Oleh : Nurul Ul Husna Nasution, UMN Al-Washliyah Medan
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA –Dalam beberapa hari terakhir, seperti dikutip detik.com (28/11/2021), wacana pegawai negeri sipil (PNS) digantikan dengan robot artificial intelligence (AI) kembali ramai bergulir. Pemerintah berencana menggunakan teknologi digital untuk meningkatkan pelayanan kepada publik dan jumlah PNS akan dikurangi secara bertahap.
Pengaruh kemajuan teknologi di era modern ini mengharuskan setiap negara untuk mengikutinya. Tak heran setiap aktifitas manusia hingga birokrasi tak lepas dari kecanggihan teknologi. Sangat disayangkan, perampingan PNS dinilai menjadi beban negara sehingga harus digantikan oleh robot yang lebih fleksibel dan praktis.
Beban negara seperti dilansir cnnindonesia, bukan hanya dari PNS melainkan dari pembiayaan infrastruktur dan anggota dewan. Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp. 266,41 triliun di tahun 2022 untuk belanja pegawai kementerian/ lembaga (K/L) dalam RAPBN 2022. Pagu belanja itu untuk membayar gaji dan tunjangan bagi PNS. Selain itu, aline.id juga mengungkap sebanyak 575 anggota dewan periode 2019-2024 pemerintah pada APBN 2020 menyetujui anggaran untuk DPR RI sebesar Rp. 5,11 triliun.
Pemerintah mengajukan alokasi anggaran infrastruktur 2022 sebesar Rp. 384,8 triliun (kompas.com). Belum lagi para koruptor yang korupsi milyaran hingga triliunan rupiah. Melihat hal ini, pantaskah menganggap PNS sebagai beban negara?
Jika diterapkan, salah satu dampak dari kebijakan ini adalah meningkatknya pengangguran. Per Agustus 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 9,1 juta orang. Maka, kebijakan ini bisa dinilai kurang efektif dan efesien karena negeri ini tidak berfokus pada tujuan negara untuk mengurangi bahkan menghilangkan angka pengangguran. Kemudian perencanaan ini akan membutuhkan waktu yang lama dan kemungkinan dana yang dikucurkan juga tidak sedikit berhubung teknologi yang dipakai tidak murah.
Dikhawatirkan kebijakan pemerintah yang lebih mengikuti tren global dan ingin dinilai modern dan maju malah menjadi persoalan baru di negeri ini. Kemajuan bangsa semestinya tidak diukur dengan sekedar pencapaian fisik dan kemajuan teknologi yang digunakan. Semestinya menggunakan ukuran dasar sebagaimana direkomendasikan Islam berupa tercapainya tujuan bernegara yaitu menyejahterakan setiap individu, terciptanya ketenangan stabilitas dan meniggikan peradaban.
Inilah kebijakan yang lahir dari sistem sekuler-kapitalis, yang hanya melihat sebelah mata. Kebjiakan yang tidak memberikan pengaruh besar terhadap kesejahteraan dan kemakmuran atas rakyatnya.
Semestinya pemerintah mengambil kebijakan solutif demi menciptakan lapangan kerja dan memenuhi kebutuhan rakyat bukan hanya sekedar ikut tren yang menambah masalah baru nantinya. Maka, tujuan negara yang akan mewujudkan keadilan, kemakmuran, keamanan dan kesejahteraan rakyat hanyalah sebatas ilusi.
Dalam konsep Islam, teknologi hadir untuk mempermudah pekerjaan manusia bukan malah menggantikan perannya. Tentu ada hal-hal yang tidak bisa digantikan langsung dengan teknologi.
Islam dengan keunggulan peradaban dalam berbagai segi kehidupan sudah membuktikan bahwa hadirnya kecanggihan teknologi demi membawa kesejahteraan rakyatnya. Hal ini tentu saja dikarenakan para ilmuan dan teknokrat muslim menjadikan akidah Islam sebagai dasar kehidupan dengan tujuan mendekatkan diri kepada Rabb dan kemashlahatan umat.
Tolak ukur kemajuan bangsa adalah tercapaianya kesejahteraan bangsa itu sendiri. Kesejahteraan dalam pandangan Islam bukan hanya dinilai dengan ukuran material tetapi juga nonmaterial seperti, terpenuhinya kebutuhan spiritual, moral, dan terwujudnya keharmonisan sosial.
Di samping itu, ekonomi tidak dikuasai oleh para kapitalis yang cenderung mendorong penemuan bernilai komersil. Sejatinya teknologi itu memudahkan aktifitas kehidupan bukan memperburuk dan memunculkan masalah baru.
Dalam pandangan Islam, masyarakat dikatakan sejahtera bila terpenuhi dua kriteria. Pertama, terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu rakyat, baik pangan, sandang, papan, pendidikan, maupun kesehatannya. Kedua, terjaga dan terlidunginya agama, harta, jiwa, akal, dan kehormatan manusia.
Dengan demikian, kesejahteraan tidak hanya dalam sistem ekonomi semata, melainkan juga sistem hukum, sistem politik, sistem budaya, dan sistem sosial.
Hanya dengan Islam paripurna saja masyarakat bisa sejahtera walaupun zaman berbeda.Tentu saja aturan ini bukan berasal dari manusia tapi dari pencipta manusia, yaitu Allah SWT.
Hanya dengan sistem Islam yang rahmatan lil alamin manusia, alam semesta serta kehidupan akan memberi keadilan dan kesejahteraan. Wallahu a’lam bishshawab.[]
Comment