsi label legal ataupun ilegal hanya karena hukum manusia saja, tetapi sistem Islam akan mengatur semua dengan standardisasi syariat Islam. Bukan hanya dalam satu cakupan, tetapi di berbagai lini kehidupan. Wallahualam bissawab.[]

Comment