Oleh : Sri Maulia Ningsih,S.Pd, Praktisi Pendidikan
_________
RADARNDONESIANEWS.COM, JAKARTA –Wacana pegawai negeri sipil diganti dengan robot atau arificial intellegence (AI) ramai bergulir dalam beberapa hari terakhir. Wacana tersebut seiring dengan badan kepegawaian negara (BKN) yang akan lebih banyak memanfaatkan kemajuan teknologi kedepannya.
Rencananya, pegawai negeri sipil akan dikurangi secara bertahap dan diganti dengan robot artificial intellegence. Akan ada banyak tugas-tugas selama ini yang dikerjakan oleh manusia bakal digantikan oleh robot. Penggantian PNS dengan robot sebenarnya sudah nampak dengan berbagai transformasi digital yang dilakukan pemerintah, (DetikFinance,28/11/2021).
Menurut Kepala Biro Kepegawaian, Satya mengungkapkan pemerintah saat ini terus melakukan transformasi digital dalam pelayanan yang diberikan oleh manajemen ASN. Dia menyebutkan, bahwa hal ini sudah berjalan beberapa tahun ini.
Penggunaan teknologi tersebut dipandang akan mencapai efeksifitas birokrasi yang dicapai dengan menghemat anggaran. Pasalnya dengan banyaknya jabatan yang digantikan teknologi maka negara tentu tidak perlu mengeluarkan gaji PNS.
Namun, pemerintah sepertinya tidak memikirkan jangka panjang dampak dari wacana ini, sebab jika banyak PNS yang digantikan oleh robot, sudah pasti angka pengangguran akan bertambah. Per Agustus 2021 badan pusat statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 9,1 juta orang. Adapun jumlah PNS di Indonesia per 30 juni 2021 berdasarkan data BKN adalah 4.081.824 orang jumlah tersebut terdiri dari 3.132.774 di instansi daerah (77%) dan 949.050 orang di instansi pusat (23%) jumlah tersebut mengalami penurunan 3, 33 % dibandingkan 31 desember 2020 Jumlah PNS terus mengalami penurunan sejak tahun 2016.(indozone.id, 28/11/2021)
Banyaknya persoalan baru yang muncul sejatinya karena pemerintah mengambil kebijakan dengan bersandar pada tren global dan ingin dinilai modern, padahal kemajuan bangsa seharusnya tidak diukur dengan pencapaian fisik kemajuan teknologi.
Semestinya pemerintah menggunakan ukuran dasar yaitu tercapainya tujuan negara yaitu menyejahterakan setiap individu, terciptanya ketenangan stabilitas dan meninggikan peradaban.
Namun inilah realitas demokrasi liberal dalam sistem kapitalis, manajemen pemerintahan dijalankan dengan orientasi materi (keuntungan) bukan untuk kesejahteraan rakyat, melainkan untuk keuntungan para kapitalis.
Di sisi lain, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari, hanya saja ibarat pisau bermata dua. Revolusi industri sebagai hasil kemajuan teknologi bisa jadi jalan meningkatkan kualitas hidup manusia diberbagai lini. Namun, bisa juga menjadi alat memperkukuh penjajahan atas suatu bangsa atas bangsa lainnya hal ini ditentukan siapa yang menjadi pengendalinya.
Teknologi apabila dikendali dunia kapitalis akan menjadikan alat untuk memuluskan nafsu serakahnya, sebagaimana terjadi sejak revolusi industri pertama hingga RI 4.0. Sementara umat Islam cenderung lemah tanpa penguasaan teknologi, ini fakta yang tak bisa dipungkiri.
Oleh karena itu, umat islam harus memiliki keinginan menguasai dan mengembangkan teknologi hanya saja penguasaan dan pengembangan teknologi merupakan ranah kebijakan negara yang melalui strategi didikan, dukungan sistem sosial yang kondusif situasi politik dan kebijakan yang berpihak pada pengembangan teknologi akan tercipta iklim penciptaan teknologi terkini pada masa keemasan peradaban Islam.
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat bahkan menjadi mercusuar peradaban Islam di dunia. Banyak sekali ilmuan yang lahir jadi pionir berbagai bidang kehidupan. Di sinilah urgensi tegaknya Islam yang akan menyatukan berbagai potensi umat manusia termasuk teknologi sebagaimana pernah terjadi kurang lebih 13 abad ketika Islam mengatur dunia.
Di era kedigdayaan islam, revolusi industri membawa kemaslahatan bagi kehidupan seluruh umat manusia. Islam melahirkan peradaban baru yang membebaskan dunia dari keserakahan kaum kapitalis.
Namun demikian, Islam memberikan rambu-rambu agar pengguna teknologi tetap berbasis keimanan. Karena itu sistem Islam harus tampil sebagai ideologi dalam mengelola teknologi sebagai bagian pengurusan rakyat. Sebagaimana hadits Rasulullah saw “imam(khalifah) adalah raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. Bukhari).
Allah juga telah menetapkan mekanisme pengaturan bumi dalam Qs.Al-a’raf : 96 yang artinya : “jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.
Oleh karena itu, penguasa wajib mengelola bumi sesuai aturan Allah swt dalam rangka mewujudkan kesejahteraan, keamanan, hingga keadilan bagi umat manusia. Teknologi hanya memudahkan pelaksanaan aturan Allah.
Sejarah Islam mencatat hasil karya intelektual muslim saat itu selalu memberikan manfaat bagi sesama, dan mengantarkan masyarakat pada puncak ketakwaannya. Inilah sejatinya tata kelola kehidupan berbasis ketakwaan semata.
Negara harus memposisikan teknologi sebagai objek menuju ketaatan kepada aturan Allah swt karena ini akan menjadi kunci terwujudnya rahmat bagi seluruh alam, Allahua’lam bisshowab.[]
Comment