Oleh : Heidy Sofiyantri | Ibu Rumah Tangga dan Pengemban Dakwah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Dunia pendidikan saat ini menjadi perbincangan hangat. Masalah demi masalah yang terjadi kerap mewarnai – mulai dari kasus perundungan, kekerasan, hingga pembunuhan, seakan tak kunjung terselesaikan menjadi daftar panjang yang buram dalam sistem pendidikan sekuler kapitalis.
Mengutip dari laman republika.co.id, seorang ahasiswa sebuah Universitas terkenal di Indonesia berinisial MNZ (19 tahun) ditemukan tewas dalam keadaan terbungkus plastik di kamar kosnya di Kawasan Kukusan, Beji, Kota Depok, Jumat (4/8/2023). Polisi kemudian mengungkap bahwa korban dibunuh oleh seniornya sendiri.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat selama Januari-Juli 2023 telah terjadi 16 kasus perundungan di satuan pendidikan. Empat di antaranya bahkan terjadi saat tahun ajaran sekolah 2023/2024 yang baru saja dimulai pada medio Juli 2023.
Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, seperti ditulis laman voaindonesia.com (5/8/2023) mengatakan bahwa dari 16 kasus perundungan pada satuan pendidikan mayoritas terjadi pada tingkat sekolah dasar (25 persen), sekolah menengah pertama (25 persen), dan sekolah menengah atas (18,75 persen), dan sekolah menengah kejuruan (18,75 persen).
Sungguh ini adalah kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Penerapan sistem sekulerisme dalam dunia pendidikan mengesampingkan islam sebagai aturan dalam melaksanakan kehidupan termasuk dalam hal pendidikan.
Minimnya jam pelajaran agama yang diajarkan di sekolah, agama (islam) hanya dikenal sebagai pelajaran saja yang harus dipelajari tidak dijadikan dasar atau pedoman dalam kurikulum pendidikan.
Kurikulum yang sering berganti ganti, namun tidak mampu menghasilkan generasi yang berkepribadian islam.
Krisis adab dan moral, hingga terjerumus dalam kemaksiatan.
Mental rapuh, menjadi generasi yang mudah menyerah dan putus asa, tidak bisa menyelesaikan masalah ketika dihadapkan dengan problematika yang terjadi. Jika pendidikan masih berbasis sekulerisme, sebagus apapun programnya, tidak mungkin akan melahirkan generasi hebat, tangguh dan berkualitas.
Walaupun dalam sistem pendidikan sekuler mampu mencetak generasi yang berprestasi akademik, tetap saja mereka terpasung dalam krisis identitas, minim akhlak, berkepribadian labil, individualis, kapitalistis, visi hidup semata materi, gaya hidup bebas dan hedonis. Hal ini disebabkan mereka mengabaikan aturan Allah sebagai landasan hidup.
Sejarah mencatat, pada masa peradaban dan kejayaan islam selama 13 abad berhasil membentuk generasi emas.
Melahirkan banyak ulama, cendikiawan, dan ilmuan yang ahli di bidangnya, seperti Al khawarizmi ahli dalam matematika, Jabir ibnu Hayyan ahli kimia, Ibnu Batutah seorang penjelajah dunia, Muhammad Al Fatih yang menaklukan konstantinopel pad usianya yang sangat muda dan lain lainya.
Kecerdasan yang mereka miliki digunakan untuk kepentingan umat. Ini membuktikan bahwa peradaban islam mampu mencetak generasi hebat yang bukan hanya ahli dalam bidang agama namun juga dalam ilmu umum, sains dan teknologi.
Keimanan dan ketakwaan adalah benteng yang kuat dalam kehidupan. Aqidah islam dijadikan asas bagi setiap individu, keluarga, masyarakat serta negara.
Sistem pendidikan, sistem pergaulan, sistem informasi, sistem sanksi, sistem ekonomi, sistem politik berasaskan aqidah islam.
Negara menerapkan islam di semua lini kehidupan secara menyeluruh, bukan yang lain. Hanya dengan sistem pendidikan islam yang mampu melahirkan generasi cemerlang.[]