Perundungan, Potret Buram Sistem Pendidikan

Opini354 Views

 

 

Oleh : Mona Fatnia Mamonto, S.Pd, Komunitas Muslimah Cinta Qur’an
__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Berbicara soal bullying di ranah pendidikan tentu tidak ada habis-habisnya, apalagi sering dibalut dengan kekerasan yang membuat korban menjadi trauma akan kejadian yang menimpanya. Penanganan yang diambil dari pihak pendidikan terkait tidak ada jalan penyelesaian yang pasti. Pembulian tetap saja dan terus terjadi dengan muatan yang berbeda.

Selama periode 2016-2020 per Juli 2022, KPAI menerima 480 aduan anak yang menjadi korban bullying di sekolah. Namun data yang ada belum tercover secara total sebab, sampai pada hari ini bullying masih terus bertambah dengan 226 kasus korban trauma membekas pada kekerasan fisik dan verbal sampai pada perundungan.

Hal ini adalah masalah yang cukup serius dengan segala dramanya, kasus bullying kian menjalar tanpa henti dan banyak korban.

Perundungan Menggurita

Maraknya kasus perundungan yang terus terjadi ini merupakan sebuah tamparan keras terhadap dunia pendidikan.

KumparanNews.co.id, Minggu (20/11/2022) menulis – perundungan yang dilakukan oleh sekelompok pelajar SMP di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Mereka melakukan perundungan terhadap wanita paruh baya yang disinyalir mengalami gangguan kejiwaan. Terjadinya pembullyian ini adalah hanya iseng-iseng terhadap korban. Hal ini disampaikan oleh Kapolres Tapsel, AKBP Imam Zamroni.

Kronologi yang terjadipun didasari pada beberapa hal :

Pertama, kaum remaja masa kini khususnya anak sekolah pada tingkat menengah pertama mudah terpapar pergaulan bebas tanpa ada yang melarang, akibatnya mengarah pada kenakalan remajq SSehingga membentuk perilaku bullying.

Kedua, tidak ada asupan dan pengajaran religius terhadap remaja, mulai dari perilaku sampai pada ibadah. Hal ini disebabkan oleh pendidikan sekuler yang memisahkan antara kehidupan dan agama, sehingga mendorong para remaja untuk berbuat di luar norma. Kasus bullying sebagai perilaku menyimpang ini terus terjadi dengan korban-korban baru.

KumparanNews.co.id juga menulis  kasus yang  terjadi pada siswa SMP Plus Baiturrahman, Kota Bandung Jawa Barat. Dalam kasus ini, korban dipakaikan helm yang kemudian dipukuli dan ditendang oleh temannya sehingga membuat korban terjatuh ke lantai.  Bukan menolong, teman korban yang lain malah menertawakan kejadian tersebut.

Kapolsek Berung Kompol Karyawan mengatakan bahwa kejadian ini telah diproses dengan jalan damai antara pihak keluarga dan pelaku pembullyian sehingga telah tercapai kesepakatan dan kedua belah pihak saling memaafkan. Pihak sekolah masih memberikan sanksi berupa pelarangan belajar offline di sekolah.

Kasus bullying yang terjadi di kalangan pelajar tidak diselesaikan dengan tuntas. Kasus tersebut diselesaikan dengan komprom yang tidak memberi rasa keadilan kepada korban.

Bahkan ada kecenderungan pihak sekolah merahasiakan kasus bullying dan tidak menyelesaikan dengan tuntas.  Fakta ini jelas kontradiksi dengan program sekolah ramah anak.  Ketidak siapan sekolah dalam program tersebut membuat sekolah justru menyembunyikan kasus yang terjadi.

Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja saat ini adalah sebuah dampak sekulerisme yang membungkus sistem pendidikan. Pola belajar minus dalam banyak aspek.

Pertama,  krisis adab yang melanda remaja adalah produk sekulerisme dengan lahirnya sikap amoral baik di lingkungan pendidikan ataupun lingkungan keluarga.

Kedua, terbentuknya pola pikir liar yang akibat tontonan yang dikonsumsi lewat game online yang penuh dengan kata dan ungkapan cacian. Hal ini secara tidak sadar membentuk karakter buruk dalam diri anak yang mengarah kepada kriminalitas. Anak anakpun tidak merasa bersalah saat kata kata cacian tersebut diungkapkan kepada orang tua, guru dan teman teman mereka. Pada ujungnya, lahirlah bullying terhadap sesama teman sekolah dan atau terhadap orang lain.

Sekuler Liberalis Pemanis Buatan

Perundungan tak henti-hentinya membius para korban dengan solusi yang berulang tanpa pembelaan dengan dalih yang cukup beragam dari para pelaku pembullyian. Dunia pendidikan tampaknya belum secara maksimal mencarikan rumus dan solusi yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu kerja sama dengan semua sektor agar permasalahan terselesaikan secara tuntas.

Berkaca dengan apa yang  terjadi dalam dunia pendidikan dan kenakalan remaja yang terus bertambah ini melahirkan pelajar yang minus dalam segala bidang. Inilah produk sekuler liberal.

Pendidikan dan sekolah-sekolah hari ini lebih berorientasi kepada prestasi akademik dan mengarahkan siswa untuk memetingkan nilai dari pada adab. Sekolah pada akhirnya hanya menjadi tempat untuk membentuk mentalitas ambisius  dalam dunia kerja kepada siswa.

Kurikulum merupakan hal utama dalam sebuah lembaga pendidikan sebagai alat membentuk siswa berbudi pekerti yang baik. Namun faktanya, jauh panggang dari api. Ini tidak lain karena terlalu jauh dunia pendidikan dari tujuan pendidikan nasional dan kurikulum yang minim moral agama. Kurikulum pendidikan lebih berpusat pada pelajaran non agama atau umum.

Sangat disayangkan bahwa Kementrian pendidikan pun berencana membuat draf yang didalamnya membahasa soal penghilangan frasa agama dalam setiap pelajaran yang ada di sekolah, namun hal itu masih berupa rancangan. Semoga hanya sebatas rencana.

Begitupun dengan dikeluarkanya SKB 3 Menteri, yakni Mendikbudristek, Mendagri dan Menag yang membahas soal aturan pemakain jilbab di setiap di Indonesia. Syukurlah bahwa SKB tersebut telah dibatalkan  oleh Mahkamah Agung.

Pendidikan yang tidak berlandaskan pada agama hanya akan membawa malapetaka dunia pendidikan yang berimbas terhadap pelajar di tengah gaya hidup bebas yang liberal. Tanpa aturan yang melarang tentu akan mengantarkan para remaja pada jurang kebinasaan moral dengan kebebasan  melakukan kehendak tanpa ada yang melarang. Lebih berbahaya bebas akses media dengan tontonan yang belum pantas, pornografi dan kekerasan melalui teknologi internet.

Dari sinilah awal tumbuh dan cikal bakal karakter yang membentuk perilaku remaja hingga akhirnya muncul pembullyian di mana-mana. Ini pun berdampak pada lingkungan keluarga yakni orang tua karena pembiaraan dan tak acuh  terhadap perilaku menyimpang pada anak.

Inilah dampak sekulerisme dan pemisahan ajaran agama dari aturan kehidupan. Pendidikan tidak memberi kenyamanan dalam relung hati pelajar. Mereka tidak mendapat bekal moral yang mendatangkan ketenangan. Mereka hanya belajar dan berharap pada nilai dan prestasi yang gemilang dengan mengenyampingkan adab dan moral.

Solusi Mustanir

Perundungan seperti halnya musim yang berganti, setiap tahun terus berlangsung dengan kekerasan verbal dan fisik diikuti trauma yang tinggi. Hal ini tentu tak lepas dari produk sekuler liberal yang mengatasnamakan kebebasan tanpa aturan yang membatasi.

Beginilah dampak bila aturan agama tidak dijadikan landasan dalam pendidikan dan interaksi sosial.

Pada dasarnya, setiap manusia memiliki keterbatasan yang membuat mereka tak berdaya dan lemah apabila tersentuh pada hal-hal yang jauh dari ajaran agama, menjadi rusak tak beraklaqul karimah. Inilah realitas yang digambarkan oleh Al-Qur’an (Ibrahim [14]: 1).

“Alif Laam Raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Mahaperkasa dan Mahaterpuji.” (QS Ibrahim [14]: 1).

Islam sebagai rahmatan lilallamin memberikan rahmat bagi seluruh alam dan mengantarkan pada kesempurnaa adab. Hal mendasar yang menjadikan sistem sosial dalam Islam kuat yakni :
Pertama, area yang menguasai manusia itu terikat dengan hukum syara’, atau aturan Allah Swt di mana segala perbuatan manusia terikat dengan hukum Allah. Ketika aqidahnya sudah lurus maka akan terbentuklah benteng untuk mencegah manusia dari perilaku buruk termasuk perundungan di dalamnya.

Kedua, sistem pendidikan yang berbasis akidah akan mampu melahirkan individu dengan kepribadian Islami. Sedari awal manusia diajarkan untuk memahami tujuan hidup hanya beribadah kepada Allah Taala.

Ketiga, fungsi keluarga dalam Islam adalah mengukuhkan iman seorang anak sejak buaian. Dari sinilah proses adab terbentuk dengan pengajaran nilai nilai islam oleh dan dari keluarga.

Keempat, teknologi internet menjadi media yang memneri maslahat. Industri pornografi dan game online tidak akan tumbuh karena selain anak-anak sibuk belajar, negara juga memiliki aturan ketat mengenai izin penerbitan media.

Oleh karena itu, dengan segala problem yang terjadi dalam dunia pendidikan terkait perundungan yang tiada henti menerjang para korban adalah hasil dari sistem kufur yang dipakai dengan berlandas pada aturan manusia tanpa menghasilkan efek jera.

Penyelesaian pun tak akan selesai bila proses hanya bertumpu pada penindakan dan rehabilitasi yang dilakukan berulang kali.

Hanya Islamlah yang telah terbukti dalam sejarah dan mampu melahirkan generasi cerdas dan berakhlak mulia dengan solusi yang pasti. Wallahualam bissawab.[]

Comment