Oleh: Ir. Eki Efrilia, Ibu Rumah Tangga
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Beberapa hari lalu terjadi kericuhan di acara Jaipongan di Sukatani, Kabupaten Bekasi. Laman detiknews (6/7/2023) menulis bahwa kericuhan di bawah panggung saat para penari jaipong sedang beraksi itu akhirnya diwarnai 3 kali bunyi tembakan. Kanit Krimsus Satreskrim Polres Bekasi AKP Widodo saat diminta konfirmasi oleh tim detikcom, mengatakan pihaknya akan mengecek kronologi kejadian ini.
Peristiwa ini bukan kali pertama terjadi di Kabupaten Bekasi. Beberapa hari sebelumnya juga terjadi keributan saat ada acara hajatan yang menyuguhkan hiburan pertunjukan jaipongan di wilayah Tambun Utara, Kabupaten Bekasi. Hanya karena terjadi senggolan dan saling dorong, ada beberapa penonton yang emosi sehingga kemudian terjadi saling lempar kursi.
Kapolsek Tambun Kompol Stanlly Soselisa mengatakan pihaknya sudah meminta keterangan terkait kericuhan tersebut.
Agenda-agenda di atas, seperti merupakan agenda ‘wajib’ di sekitaran Bekasi baik di Kota maupun Kabupaten Bekasi, apabila ada warga yang mempunyai hajat pernikahan, sunatan ataupun agenda lain. Kalau tidak mengundang pertunjukan Jaipongan, mereka akan menyuguhkan acara dangdutan atau organ tunggal.
Padahal mereka harus merogoh kocek lebih bila ingin mengundang para penari atau biduan musiman ini. Tapi menurut mereka hal itu bukan masalah, yang penting acara menjadi meriah dengan hadirnya banyak tamu. Tanpa mempertimbangkan bahaya yang akan terjadi bila terjadi keramaian massa.
Beruntung, dua kejadian tersebut tidak jatuh korban namun banyak korban luka bahkan meninggal dunia sudah banyak ‘berjatuhan’ akibat pertunjukan-pertunjukan yang mengundang keramaian di negeri ini.
Seperti peristiwa yang terjadi pada tanggal 14 Mei 2023 lalu di Kelurahan Nglindur, Kapanewon Girisubo, Yogyakarta seorang pemuda bernama Aldi konon kabarnya hanya duduk manis menonton acara dangdutan di desanya tersebut, harus meregang nyawa akibat tembakan seorang oknum polisi yang berjaga di acara itu. Sang polisi seperti ditulis laman tribun 16/5/2023) menembakkan senjatanya akibat terjadi keributan massa saat acara berlangsung.
Pertunjukan-pertunjukan unfaedah seperti jaipongan, dangdutan yang mengundang banyak kemudharatan bahkan sering menimbulkan korban ini merupakan pemikiran ala sekuler. Sekulerisme adalah faham pemisahan agama (Islam) dari kehidupan duniawi. Faham ini merupakan derivasi kapitalisme yang menghamba kepada materi.
Dalam sistem ini, segala hal yang menguntungkan dari sudut materi diharapkan ada pendapatan untuk pemilik acara. Selain itu si pemilik acara merasa bangga dan prestise karena dapat menggelar acara dengan biaya yang lumayan mahal.
Para penari maupun biduan yang berlenggak-lenggok dengan busana minim dan tampak auratnyapun merasa senang, karena mereka membayangkan berapa uang yang mereka bawa pulang dari bayaran manggung dan saweran penonton. Naudzubillahi min dzalik
Tanpa disadari, saat ini masih banyak masyarakat berpikir sekuler, termasuk bagaimana menyikapi arti seni dan dianggap sebagai tradisi yang harus dilestarikan. Padahal, seni tari tersebut ada hal-hal yang melanggar pakem Islam, seperti: mempertontonkan tempat-tempat perhiasan yang seharusnya tidak boleh dilihat lawan jenis yang bukan mahram, kemudian berlenggak-lenggok yang tentu saja mengundang syahwat lawan jenis, biasanya juga ditambah dengan tabbaruj atau berhias sehingga menarik hati lawan jenis dan lain-lain.
Padahal, perilaku tersebut diharapkan dalam islam sebagaimana Firman Allah Subhanahu wa ta’ala dalam Al Qur’an Surat An-Nur Ayat 31:
وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التَّابِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِ ۖوَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: (1) Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan (2) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal baunya dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.”
(HR. Muslim no. 2128).
Pandangan para ulama tentang tabarruj
Abu ‘Ubaidah menjelaskan bahwa abarruj adalah saat seorang wanita menampakkan kecantikannya. Al-Zujaj mengatakan, tabarruj adalah menampakkan perhiasan dan semua hal yang bisa merangsang syahwat laki-laki.
Qatadah mendefiniskan bahwa tabarruj adalah saat seorang wanita berjalan berlenggak-lenggok, penuh gaya dan genit. Ibnu Abi Najih menjelaskan, tabbaruj adalah saat wanita memakai wewangian. Al-Kalabi mengatakan, tabbaruj adalah saat wanita mengenakan pakaian yang terbuat dari batu permata, kemudian ia memakainya dan berjalan di tengah jalan.¹
Menurut ustadz Siddiq Al Jawi, adat (tradisi) adalah perbuatan yang dilakukan berulang-ulang oleh individu, sedangkan ‘urf (konvensi) adalah perbuatan yang diulang-ulang oleh kelompok atau komunitas tertentu.
Adat dan konvensi, merupakan salah satu bagian dari Peradaban (Hadharah). Hadharah sendiri adalah kumpulan konsepsi (pemahaman) tentang kehidupan dunia. Hadharah sendiri ada Hadharah Islam dan Hadharah di luar Islam. Adat, konvensi dan peradaban yang bertentangan dengan syari’at, maka syari’at datang untuk menghilangkan atau mengubahnya, sebab salah satu fungsi syari’at adalah mengubah tradisi atau adat yang rusak.²
Peran negara sangat besar untuk mengubah pola pikir dan pola sikap masyarakat yang saat ini masih banyak melakukan perilaku seperti masa jahiliah dengan melakukan kemaksiatan seperti pamer aurat, mabuk-mabukan, ‘sumbu pendek’ alias mudah terbawa emosi kemudian berkelahi, tawuran dan lain sebagainya.
Negara sejatinya mengimplementasikan nilai nilai Islam secara menyeluruh baik dalam konteks kemasyarakatan, pendidikan, keamanan, politik dan bahkan pemerintahan. Karena negara dalam konsep islam adalah pelayan rakyat yang melayani seluruh kebutuhan umat termasuk dijauhkan dari kemaksiatan.
Dari Abu Hurairah radhiya-Llahu ‘anhu, bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda:
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم]
“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya”.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Rujukan:
¹ Muslimahnews.net
² https://yuanaryantresna.id/
Comment