Pesan Berharga di Balik Wafatnya Ulama

Opini693 Views

 

 

 

Oleh: Ammylia Rostikasari, S.S*

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Innalillahi wainna ilaihi roji’un. Kedukaan yang mendalam atas berpulangnya para ulama. Syeikh Ali Jaber pada Kamis, 14 Januari 2020. Tak berselang lama Habib Ali Assegaf pun kembali ke haribaan-Nya pada Sabtu, 16 Januari 2020.

Sosok ulama karismatik yang dikenal sebagai rujukan para pendakwah. Pewaris nabi, penerus perjuangan Islam yang mengesankan.

Kesedihan yang diungkapkan bukan tanpa makna. Namun, muncul karena pancaran keimanan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi sallam sendiri menyatakan bahwa tidak bersedih dengan wafatnya ulama pertanda kemunafikan.

Imam Al-Hafizh Jalaluddin bin Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi dalam Kitab Tanqih Al-Qaul mengutip sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ لَمْ يَحْزَنْ لِمَوْتِ العَالِمِ، فَهُوَ مُنَافِقٌ مُنَافِقٌ مُنَافِقٌ

“Barangsiapa yang tidak sedih dengan kematian ulama maka dia adalah munafik, munafik, munafik”.

Umat metasa kehilangan sosok teladan, yang semasa hidupnya telah menggoreskan kesan mendalam.

Lisannya membawa pencerahan, penuh kesabaran membina umat agar paham Islam. Berada di garda terdepan untuk melakukan amar makruf nahyi munkar. Berjuang demi tegaknya isi Al-Quran dan Sunah Nabi Saw.

Wafatnya ulama merupakan sebuah musibah yang tak terelakkan, bahkan ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi sallam dalam sabdanya:

مَوْتُ الْعَالِمِ مُصِيبَةٌ لا تُجْبَرُ ، وَثُلْمَةٌ لا تُسَدُّ , وَنَجْمٌ طُمِسَ ، مَوْتُ قَبِيلَةٍ أَيْسَرُ مِنْ مَوْتِ عَالِمٍ

“Meninggalnya ulama adalah musibah yang tak tergantikan, dan sebuah kebocoran yang tak bisa ditambal. Wafatnya ulama laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagi saya daripada meninggalnya satu orang ulama” (HR al-Thabrani dalam Mujam al-Kabir dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman dari Abu Darda’).

Inilah musibah dalam agama yang diibaratkan oleh Nabi Saw. Bagai bintang yang biasa terpancar sinar, tapi kini redup padam.

Selain dipandang sebagai musibah, wafatnya ulama pun merupakan cara Allah untuk perlahan mencabut ilmu.

Mengenai hal ini, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa aalihi sallam bersabda, sebagaimana diriwayatkan al-Imam al-Bukhari dan Muslim:

“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menggangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya, akan tetapi Allah menanggkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh.

Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. mereka sesat dan menyesatkan.“

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan makna hadits diatas sebagai berikut:

‏ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻳﺒﻴﻦ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﻘﺒﺾ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻓﻲ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﺴﺎﺑﻘﺔ ﺍﻟﻤﻄﻠﻘﺔ ﻟﻴﺲ ﻫﻮ ﻣﺤﻮﻩ ﻣﻦ ﺻﺪﻭﺭ ﺣﻔﺎﻇﻪ ، ﻭﻟﻜﻦ ﻣﻌﻨﺎﻩ ﺃﻧﻪ ﻳﻤﻮﺕ ﺣﻤﻠﺘﻪ ، ﻭﻳﺘﺨﺬ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺟﻬﺎﻻ ﻳﺤﻜﻤﻮﻥ ﺑﺠﻬﺎﻻﺗﻬﻢ ﻓﻴﻀﻠﻮﻥ ﻭﻳﻀﻠﻮﻥ .

“Hadits ini menjelaskan bahwa maksud diangkatnya ilmu yaitu sebagaimana pada hadits-hadits sebelumnya secara mutlak. Bukanlah menghapuskannya dari dada para penghapalnya, akan tetapi maknanya adalah wafatnya para pemilik ilmu tersebut. Manusia kemudian menjadikan orang-orang bodoh untuk memutuskan hukum sesuatu dengan kebodohan mereka. Akhirnya mereka pun sesat dan menyesatkan orang lain”.

Bukan dianggap hanya musibah, wafatnya ulama pun dipandang sebagai pertanda semakin dekatnya kiamat. Ketika ilmu pengetahuan tentang ajaran agama diangkat Allah dari muka bumi, maka ini pertanda usia bumi memang tak akan lama lagi.

Satu persatu ulama diwafatkan adalah pertanda keping-keping bumi mulai diluluhlantahkan.

Bagai seseorang yang hendak merobohkan bangunan. Maka ia akan menyelamatkan barang-barang berharganya terlebih dahulu. Maka inilah sebuah perumpaan sederhana.

Saat bumi hendak dihancurkan, satu demi satu ulama satu diwafatkan. Karena merekalah hamba berharga di mata Allah subhanahu wata’ala juga umat manusia.

Dengan wafatnya ulama pewaris nabi, kita akan mendapati pelajaran berarti. Pertama, tidak dipungkiri bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti. Hal yang tak bisa dihindari. Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.

Bagi kita, sungguh ini adalah peringatan. Sering-seringlah mengingat kematian. Abu Hamid al-Laffaf mengatakan:

مَنْ أَكْثَرَ مِنْ ذِكْرِ الْمَوْتِ أُكْرِمَ بِثَلاثَةِ أَشْيَاءَ؛ تَعْجِيلِ التَّوْبَةِ وَقَنَاعَةِ الْقُوتِ وَنَشَاطِ الْعِبَادَةِ، وَمَنْ نَسِيَ الْمَوْتَ عُوقِبَ بِثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ؛ تَسْوِيفِ التَّوْبَةِ وَتَرْكِ الرِّضَا بِالْكَفَافِ وَالتَّكَاسُلِ فِي الْعِبَادَةِ.

“Siapa yang sering mengingat mati, akan dimuliakan dengan 3 hal yaitu disegerakan taubatnya, dijadikan qana’ah (puas) dengan rizkinya dan dijadikan semangat beribadah.

Namun, bagi siapa yang lupa dengan kematian akan dihukum dengan 3 hal, yaitu diulur taubatnya, dijadikan tidak puas dengan rizkinya (semakin tamak), dan dijadikan malas beribadah.” (Imam Abul Laits al-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin).

Kedua, merapatlah pada ilmu. Ulama telah berpulang, tapi tugas menimba ilmu dan meneruskan ilmu bagai tonggak estafet perjuangan. Tak boleh ada kekosongan.

Maka sikap orang beriman akan merapat erat pada ilmu, sementara orang fasik akan mendekat pada urusan remeh temeh dunia. Hal inilah yang dimaksud Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah, sebagaimana dikutip Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya;

إذا مات العالم ثلم في الإسلام ثلمة لا يسدها الا خلف منه

Jika satu ulama wafat, maka ada sebuah lubang dalam Islam yang tak dapat ditambal kecuali oleh generasi penerusnya.

Pesan berharga yang menjadi amanah untuk diamalkan dalam keseharian. Meneruskan perjuangan ulama dalam mengemban ajaran Islam kaffah.

Menyampaikan pada umat bahwa hanya Islamlah agama dan pandangan hidup yang mulia dan memuliakan.

Islam  wajib disampaikan dan ditegakkan dalam seluruh dimensi kehidupan agar keberkahan didapati seisi penduduk bumi. Wallahu’alam bishowab.(Disarikan dari beberapa sumber)

 

*Komunitas Penulis Bela Islam

____

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.

Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.

Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang

Comment