Praktik Pajak Antara Islam Dan Kapitalisme 

Opini601 Views

 

 

Oleh : Salwa Hidayat, Pelajar Madrasah Aliyah Negeri 2 Deli Serdang

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Polemik rencana Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sejumlah kebutuhan masyarakat di sektor sembako, sekolah atau pendidikan serta kesehatan tertuang dalam revisi undang – undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umumdan tata cara perpajakan(KUP).

Hal ini menimbulkan pro dan kontra di tengah parlemen dan masyarakat seperti dilansir antara.

Ketua MPR RI Bambang Soestyo meminta pemerintah khususnya kementerian keungan membatalkan rencana PPN yang tertuang dalam revisi undang – undang nomor 6 tahun 1983 tersebut.

Menurutnya, pengenaan pajak PPN, otomatis akan membuat harga sembako maupun pendidikan naik tajam dan akan menaikkan inflasi Indonesia mencapai 0,13 %.

Masih rendahnya kualitas pendidikan dan banyak masyarakat yang kontra dengan kebijakan ini. Kebijakan ini semakin mencekik rakyat, apalagi yang dikenakan pajak adalah kebutuhan rakyat yang sangat mendasar.

Pajak dalam sistem kapitalisme ini adalah pungutan wajib dari rakyat untuk negara. Setiap sen uang pajak yang dibayarkan rakyat akan masuk dalam pos pendapatan negara dari sektor pajak untuk membangun infrastruktur dan mensubsi terhadap sektor pendidikan dan kesehatan.

Pajak juga merupakan salah satu penghasilan uang kas negara. Namun dengan diluncurkannya revisi undang –undang nomor 6 tahun 1983 ini,  sembako, pendidikan dan  kesehatan akan dikenakan pajak. Ini berarti bahwa sektor pendidikan, kesehatan tidak lagi di subsidi oleh negara.

Bila di cermati, terdapat dua faktor yang mendorong rencana ini. Kemungkinan pertama, utang Indonesia masuk kategori lampu merah sebagaimana dilansir CNN Indonesia bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat jumlah utang pemerintah Indonesia sebesar Rp6.418,15 triliun atau setara 40,49 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per akhir Mei 2021.

Untuk melunasi utang tersebut,  pemerintah mengambil jalan dengan mengenakan pajak pada sembako, pendidikan, serta kesehatan. Padahal jalan ini bukan lah solusi tuntas. Jalan ini seperti meng-aduk aduk lumpur yaitu tidak memecahkan masalah tapi membuat kesulitan baru. Pajak hanya menambah beban masyarakat.

Kemungkinan kedua yaitu ekonomi Indonesia mengalami resesi akibat pandemic yang tak kunjung usai.  Dilihat dari banyaknya perusahaan yang gulung tikar dan bertambahnya pengangguran mengakibatkan pemasukkan negara berkurang.

Negeri ini memilii kekayaan alam yang berlimpah bak surga dunia. Dari sektor pertanian, menghasilkan Rp 1.375 triliun. Sektor laut yang dimiliki negeri ini menurut kementerian ekonomi kelautan dan perikanan ( KKP ) tahun 2020 memperkirakan potensi ini bisa mencapai US$ 1338 miliar atau setara Rp 19,6 triliun per tahun. Oleh karena itu negeri ini dijuluki sebagai poros maritime dunia.

Di sektor kehutanan, negeri ini memiliki 99,6 juta hektar hutan yang menjadi sumber pangan dan obat – obatan, sehingga indonesia di juluki sebagai paru – paru dunia.

Kekayaan negeri ini di sektor pertambangan menghasilkan nilai yang sangat fantastis sebab negeri ini memiliki segala jenis tambang, seperti minyak, gas bumi, batubara, pasir besi, bijih timah, bijih nikel, bijih baukasit, biji tembaga, bijih emas, perah dan biji mangaan dengan lebih dari 20 pusat tambang yang salah satunya ada di Papua.

Tambang emas terbesar di indonesia dapat menghasilkan 75 juta ton per tahunnnya, namun sayang seluruh kekayaan alam negeri ini dikuasi asing.

Jika seluruh kekayaan alam dikelola oleh negara, serta dijadikan penghasilan utama negara maka pemerintah tidak perlu memungut pajak dari rakyat sebab pajak hanya menambah penderitaan  dan beban rakyat.

Dengan dikelolanya Sumber Daya Alam akan mendapatkan dana yang sangat cukup untuk mebiayai pembangunan infrastruktur negara dan dengan begitu negara dapat mensubsidi selurh kebutuhan masyarakat seperti keshatan , pendidikan bahkan dapat melunasi seluruh utang luar negeri Indonesia.

Apa yang terjadi sekarang ini adalah akibat kapitalisme dengan konsep ekonomi yang menuhankan materi. Dalam konsep kapitalisme, pajak disebut sebagai urat nadi pendapatan negara.

Seorang ahli pemerintahan Barat, Arthut Vanderbilt mengatakan bahwa pajak adalah urat nadi ( lifeblood ) pemerintah, Oleh karena itulah sistem ekonomi kapitalisme ini tidak akan pernah mensejahterakan rakyat namun sebaliknya justeru semakin mencekik rakyat.

Bagaimana perspektif Islam tentang pajak?

Islam memandang bahwa harta adalah kepemilikkan pribadi yang tidak boleh diganggu sekalipun itu negara, bahkan harta kaum musllimin mendapatkan perlindungan dalam islam sebagaimana firman Allah swt :

“Wahai orang –orang yang beriman janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian secara bathil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar keridhaaan di antara kalian.” (QS,an – nisa [4]:29).

“Siapa saja yang mengambil sejengkal tanah (orang lain) secara zalim, Allah akan menghimpit dirinya dengan tujuh lapis tanah (bumi)” (HR. Muslim).

“Jangan lah salah seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik dengan main – main ataupun sungguh – sungguh. Siapa saja yang mengambil tongkat saudaranya, hendaklah ia mengembalikannya “(HR Dawud).

Beranjak dari dalil – dalil di atas, islam melarang adanya pemungutan harta berupa pajak di kalangan kaum muslimin bahkan Rasulullah melaknat pemungut pajak.

“Sungguh para pemungut pajak(diazab) di neraka” (HR, ahmad)

Namun adakalanya negara dibolehkan memberlakukan pemungutan pajak (dharibah) tapi teknisinya berbeda dengan pemungutan pajak kapitalisme saat ini.

Dalam islam, pungutan pajak diberlakukan hanya saat negara dalam kondisi krisis keuangan sedangkan negara membutuhkan dana untuk membiayai segala kebutuhan rakyat. P ungutan pajak ini hanya bersifat sementara bukan sebagai pemasukkan utama.

Setelah uang kas negara aman dan tidak krisis lagi maka negara segera meberhentikan pungutan pajak. Perlu dicatat bahwa hanya individu – individu kaya saja di kalangan kaum muslimin yang kaya bukan seluruh warga negara dan arga non – muslim ( ahludz-dzimmah) tidak dipungut pajak. Mereka cukup  membayar jizyah.

Dalam ekonomi islam, pemasukkan tetap negara memiliki sumber dari zakat, jizyah, kharaj, ‘usyr, harta kepemilikkan umum (tambang, migas, dan mineral ), anfal, ghanimah, fai, khumus, infak dan sedekah.

Dalam Islam, pajak bukan pemasukkan tetap negara karena pajak (dharibah ) ini termasuk kedzaliman, apabila tidak memenuhi syarat teknisi seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Oleh karena itu konsep ekonomi islam adalah konsep ekonomi terbaik yang akan memberi kesejahteraan dan keadilan kepada umat manusia terlepas dari perbedaan suku ras dan agama. Wallahu a’lambishawwab.[]

Comment