Oleh: Lussy Deshanti Wulandari, Pemerhati Umat dan Generasi
___________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Fenomena perzinaan dan hamil di luar nikah menghinggapi ratusan pelajar remaja di tanah air. Kasus ini mencuat seiring dengan banyaknya ajuan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama dari kalangan pelajar tingkat SMP dan SMA. Berawal dari kasus di Ponorogo. Setelah itu, bermunculan perkara serupa di Bandung, Indramayu, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan wilayah lainnya.
Fakta tersebut sontak membelalakkan mata kita. Realita ini menunjukkan bahwa kondisi generasi muda zaman sekarang memang tidak sedang baik-baik saja. Ada apa dengan mereka?
Fenomena ratusan pelajar yang hamil di luar nikah dan menjangkiti beberapa wilayah di tanah air menunjukkan betapa kritisnya perzinaan remaja zaman sekarang. Mayoritas remaja hidup dalam pusaran pergaulan bebas nan bablas. Fenomena ini hanya salah satu dampak dari maraknya pergaulan bebas di kalangan anak muda.
Jika kita cermati, pergaulan bebas pada remaja terjadi karena berbagai faktor.
Pertama, krisis iman pada diri remaja. Banyak remaja yang berani bermaksiat dengan menabrak aturan agama. Mereka menjadikan pacaran sebagai aktivitas yang lumrah terjalin di usianya. Gaya pacaran pun bervariasi. Terparah bisa sampai melakukan hubungan seksual layaknya pasangan suami istri. Bahkan mirisnya ada yang sampai terlibat prostitusi. Padahal, mendekati zina (baca: berpacaran) saja dilarang dalam agama. Apalagi jika sampai berzina.
Kedua, kurangnya pengawasan orang tua. Peran vital orang tua adalah mendidik putra dan putrinya. Salah satunya dengan menanamkan dan juga mendorong semua anggota keluarga agar mengamalkan nilai-nilai luhur agama. Hal ini dilakukan agar terbentuk ketakwaan individu yang akan menjadi kontrol diri dalam bertindak.
Namun, faktanya justru tak banyak orang tua yang memiliki bekal ilmu agama cukup. Apalagi sulitnya kondisi ekonomi menuntut keduanya terjun mencari penghasilan. Sehingga para orang tua luput mengawasi dan mencukupkan penanaman nilai agama bagi anak-anaknya sebatas di sekolah atau institusi pendidikan lainnya.
Ketiga, memudarnya kontrol masyarakat. Penerapan norma di masyarakat semakin bergeser saat ini. Masyarakat makin individualis dan kurang peduli dengan sesama. Sehingga akhirnya iklim saling mengingatkan jika ada kemungkaran atau kemaksiatan pun makin hilang.
Keempat, pengaruh media yang menyuguhkan konten-konten dan tontonan yang kurang mengedukasi masyarakat, khususnya generasi muda. Bahkan tak sedikit konten tersebut mengarah pada pornografi dan pornoaksi yang merusak. Gempuran media ini terjadi setiap detiknya, membuat generasi diserang budaya sekuler liberal secara bertubi-tubi.
Kelima, yang paling berpengaruh signifikan dalam terwujudnya fenomena ini adalah penerapan sistem kehidupan yang sekuler liberal. Sistem yang menafikan aturan agama untuk mengatur kehidupan karena dianggap bukan ranahnya. Sebagai imbasnya, diterapkan juga sistem pendidikan sekuler. Alhasil, masyarakat termasuk remaja semakin jauh dari nilai-nilai agama.
Agama hanya dianggap sebatas ritual ibadah dan akhlak saja. Sudah porsi belajar agama dalam kurikulum sangat minim penyampaiannya, proses belajarnya pun sebatas transfer ilmu, tanpa terasa pengaruhnya dalam jiwa. Sehingga akhirnya luput dalam membentuk insan yang memiliki kepribadian yang khas. Insan yang beriman dan bertakwa kepada Sang Khalik yang mampu menyelesaikan masalah kehidupan dengan aturan-Nya.
Tak hanya itu, diterapkannya kurikulum moderasi beragama, justru semakin menjauhkan generasi dari Islam yang hakiki. Masyarakat dan generasi semakin malas dan takut mendalami agama karena khawatir dicap radikal. Jelas, kurikulum pendidikan seperti ini tak akan mampu untuk membentuk generasi yang beriman dan bertakwa.
Butuh Solusi Sistematis
Generasi muda adalah calon penerus bangsa. Bagaimana nasib bangsa ke depan jika mayoritas calon penerusnya terjebak dalam pusaran pergaulan bebas?
Dengan adanya fenomena tersebut, sepatutnya menyadarkan diri kita bahwa harus ada perubahan yang mendasar dalam sistem kehidupan saat ini. Sebab, sistem sekuler liberal inilah yang memberi andil terhadap rusaknya masyarakat dan generasi. Sungguh, tak layak untuk dipertahankan.
Oleh karena itu, masyarakat perlu sistem yang bisa mewujudkan ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan berperannya negara dalam menerapkan sistem yang dapat mensalihkan masyarakat dan generasi. Sistem yang memiliki aturan yang dapat mengantisipasi terjadinya pergaulan bebas di masyarakat dengan pengaturan yang berlapis. Hal itu meliputi:
Pertama, sistem yang menerapkan aturan Al Khalik secara keseluruhan termasuk menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah yang bisa membentuk remaja yang berkepribadian yang khas, yaitu remaja yang kokoh imannya, bertakwa (taat beragama), dan juga berakhlak mulia.
Kedua, adanya pengaturan interaksi antara pria dan wanita, seperti kewajiban menutup aurat, menjaga pandangan, dan melarang aktivitas yang bisa mengarah pada perbuatan zina seperti tabaruj pada wanita (berhias berlebihan), ikhtilat (campur baur), dan berkhalwat (berdua-duaan antara pria dan wanita yang bukan mahram).
Ketiga, dorongan negara kepada pemuda pemudi yang mampu untuk menikah, dengan tujuan agar terjaga kesucian dan kehormatan dirinya.
Keempat, kewajiban negara untuk menyediakan konten dan tontonan yang mengedukasi masyarakat serta melarang penyiaran segala konten yang berpotensi merusak generasi seperti konten yang mengandung unsur pornografi, pornoaksi, dan juga gim yang merusak.
Kelima, adanya sistem sanksi yang tegas dan membuat jera bagi setiap pelaku kemaksiatan termasuk bagi pezina dan pelaku asusila. Sanksi 100 kali cambuk bagi pezina yang belum menikah, dan rajam bagi pezina yang sudah menikah.
Itulah sistem yang datang dari Allah Azza Wa Jalla, pemilik alam semesta dan seluruh isinya. Sistem yang memiliki aturan yang paripurna dan terbaik bagi manusia. Sistem yang mampu menjaga remaja dari pergaulan bebas termasuk zina. Wallahu a’lam bishawwab.[]
Comment