PPN Naik, Kehidupan Masyarakat Makin Pelik?

Opini51 Views

 

Penulis: Diana Nofalia S.P. | Aktivis Muslimah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Buah simalakama bagi rakyat Indonesia saat ini. Program makan gratis tidaklah semanis yang dibayangkan. Program ini berdampak pada kebijakan PPN saat ini. Terhitung 1 Januari 2025 PPN akan naik walaupun pada dasarnya ekonomi rakyat sangatlah sulit.

Seperti yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bahwa program prioritas Presiden Prabowo Subianto, yakni makan bergizi gratis merupakan salah satu alasan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen resmi berlaku mulai 1 Januari 2025.

Airlangga sebagaimana ditulis beritasatu.com,  mengaku, alasan Presiden Prabowo Subianto menerapkan PPN 12 persen untuk menopang program makan bergizi gratis karena memerlukan pendanaan jumbo. Pada tahun depan, alokasi anggaran program tersebut mencapai Rp 71 triliun dalam APBN 2025.

Kebijakan ini menuai kritik dari beberapa kalangan. Ini terlihat dari adanya petisi penolakan atas kebijakan kenaikan PPN tersebut. Petisi penolakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang ditandatangani lebih dari 113.000 orang sudah diterima Sekretariat Negara (Setneg). Penyerahan petisi itu dilakukan pada aksi damai di depan Istana Negara.

Aksi damai digelar di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, yang menentang rencana kenaikan pajak PPN 12 persen. Peserta aksi berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, akademisi, hingga kelompok pencinta budaya Jepang (Wibu) dan Korea (K-popers).

Walaupun ada penentangan dari berbagai pihak kenaikan PPN akan tetap diberlakukan. Meski dengan dalih memberikan batasan barang-barang yang terkena kenaikan PPN, namun sejatinya kebijakan tersebut tetap memberatkan rakyat.

Meski ada program bansos dan subsidi PLN, penderitaan rakyat tak terelakkan
Ini adalah contoh kebijakan penguasa yang populis otoriter. Pemerintah merasa cukup sudah memberikan bansos, subsidi listrik, dan menetapkan barang-barang tertentu yang terkena PPN. Padahal kebijakan tersebut tetap membawa kesengsaraan pada rakyat.

Protes rakyat dalam bentuk petisi penolakan kenaikan PPN diabaikan. Miris memang, suara rakyat hanyalah dianggap ketika dibutuhkan, tapi jika sudah bertentangan dengan kebijakan penguasa, suara rakyat tak lagi dipedulikan.

Sistem ekonomi kapitalisme sangat lemah. Menjadikan pajak sebagai pemasukan utama. Rakyat diwajibkan bayar pajak, tapi di sisi lain negara abai terhadap kehidupan rakyat yang serba sulit. Lapangan kerja yang minim dan biaya kebutuhan pokok yang makin meningkat drastis. Akhirnya kehidupan masyarakat makin pelik.

Islam menjadikan penguasa sebagai raa’in dan junnah. Islam menetapkan bagaimana kriteria penguasa dalam Islam dan juga mengatur bagaimana relasi penguasa dengan rakyatnya.

Penguasa dalam Islam wajib mengurus rakyat dan mewujudkan kesejahteraan individu per individu Islam mewajibkan penguasa membuat Kebijakan yang tidak menyulitkan hidup rakyat.

Islam memiliki aturan yang kompleks dan berkeadilan, termasuk aturan mengenai pajak. Ada empat ketentuan tentang pajak dalam sistem Islam yaitu:
pertama, pajak bersifat temporer. Tidak bersifat kontinu dan hanya boleh dipungut ketika di Baitul Mal tidak ada harta atau kurang.

Kedua, pajak hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang merupakan kewajiban bagi kaum muslim dan sebatas jumlah yang diperlukan untuk pembiayaan wajib tersebut, tidak boleh lebih.

Pembiayaan itu adalah pembiayaan jihad dan berkaitan dengannya, pembiayaan dan pengembangan industri militer ataupun industri pendukungnya, pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan pokok orang fakir miskin dan Ibnu Sabil, pembiayaan untuk gaji pegawai negara (tentara, hakim, guru, dan lain sebagainya), pembiayaan atas kemaslahatan atau fasilitas umum yang jika tidak diadakan akan menyebabkan bahaya bagi umat, pembiayaan untuk penanggulangan bencana dan kejadian yang menimpa umat.

Ketiga, pajak hanya diambil dari kaum muslim dan tidak dipungut dari non-muslim. Sebab, pajak dipungut untuk membiayai keperluan yang menjadi kewajiban kaum muslim, yang tidak menjadi kewajiban non-Muslim.

Keempat, pajak hanya dipungut dari kaum muslim yang kaya, tidak dipungut dari selainnya. Orang kaya adalah orang yang memiliki kelebihan harta dari pembiayaan kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya bagi dirinya dan keluarganya menurut kelayakan masyarakat sekitar.

Kelima, pajak hanya dipungut sesuai dengan jumlah pembiayaan yang diperlukan, tidak boleh lebih.

Ketentuan pajak sesuai dengan aturan Islam seperti inilah yang tentunya dapat memberikan ketenangan bagi masyarakat ekonomi lemah. Betapa banyak masyarakat yang kepayahan dengan aturan pajak yang makin hari makin mencekik.

Pajak antara si miskin dan yang kaya bisa dikatakan tidak ada bedanya. Dan bahkan para pengusaha mendapatkan perlakuan khusus dalam aturan tersebut. Di sisi lain, dalam sistem kapitalis pajak dipungut secara terus menerus seakan rakyat tak punya ruang untuk bernafas dari rentetan jenis pajak yang menghimpit mereka.

Dengan demikian, hanya aturan Islamlah yang sejatinya berasal dari Sang Pencipta, bisa memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Bukan aturan kapitalisme buatan manusia yang berpijak pada kepentingan individu ataupun kelompok.

Aturan ini, jika diterapkan – bukan hanya kaum muslim yang diuntungkan, nonmuslimpun akan diuntungkan. Di sinilah konsep aturan Islam sebagai rahmatan lil a’lamin akan tercipta. Wallahu a’lam.[]

Comment