Politik Level Hardcore, Belajar dari  Squid Game

Opini24 Views

 

Penulis: Luthfiatul Azizah | Mahasantri Cinta Quran Center

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kepala merupakan salasatu anggota tubuh yang sangat vital. Sebagaimana kepala, penguasa merupakan ujung tombak keberlangsungan hidup masyarakat dalam sebuah negara. Bila kepala dalam kondisi sehat maka sehat pula anggota badannya. Sebaliknya, bila syaraf di kepala bermasalah maka hal tersebut akan berpengaruh pada anggota tubuh lainnya. Begitulah gambaran mengenai penguasa.

Hari ini tergambar begitu jelas bagaimana kondisi masyarakat umum. Keberlangsungan hidup terseok-seok akibat beban dan tekanan hidup yang sangat berat. Penguasa seharusnya menjadi kepala yang mampu mengakomodir tubuh dengan baik justru tidak berjalan sebagaimana fungsinya. Kepala tersebut justru menjadikan kehidupan ini layaknya sebuah permainan.

Hal ini mengingatkan kembali mengenai sebuah kisah yang dikemas dengan penyajian sebuah drama asal Korea Selatan yang menggambarkan sisi gelap sebuah kekuasaan yang dipermainkan.

Drama berjudul Squid Game ini turut menyita perhatian. Pasalnya dalam Squid Game, setiap permainan menggambarkan perjuangan untuk bertahan hidup di bawah aturan yang ditentukan oleh “pemilik kekuasaan,” yaitu penyelenggara permainan.

Para pemain tidak memiliki kuasa atas sistem yang mereka masuki, tetapi melalui strategi, aliansi, dan komunikasi, mereka mencoba memengaruhi peluang mereka untuk bertahan.

Ini mencerminkan realitas politik di mana komunikasi menjadi alat utama untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.
Drama Korea Squid Game (2021) tidak hanya memikat dunia dengan alur cerita yang mencekam, tetapi juga menawarkan refleksi mendalam tentang struktur sosial, kekuasaan, dan komunikasi.

Dalam konteks komunikasi politik, serial ini memberikan gambaran secara simbolis tentang bagaimana hubungan kekuasaan dibangun, dijalankan, dan dipertahankan.

Squid Game juga menunjukkan sisi gelap komunikasi politik: manipulasi dan pengkhianatan. Tokoh Cho Sang-woo, misalnya, sering menggunakan strategi manipulatif untuk mencapai tujuannya, meskipun harus mengorbankan orang lain. Persis sebagaimana teori machiavellisme bekerja dengan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Squid Game mengingatkan kita akan pentingnya integritas dalam upaya  membangun gagasan politik. Komunikasi politik yang beretika adalah komunikasi yang menghormati prinsip-prinsip kejujuran, transparansi, dan penghargaan terhadap martabat manusia.

Dalam Squid Game, banyak konflik muncul akibat kurangnya kejujuran di antara para pemain. Hal ini dapat dianalogikan dengan dunia politik, di mana informasi yang tidak jujur sering kali digunakan untuk membingungkan atau menipu publik. Dengan demikian menuntut aktor politik untuk jujur menyampaikan informasi, bahkan ketika hal itu tidak menguntungkan mereka secara langsung. Kejujuran adalah landasan untuk membangun kepercayaan. Tanpa kepercayaan, komunikasi politik akan kehilangan legitimasi.

Penyelenggara permainan dalam Squid Game menyembunyikan banyak informasi penting dari para pemain, menciptakan situasi yang tidak adil dan berbahaya. Dalam politik, transparansi adalah kunci untuk menciptakan hubungan yang sehat antara pemerintah dan rakyat.

Komunikasi yang transparan memungkinkan publik untuk memahami kebijakan, proses pengambilan keputusan, dan dampaknya terhadap masyarakat. Lebih dari itu, transparansi membuka ruang bagi partisipasi aktif masyarakat dalam diskursus politik.

Salah satu kritik utama terhadap Squid Game adalah bagaimana permainan tersebut memperlakukan para pemain sebagai alat hiburan bagi para “VIP,” merendahkan mereka menjadi objek semata. Dalam komunikasi politik, penghormatan terhadap martabat manusia adalah prinsip yang tidak boleh dinegosiasikan.

Aktor politik harus memastikan bahwa pesan dan tindakan mereka tidak merendahkan, mendiskriminasi, atau meminggirkan kelompok tertentu.
Squid Game memberikan pelajaran tentang pentingnya mendengarkan.

Tokoh utama, Seorang Gi-hun, meskipun tidak sempurna, sering menunjukkan kemampuan untuk memahami perasaan dan perspektif orang lain. Kemampuan mendengarkan adalah kunci untuk menciptakan hubungan yang autentik dengan publik. Politik yang hanya berisi monolog akan gagal membangun gagasan yang relevan dengan realitas masyarakat.

Belajar dari Squid Game, seharusnya masyarakat hidup dalam ketenangan, kesejahteraan dan terpenuhinya kebutuhan sehingga roda kehidupan akan berjalan sebagaimana mestinya tanpa harus mengikuti permainan yang mengusik dan juga menyusahkan masyarakat.

Terlebih harus memasuki area pertandingan yang dipersiapkan oleh mereka yang menganggap kehidupan mereka membosankan lantaran banyaknya kenikmatan yang telah ia raup dengan cara menghalalkan segala cara.[]

Comment