RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Kalangan masyarakat mengatakan bahwa profesi tertentu itu menyenangkan. Bisa meraih kekayaan duniawi dengan mudahnya. Bisa mendapatkan harta yang berlimpah ruah. Termasuk profesi pengacara.
Menjadi bahan perbincangan bahwa pengacara itu gampang mendapatkan uang. Hanya dengan mencari klien dan kasus lantas langsung bisa mendapatkan timbal balik dalam bentuk uang. Benarkah demikian?
Piter Siringoringo, S.H., salah seorang pengacara kondang yang dipercaya sebagai Ketua Umum DPC Peradi Jakarta Timur dan Direktur Pusbakum (Pusat Bantuan Hukum) saat ditemui Ayu Yulia Yang, salah seorang jurnalis Radar Indonesia News di kantornya,Jalan Cipinang Jaya Raya, Jakarta Timur menampik anggapan tersebut.
Pria kelahiran 17 Maret 1959 menekankan perlunya kehati – hatian seorang hakim dalam memutuskan pidana mati pada khususnya ke seseorang. Harus dilihat secara global dan dampak perkara yang dilakukan seseorang.
Perjalanan Piter menjadi pengacara belasan tahun memang tidak mudah. Piter tidak punya niat dan cita cita untuk menjadi seorang pengacara.
Ketika menyelesaikan perkuliahan di Universitas Sumatera Utara, Medan, dirinya ingin melamar menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil. Namun, harus pakai uang untuk bisa diterima. Lantas, dirinya memilih untuk menjadi seorang pengacara karena masuknya tidak pakai uang. Tapi dirinya juga bisa menerapkan ilmu yang dimilikinya.
Profesi pengacara pun belum dianggap pekerjaan yang serius alias semacam sambilan. Banyak yang merangkap pekerjaan antara profesi pengacara dengan profesi lainnya seperti dosen, guru dan lain sebagainya.
Setelah malang melintang di dunia kepengacaraan, Piterpun mendirikan pusbakum.
Pendirian Pusbakum ini menurutnya sebagai sebuah jawaban terhadap undang-undang pidana KUHAP yang menyatakan bahwa seseorang yang mendapat ancaman lima tahun penjara wajib didampingi pengacara.
Latar belakang pendirian Pusbakum ini juga sebagai jawaban terhadap undang – undang No. 18 tahun 2003 tentang advokat yang menyatakan ahwa seorang pengacara memberi bantuan hukum kepada klien tanpa dibayar, untuk mereka yang tak mampu.
“Jadi tidak semua klien harus membayar jasa pengacara. Namun memang banyak masyarakat yang buta prosedur untuk menuntut haknya di jalur hukum.” ujar Piter.
Hal lain yang mendorong dirinya mendirikan Pusbakum ini adalah batas usia pensiun menjadi seorang advokat yang mana ada batas usia minimum tapi tidak ada batas usia maksimum.
Dirinya merasa prihatin karena seolah profesi advokat adalah profesi buangan ketika masuk usia 45 tahun merupakan usia pensiun dari beberapa institusi hukum. Kemudian beralih menjadi seorang pengacara.
Suka menjadi seorang advokat adalah mampu menolong orang, memberi bantuan hukum tanpa dibayar dan menang dalam perkaranya.
Tak serta merta hanya merasakan suka. Dukanya pun pernah terasa. Ketika dirinya diminta bantuan hukum oleh seseorang kemudian dibantu dengan usaha yang maksimal tetapi masih dianggap tidak benar.
Bagi Piter, rezeki sudah diatur oleh Tuhan. Bersaing antar sesama advokat, mendapatkan klien, memenangkan perkara dan mendapatkan uang jasa penanganan kasus.
Dirinya menyayangkan ada kasus yang melibatkan pengacara yang berbuntut konflik walau tidak berkepanjangan dan dapat diselesaikan dengan baik.
Sisi lain, ada beberapa hal menjatuhkan kinerja antar sesama pengacara. Memang tiap pengacara memiliki beda pendapat dari sudut pandang masing – masing. Akan tetapi pengacara seharusnya menjadi profesi terhormat, bebas, mandiri namun tetap menjalankan etika dalam menjalankan tugas. Tidak untuk disalahgunakan.
Garis tangan seseorang memang berbeda. Demikian yang selalu dijunjung tinggi sehingga dirinya tidak merasa iri dan cemburu bila ada teman atau pihak lain sukses dalam karir dan kehidupan.
Sebaliknya dirinya merasa bangga kalau ada teman yang berhasil dalam karir maupun kehidupan. Dalam hal bersaing, dirinya menekankan pada mampu menjalankan tugas secara profesional dan berkualitas.
“Ada atau tidaknya klien yang datang untuk meminta konsultasi hukum, tergantung profesionalitas seorang pengacara yang semuanya diatur oleh Tuhan.” Tegas Piter.
Pengacara yang kini menjadi direktur Pusbakum ini menjalani hidup dengan motto berbuat baik kepada semua orang.
Menurutnya, meskipun motto tersebut terdengar sederhana namun memiliki makna yang sangat dalam dan luas.
“Jangan berbuat baik hanya yang bisa menguntungkan diri sendiri. Berbuat baik pada kalangan menengah ke bawah, bukan hanya kalangan menengah ke atas. Tidak pilah pilih dalam pergaulan. Menjauhi sikap arogan. Kedudukan semua sama di mata Tuhan. Tidak melihat jabatan, kekayaan dan status sosial.” tegas Piter
Dirinya berpesan agar advokat jangan melulu bekerja dan berorientasi pada uang.
Oleh karena itu, Piter terbuka dan bertanya soal kemampuan bayar klien yang ditemuinya. Bila klien tidak mampu, dirinya tidak memaksakan. Advokat harus bisa lebih mengutamakan kepentingan klien, memperjuangkan hak – hak dan keadilan klien ketimbang memikirkan masalah bayaran jasanya.
Padatnya aktivitas advokat tidak membuat Piter meninggalkan kehidupan dan waktu bersama keluarga dan menanamkan saling pengertian dan perhatian kepada istri dan anak – anak.[]
Penulis Ayu Yulia Yang
Comment